Karena latar belakang Shazia, hubungan nya bersama Emran tak direstui oleh orang tua Emran. Tapi adiknya Emran, Shaka, diam-diam jatuh hati pada Shazia.
Suatu hari sebuah fakta terungkap siapa sebenarnya Shazia.
Dengan penyesalan yang amat sangat, orang tua Emran berusaha keras mendekatkan Emran dan Shazia kembali tapi dalam kondisi yang sudah berbeda. Emran sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya sekaligus teman kerja Shazia. Dan Shaka yang tak pernah pantang menyerah terus berusaha mengambil hati Shazia.
Apakah Shazia akan kembali pada pria yang dicintainya, Emran atau memilih menerima Shaka meski tak cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah fokus
Setelah diberitahu sang ibu jika Emran mencari nya ke rumah, Shazia segera merogoh ponselnya di dalam tas seraya melangkah ke arah kamar nya. Ia akan menghubungi Emran di kamarnya saja.
Kening Shazia mengernyit heran saat ia mendapati ponselnya dalam keadaan mati. Ia masih ingat betul ketika ke bukit, ponselnya ini dalam keadaan masih menyala dan baterai nya juga full. Tapi kenapa bisa mati ? pantas saja ia tak mendengar suara dering atau merasakan getaran. Dan bodohnya selama di bukit, ia sama sekali tak menyentuh ponselnya.
Shazia lekas menghidupkan kembali ponselnya. Deretan panggilan tak terjawab dan chat dari Emran pun bermunculan setelah ponselnya menyala. Tak hanya Emran, Nisa, sahabatnya pun mengirim pesan menanyakan kenapa hari ini ia tak masuk kerja.
Shazia memilih membalas pesan Nisa terlebih dahulu. Khawatir sahabatnya itu sedang menanti-nanti balasan dari nya.
"Maaf ya, aku baru ngabarin kamu. Cerita nya panjang, Nisa. Nanti kalau kamu ada waktu senggang aku akan ceritakan."
Setelah membalas pesan Nisa, Shazia membuka deretan chat dari Emran hingga chat terakhir dengan mata berkaca-kaca.
"Aku tau kamu sedih, aku tau kamu kecewa pada sikap orang tua ku. Tapi aku mohon, sayang, tolong jangan pernah menghindar dari ku. Tolong jangan pernah pergi dari ku, karena aku enggak akan sanggup jika harus kehilangan mu. Tolong, sayang. Aku rindu. Sangat rindu. Aku betul-betul ingin bertemu dengan mu. Kita perlu bicara."
Air mata Shazia meluruh mengaliri pipi mulus nya. Dia cinta, dia juga sangat merindu, dan ingin sekali bertemu, tapi.....
"Shazia !!"
Shazia segera mengusap air mata nya saat mendengar seruan Aliyah dari depan pintu kamarnya.
Gadis itu lekas bangkit dan berkaca membenarkan wajahnya. Ia tak ingin ada jejak air mata yang masih menempel dan dapat terlihat oleh sang ibu. Setelah dirasa aman, Shazia segera membuka pintu.
Aliyah tersenyum lembut ketika pintu dibuka.
Shazia membalasnya dengan senyuman yang dipaksakan.
"Ibu sudah menyiapkan makan malam. Ayok kita makan sekarang, soalnya ibu akan pergi ke pengajian sebelum isya. Sekalian sholat isya nya nanti di sana saja," tutur Aliyah.
"Sebentar ya, Bu. Shazia mau bersih-bersih dan sholat magrib dulu."
"Lho, kok baru mau sholat maghrib? waktu magrib tinggal beberapa menit lagi, lho."
Shazia tersenyum kikuk. Malu rasanya ditegur seperti ini meski oleh ibunya sendiri.
"Maaf, Bu. Shazia pikir tadi belum masuk waktu magrib," balas Shazia.
Membaca chat dari Emran membuat Shazia tak sadar jika waktu telah memasuki ba'da sholat maghrib. Dan kini, ia hampir saja melewatkan ibadah magrib.
Ketika Shazia pergi ke kamar mandi, Shazia terdiam di depan pintu kamar mandi. Tatapan nya terarah pada pintu yang sudah kembali berdaun yang baru.
"Ibu !!" seru Shazia.
Aliyah yang sedang duduk santai di meja makan pun menoleh.
"Kenapa, sayang?"
"Apa ibu sudah membayar ongkos si tukang yang memasang daun pintu kamar mandi?"
"Enggak," balas Aliyah.
Shazia langsung menoleh ke arah Aliyah." Lho, kok enggak di bayar, bu? Apa ibu enggak punya uang?" Tanya Shazia heran.
"Bukan, tapi kata si tukang biayanya sudah di tanggung semua sama Shaka. Jadi dia enggak nerima uang dari ibu," jelas Aliyah.
Shazia terdiam dan kembali melihat pada daun pintu. Anak itu sok-sokan bayarin tukang. Apa dia pikir, dia banyak duitnya apa? Shazia menggerutu dalam hati, dan ia berniat akan mengembalikan uang Shaka secepatnya. Anak itu pasti memakai uang sekolah nya untuk bayarin tukang.
Setelah makan malam bersama, Aliyah pergi ke sebuah pengajian, dan Shazia memilih istirahat di kamar. Tubuh nya cukup lelah. Gadis itu ingin rebahan dan gulang guling di kasur saja.
Shazia kemudian meraih ponselnya, lalu duduk di atas kasur. Ia berniat hendak membalas pesan Emran. Tapi, gadis itu justru salah fokus pada sebuah pesan baru dari nomer tak ada namanya.
"Sedang apa, sayang?"
Shazia tersenyum membacanya dan langsung membalas.
"Sedang mikirin kamu."
Tak lama pesan nya di balas.
"Masa sih?"
Shazia kembali membalas.
"Hem, maaf ya sudah bikin kamu khawatir. Aku enggak apa-apa kok."
"Kamu serius enggak apa-apa, sayang?"
"Iya, aku baik-baik aja."
"Syukur lah."
"Ya sudah. Besok kita ketemu ya untuk membahas masalah kita."
"Siap, sayang. Dimana dan jam berapa?
"Enak nya ketemu dimana ya?"
"Di cafe Cinta, pinggir danau. gimana?
"Jam ?"
"Terserah kamu, sayang."
"Sorean aja kali ya setelah ashar. Gimana?"
"Siap, sayang."
Chat pun diakhiri dan Shazia meletakkan ponselnya begitu saja. Gadis itu senyam senyum membayangkan jika besok ia akan bertemu dengan Emran.
Shazia kembali meraih ponsel nya dan membuka galeri. Ia ingin melihat foto-foto nya bersama Emran untuk mengobati rasa rindunya pada kekasihnya itu. Tapi......
"Lho, lho, kok......." Shazia langsung duduk tegak dan wajahnya tampak serius melihat pada layar ponsel.
"Kok foto-foto ku sama mas Emran enggak ada !!" gumam Shazia kebingungan.
"Apa enggak sengaja terhapus. Tapi kok bisa?"
Shazia berpikir keras hingga akhirnya, ia merasa sakit kepala dan memilih menyudahi. Gadis itu pikir sudah lah biarkan saja kalau hilang. Toh, besok ia akan bertemu dan bisa foto bersama Emran lagi.
Pagi pun menyapa. Shazia menghampiri sang ibu yang sedang memasak di dapur.
"Lho, kok belum siap-siap?" Tanya Aliyah saat melihat penampilan Shazia yang masih memakai pakaian tidur dan muka bantal.
"Emang nya kamu enggak kerja hari ini?"
"Enggak, Bu. Shazia ijin enggak masuk," jawab Shazia. Terpaksa berbohong.
"Lho, kenapa?"
"Shazia mau bantu-bantu ibu. Bukan nya hari ini ibu mau pindah ke warung makan yang baru?"
Untung Shazia mengingat ucapan ibunya seminggu yang lalu jika hari ini akan pindah ke tempat usaha yang baru. Karena warung makan yang lama sudah tak lagi ber-pelanggan.
Entah lah apa yang membuat warung makan ibu nya itu di tinggal pelanggan. Padahal sebelum nya selalu ramai pengunjung. Kini, warung makan yang sudah berdiri selama lima belas tahun itu berniat akan di jual dan Aliyah menyewa tempat baru untuk membuka usaha nya lagi.
"Kamu serius mau bantu-bantu ibu?"
"Ia dong, Bu."
"Pagi ini ibu mau ke pasar. Apa kamu mau ikut?"
Shazia mengangguk senyum.
Ibu dan anak itu pun pergi ke pasar kaki lima untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan di jual di warung makan yang baru.
"Sepertinya khusus penjual lauk pauk ada di sana deh, Bu," ujar Shazia pada Aliyah seraya menunjuk suatu arah.
Namun, Aliyah hanya diam saja seraya tatapannya fokus ke sesuatu arah.
Sadar jika sang ibu tak merespon, Shazia menoleh pada Aliyah.
" Ibu !!"
"Sebentar, sayang. Itu....seperti nya guru ngaji ibu deh," ujar Aliyah.
"Yang mana, Bu?" Tanya Shazia memandang ke arah yang sama dengan Aliyah.
"Itu yang pakai gamis hitam dan lebar. Yuk, kita samperin dulu."
Aliyah langsung beranjak sebelum Shazia menangapi. Mau tak mau, Shazia akhirnya mengekori kepergian sang ibu.
Aliyah mendekati seorang wanita bergamis lebar. Wanita itu sedang memilah milih sayuran. Di samping nya ada wanita yang membawakan keranjang. Tampaknya wanita itu Art nya.
"Assalamualaikum, Umi !!!"
Wanita bergamis lebar yang di sapa Aliyah itu pun berbalik.
Shazia sontak terbelalak saat melihat wajah wanita bergamis lebar itu dengan jelas.
"Umi !!!"