NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen

Menikah Dengan Dosen

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikah Kontrak
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Izzmi yuwandira

Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Thirty Five

Malam itu, langit dipenuhi bintang, tapi suasana hati Abyan terasa lebih kelam dari sebelumnya.

Di dalam mobil, Zea duduk di belakangnya, diam namun penuh pertanyaan. Ia mengingat bagaimana Genggaman tangan Abyan yang tadi terasa kuat kini mulai mengendur, seolah pikirannya melayang ke tempat lain.

"Jasmine"

Nama itu kembali menghantui benaknya setelah sekian lama.

Ia mengira, dengan menikahi Zea, ia bisa melupakan segalanya. Bahwa perasaan yang pernah ada untuk Jasmine akan menghilang.

Tapi semakin ia mencoba, semakin bayangan masa lalunya itu muncul tanpa diundang.

Sementara itu, di tempat lain, Arumi menatap layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca.

Chat dari grup kantor terpampang jelas—kabar tentang pernikahan Abyan semakin dekat.

Tangannya gemetar.

Ia tahu ini bukan haknya untuk merasa seperti ini. Ia yang memilih diam seperti ini. Ia yang tidak pernah menyatakan perasaannya.

Tapi kenapa rasanya begitu sakit?

Dimas yang duduk di seberang Arumi hanya bisa menatapnya tanpa berkata apa-apa. Ia tahu, apa pun yang ia katakan sekarang tidak akan mengubah kenyataan bahwa hati Arumi masih terpaut pada seseorang yang sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.

Malam itu, tiga hati diliputi kegelisahan.

Abyan, yang mencoba melangkah maju tetapi masih dibayangi masa lalu.

Zea, yang bertanya-tanya apakah Abyan benar-benar bisa mencintainya.

Dan Arumi, yang mungkin telah terlambat menyadari sesuatu yang selama ini ia abaikan.

Namun, tak ada yang tahu… bahwa apa yang mereka rasakan malam ini hanyalah awal dari luka yang akan terbuka lebih dalam.

"Siapa Jasmine?"

Abyan terdiam.

Mereka berada di dalam mobil, di bawah cahaya lampu jalanan, angin malam berhembus lembut. Mereka menunggu Darren untuk mengemudikan mobil.

"Dia adalah masa lalu yang ingin gue lupain," jawab Abyan akhirnya.

Zea menatapnya, mencari kejujuran di matanya. "Lo masih cinta sama dia?"

Abyan tidak langsung menjawab.

Setelah beberapa detik, ia berkata dengan suara rendah, "Dulu, mungkin."

Zea menunduk.

Jadi benar.

Pernikahan ini bukan karena cinta.

Tapi Zea tetap memilih bertahan, karena ia ingin percaya bahwa masa lalu Abyan tidak akan selamanya menguasai hatinya.

Namun, ia tidak tahu bahwa di tempat lain, ada seseorang yang juga sedang berjuang dengan perasaannya sendiri.

***

Hanum duduk di tepi ranjangnya, menatap tas yang sudah ia isi dengan beberapa pakaian dan barang-barang penting. Suasana rumah terasa lebih hening dari biasanya, seakan tahu bahwa sesuatu akan berubah malam ini.

Siang tadi Hanum mendengar pertengkaran hebat antara Haris dan Rani. Hanum merasa tidak enak tinggal disini. Hanum tidak ingin karena dirinya Rani meninggalkan Haris. Jadi Hanum memutuskan untuk mengalah dan pergi.

Hanum menghela napas panjang. Ia sudah tahu bagaimana pertengkaran ini akan berakhir. Hanum tahu Rani tidak menyukainya. Dan Haris, meskipun membelanya, tetaplah seorang laki-laki yang mencintai Rani.

Hanum tidak ingin terus menjadi masalah bagi kakaknya.

Dengan langkah pelan, ia membuka pintu kamarnya.

Di ruang tamu, Haris duduk di sofa ruang tamu dengan wajah merah karena emosi, Namun Begitu melihat Hanum keluar, emosi Haris sedikit mereda.

"Hanum..."

Hanum tersenyum kecil. "Aku mau bicara, Kak."

"Mau bicara apa Hanum?

"Aku akan pergi."

Haris terkejut mendengar perkataan adiknya.

"Aku nggak mau jadi masalah di antara kalian," lanjut Hanum dengan suara lembut. "Aku akan cari tempat tinggal sendiri, Kak. Kamu nggak perlu khawatir."

Haris langsung menggeleng. "Maksud Lo apa Hanum?! Nggak ada alasan buat Lo pergi, Hanum!"

Hanum tersenyum miris. "Tapi aku merasa seperti beban. Aku ingin sekolah, Kak. Aku ingin berusaha sendiri, tanpa harus menyulitkanmu."

Haris mengepalkan tangannya, matanya berkaca-kaca. "gue nggak pernah nganggap Lo beban!"

Hanum menunduk, lalu mengambil tasnya. "Tapi, Aku sudah memutuskan."

"Nggak, Hanum." Haris mencoba meraih tangannya. "Gue nggak akan ngebiarin Lo pergi sendirian."

"Aku bukan anak kecil, Kak. Aku bisa menjaga diri."

Haris terdiam. Ia ingin menahannya, tapi melihat sorot mata Hanum yang penuh keyakinan, ia tahu adiknya tidak akan berubah pikiran.

Namun, Hanum hanya tersenyum kecil pada kakaknya. "Jangan marah, Kak. Aku pergi bukan karena aku membencimu, tapi karena aku ingin berdiri sendiri."

Dengan langkah tegap, Hanum pun melangkah keluar rumah.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia benar-benar sendirian.

***

Langit malam semakin gelap, lampu-lampu jalan berpendar sendu.

Hanum terus berjalan tanpa tujuan, tas berisi pakaiannya terasa semakin berat di pundaknya. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, tapi karena pikirannya penuh dengan kebingungan.

Aku mau ke mana? Aku harus bagaimana?

Langkahnya melambat, lalu berhenti.

Tanpa sadar, ia menjatuhkan tasnya ke tanah dan berjongkok di pinggir trotoar. Tubuhnya bergetar, dan air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya jatuh.

Isakan kecil berubah menjadi tangisan yang sesungguhnya.

Di antara suara kendaraan yang melintas, suara tangisnya terdengar begitu lirih, seolah hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar kepedihannya.

"Aku nggak punya tempat lagi..." bisiknya, entah kepada siapa.

Dari kejauhan, seorang wanita yang hendak memasukan barang belanjaan kedalam mobil, melihat sosok gadis yang meringkuk di trotoar.

Langkahnya terhenti.

Ia mengenali gadis itu.

"Hanum?"

Hanum mengangkat kepalanya dengan mata sembab, terkejut mendengar suara yang begitu familiar.

Di hadapannya, berdiri Bu Aina, wanita yang pernah membantunya pertama kali bertemu kembali dengan Haris.

Mata Hanum membelalak, lalu tanpa berpikir panjang, ia berdiri dan berlari ke arah wanita itu.

Begitu sampai, ia langsung memeluk Bu Aina erat, seolah memeluk satu-satunya orang yang masih peduli padanya saat ini.

"Bu Aina..." suaranya bergetar di sela tangisnya. "Aku nggak tahu harus ke mana..."

Bu Aina terkejut sejenak, tapi kemudian ia membalas pelukan Hanum dengan lembut, menepuk punggungnya penuh kasih.

"Nak, kenapa kamu ada di sini sendirian?" tanyanya lembut.

Hanum hanya menggeleng, masih terisak.

Bu Aina menghela napas panjang. Ia tahu ada sesuatu yang terjadi, dan ia tidak bisa meninggalkan Hanum sendirian dalam keadaan seperti ini.

"Ayo ikut Ibu dulu," katanya dengan suara penuh ketegasan namun tetap hangat. "Kamu butuh tempat yang aman untuk malam ini."

Hanum menatap Bu Aina dengan mata berkaca-kaca.

"Tapi... aku nggak mau merepotkan Ibu."

Bu Aina tersenyum tipis, menghapus air mata di pipi Hanum dengan ujung jarinya.

"Nak, dunia ini memang sulit. Tapi bukan berarti kamu harus menghadapinya sendirian."

Hanum menunduk, air matanya kembali mengalir.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengangguk lemah dan membiarkan Bu Aina membawanya pergi dari trotoar yang dingin malam itu.

Dan untuk pertama kalinya sejak ia meninggalkan rumah kakaknya, Hanum merasa sedikit lebih tenang.

***

Sesampainya di rumah Bu Aina, Hanum langsung disambut dengan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.

"Duduklah dulu, Nak. Ibu ambilkan makanan untukmu," kata Bu Aina lembut.

Hanum menurut. Tubuhnya lelah, pikirannya kusut, tapi perutnya lebih dulu memohon perhatian.

Tak lama, Bu Aina datang membawa sepiring nasi hangat dengan lauk sederhana. "Makanlah dulu, kamu pasti lapar."

Hanum tersenyum kecil dan mulai makan. Suapan pertama terasa begitu nikmat, bukan hanya karena ia lapar, tetapi karena ia merasa ada seseorang yang masih peduli padanya.

Bu Aina duduk di seberang, memperhatikan Hanum yang makan dengan lahap. Ada rasa iba di hatinya.

Dalam pikirannya, ia teringat pada anak perempuannya yang telah lama meninggal dunia.

"Mungkin kalau dia masih hidup, dia akan seumuran dengan Hanum," gumamnya dalam hati.

Setelah makan, Hanum duduk bersandar di sofa, napasnya terasa lebih tenang.

"Sudah lebih baik?" tanya Bu Aina dengan senyum hangat.

Hanum mengangguk. "Terima kasih, Bu Aina."

"Sekarang, kamu bisa bercerita kalau mau. Ibu akan mendengarkan."

Hanum menatap Bu Aina, ada keraguan di matanya. Namun, melihat tatapan penuh kasih dari wanita itu, Hanum merasa inilah saatnya untuk melepaskan semua beban di hatinya.

"Aku ingin sekolah, Bu... Tapi aku juga ingin bekerja dan punya tempat tinggal sendiri. Aku nggak mau terus bergantung sama orang lain."

Bu Aina mendengarkan dengan penuh perhatian, menunggu Hanum melanjutkan.

"Aku nggak mau jadi beban buat kakakku. Aku juga nggak bisa tinggal di rumahnya karena pacarnya nggak menyukaiku..." Suara Hanum melemah, tapi ia terus berbicara. "Aku ingin membuktikan kalau aku bisa berdiri sendiri, Bu."

Bu Aina menghela napas panjang. "Nak, tidak ada salahnya menerima bantuan orang lain. Hidup ini bukan cuma tentang bertahan sendirian, tapi juga tentang berbagi."

Hanum tersenyum pahit. "Aku tahu, Bu... Tapi aku nggak mau merepotkan siapa pun lagi."

Bu Aina menatapnya penuh kasih. "Kalau begitu, bagaimana kalau kamu tinggal di sini? Kamu bisa tetap sekolah, dan ibu akan membantumu mencari pekerjaan yang sesuai."

Hanum terkejut. "Bu... Ibu sudah terlalu banyak membantuku. Aku nggak bisa merepotkan ibu lebih jauh lagi."

Bu Aina tersenyum lembut, mengusap kepala Hanum. "Kamu mengingatkanku pada anakku yang sudah tiada. Mungkin ini cara Tuhan untuk membuatku merasa lebih baik."

Hanum menunduk, matanya mulai berkaca-kaca.

"Aku sangat berterima kasih, Bu... Tapi aku harus menemukan jalanku sendiri."

Bu Aina tidak memaksa. Ia mengerti keras kepala Hanum berasal dari keinginannya untuk mandiri.

"Baiklah, Nak. Tapi setidaknya untuk malam ini, tinggallah di sini. Besok kita pikirkan bersama bagaimana cara terbaik untuk membantumu."

Hanum akhirnya mengangguk. "Terima kasih, Bu Aina."

Di malam yang penuh ketidakpastian ini, Hanum akhirnya menemukan tempat yang membuatnya merasa aman, meskipun hanya sementara.

Namun, ke mana ia akan pergi setelah ini?

Apa langkah selanjutnya yang akan ia ambil?

Dan tanpa ia sadari, perjalanan hidupnya akan segera membawanya bertemu dengan seseorang yang bisa mengubah segalanya...

1
audyasfiya
Hanum kasian bgtt thorr 😭 pulang kerumah Bu Aina ada Ardan, ke tempat kakaknya juga nggak nyaman, dia bener bener nggak punya rumah untuk pulang... yaaa kecuali kalau dia mau nikah sama Abyan
audyasfiya
Wkwk Alexa panik mertuanya mau pulang 🤣🤣🤣
Lorenza82
Cepet update nya yaa thorrr 🥺🥺
Lorenza82
Kasian banget ya si Hanum 🥺 sekalinya dapat temen kek si zea ehhh malah jadi musuhan
Lanjut thorrr lanjut
Sasya
/Cry//Cry//Cry//Cry/
Sasya
Waduhh gawat banget ini
Nurul Fitria
Kasihan banget smaa Hanum
Nurul Fitria
Aduhhh ini mah namanya keluar dari lubang buaya masuk ke lubang harimau 😭😭😭😭😭😭😭😭
Sasya
Zea mending jangan nikah sama Abyan dehh /Smug//Smug/
Sasya
Ibu terhebat 😌😌
Sasya
Lanjutttt Thor /Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
audyasfiya
Kasihan banget ya hidup Hanum, dia belum tau kabar bahwa ibunya sudah meninggal dunia, datang ke kota besar niat nya mau melanjutkan hidup malah jadi babu dirumah kakak nya sendiri /Sob//Sob/
Lorenza82
Kasihan sih sebenarnya si zea, dia tuh cuman di jadiin alat aja sama Abyan. Abyan lu redflag woiiii 😭
Lorenza82
Darren si mulut bocor 🤣🤣🤣🤣🤣
Lorenza82
Itulah mengapa jadi cwek tuh rasa sukanya harus di kontrol, Arumi udah berekspektasi ketinggian jadi nya jatuh nya sakit
Lorenza82
Thor kasih Darren jodoh dong...
Lorenza82
Nggak tega Thor aku bacanya, tapi aku penasaran 😭😭😭😭😭
Rossa
Emang paling nggak enak tuh numpang sama orang lain, ya gitu...
Rossa
Dan cwok itu pernah di sindir gitu sama temen ku, jangan pernah jatuh cinta smaa seseorang yang belum selesai sama masa lalu nya, deg... rasanya aku merasa bersalah banget Ama tuh cwok... aku kasih dia harapan palsu, padahal dia serius dan sayang sama aku
Rossa
Aku pernah di posisi Abyan Thor, aku sayang banget sama pacarku dulu. sampai sampai aku susah move on sama dia, kayak aku mikir nya tuh, nggak ada org lain yang kayak dia, dia yg terbaik yg pernah ada. namun keadaan yg harus memisahkan kami. hingga akhirnya saat aku ketemu sama cwok baru rasanya tuh masih ada bayang bayang mantan ku gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!