Lelaki yang sangat ingin kuhindari justru menjadi suamiku?
•••
Kematian Devano dan pernikahan kedua sang Papa, membuat kehidupan Diandra Gautama Putri berubah. Tidak hanya itu, dia menjadi pasangan seorang Kaiser Blue Maverick ketua geng motor HORIZON. Cowok bad boy yang membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tiatricky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Kaiser melihat kearah Diandra dengan tidak suka. Dia berjalan menuju kearah Diandra yang tengah membuka buku. "Dari mana ini buku?."
"Kenzie beliin buat aku. " Diandra menyahut tanpa menatap. Tiba-tiba tangan laki-laki itu memegang kedua pipinya.
Kaiser memandangi wajah gadis itu. Tatapannya terhenti saat melihat bibir tipis gadis itu. Warna pink dan menggoda. Tanpa disadari, pipi laki-laki itu merona merah.
"Heh, cepetan mandi. Udah sore. " Krisna berujar menyadarkan lamunan pasutri baru itu.
Kaiser pun beranjak berdiri dari membungkukkan badannya. Dia berjalan kearah lemari kemudian berbalik badan menghadap Diandra. "Lo jadi istri yang baik layani suami. "
Gadis itu menoleh dan mengangguk kepala. "Aku akan berusaha sebaik mungkin. "
"Nice. " Kaiser menuju kearah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Diandra pun keluar dari kamar menuju kearah dapur. Sudah ada Asih dan Lastri di sana. Gadis itu segera menemui keduanya. "Masak apa? Aku bantuin boleh?."
Asih menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum hangat. "Tidak perlu, Nona. Nona tunggu aja di kursi. Kami berdua yang memasak semuanya. Temani nyonya saja. "
Diandra menoleh ke meja makan. Terlihat seorang wanita yang tengah menunggu sembari membaca majalah. Kakinya melangkah mendekat dan duduk di samping wanita itu."Bunda lagi baca apa sih?."
"Bukan apa-apa sayang. " Selena menyahut sambil menoleh. "Hari ini kamu, Kaiser dan Krisna serta Ayah datang ke acara ulang tahun rekan kerja Ayah. Dandanannya yang cantik ya. "
"Kapan Bun?."
"Malam ini. "
•••
Diandra keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Gadis itu menoleh kearah Kaiser. Mengabaikan laki-laki itu dan duduk di depan meja rias.
Mengeluarkan hairdryer dan mengeringkan rambutnya secara menyeluruh.
Kaiser mengendus-endus aroma yang wangi. Laki-laki itu seketika mencari sumber aroma tersebut."Bau."
Diandra menghela nafas berat. Setelah beberapa saat kering, dia menyisirnya dengan rapi. Mengikatnya seperti buntut kuda. Beranjak dari kursi lalu menatap penampilan Kaiser.
"Katanya Bunda kamu ikut acara ulang tahun rekan Ayah. " Diandra berucap dengan tenang.
Kaiser menghentikan aktivitas belajarnya. Laki-laki itu mendengus dingin. "Nggak. Gue gak mau ikut. Lo aja dah. "
Gadis itu kemudian mendudukkan dirinya di samping Kaiser. Meremas kedua tangannya sendiri. "Kenapa tidak? Kamu nggak suka acaranya?."
Kaiser menoleh pada gadis itu. Dia menelan ludah sendiri saat melihat leher mulus gadis itu. Memalingkan wajahnya dan mengacak-acak rambutnya gusar. Sialan. Terlalu kuat.
"Bukan. Gue gak suka ditanyain berulang-ulang soal perkuliahan nanti. "
Diandra mengangguk kepala mengerti. "Kamu pengennya kerja?."
"Hm. " Kaiser kembali mengerjakan tugasnya. Laki-laki itu sibuk belajar hingga seseorang memasuki kamar mereka berdua.
"Kali ini Lo wajib ikut. Kalau Lo nolak, motornya Ayah sita. "
Kretek
Pulpen yang dipegang Kaiser langsung patah begitu laki-laki itu meremasnya. Dia menatap nyalang Krisna. "Tukang maksa!."
Krisna mengedikan bahu. Dia kemudian beralih pada Diandra. "Dik Dia, siap-siap dandan. Sebentar lagi MUA datang ke sini. Lo harus cantik malam ini. "
Gadis itu mengangguk kepala. Baru saja beranjak dari kursi, tangannya dicekal laki-laki itu. Dia mengernyitkan dahi. "Kamu kenapa?."
"Gue ikut. "
Krisna tersenyum mendengarnya. Dia berkacak pinggang sambil menggelengkan kepalanya. "Bilang aja Lo gak mau jauh-jauh dari Dia. Cieee mulai suka ini ceritanya. "
Kaiser mendengus geli. Dia menyentuh dagu Diandra hingga gadis itu menatapnya. "Gue gak mau bikin Ayah gue malu gara-gara kelakuan Lo. Jangan kepedean!."
"Cih!." Krisna berdecih sinis. "Dik Dia, tahu kan gaun yang harus dipakai malam ini?."
Ketika Diandra hendak menolehkan kepalanya, Kaiser justru menahannya. "I iya. "
•••
Ketiga laki-laki terlihat tampan dengan balutan kemeja hitam dan celana panjang navy. Mereka menata rambut dan pakaian dengan rapi dan bersih.
"Wah, kalian bertiga terlihat tampan ya. " Selena berseru senang dengan berjalan pelan menuju ke ruang keluarga.
Wandi pun beranjak dari kursi dan membantu istrinya duduk. "Jangan tidur di sini, Bun. Ayah khawatir Bunda kenapa-kenapa. "
Selena terkekeh geli mendengarnya. "Nggak papa, Ayah. Ini kan baru sebulan hamilnya. Kaya Ayah nggak kenal Bunda aja. "
Pria itu menghela nafas berat.
Tap tap tap
Suara langkah kaki mengalihkan perhatian mereka berempat. Seorang gadis dengan setelan gaun batik modern turun dari lantai dua. Riasan wajah tampak menambahkan kecantikannya.
Tangan satunya mengangkat sedikit gaun yang cukup panjang. Lalu dia bernafas lega setelah sampai di lantai satu.
"Makin cantik aja menantu Bunda. " Selena tersenyum.
"Sebenarnya dik Dia cantik banget. Cuma kurang dandan aja. Sampai Kai aja nggak kedip. " Krisna melirik Kaiser sambil bercelatuk dengan sengaja.
Bug
Tangan Kaiser reflek menjitak kepala kakaknya kesal. Dia mendengus dingin. "Cih. B aja. " Memalingkan wajahnya kearah lain.
Wandi dan Selena terkekeh geli mendengarnya. Lihatlah, telinga anak kedua mereka memerah karena malu.
"Sepertinya aku sulit jalannya deh. " Diandra memanyunkan bibirnya.
Selena mengerti maksudnya. "Gandengan sama Kai. "
"Kalian berdua ini suami istri. Saling berpegangan tangan bukanlah masalah. Kamu harus gandeng tangan istri Kai. " Wandi menatap putranya dengan peringatan.
Laki-laki itu berdesis jengkel. Dia menatap malas Diandra. "Oke. Aku mau asalkan cewek itu nggak nyusahin gue lagi. "
•••
Di sebuah rumah mewah, tampak acara ulang tahun segera dilaksanakan malam ini juga. Ada beberapa pasangan suami istri dan para anak remaja memasuki rumah tersebut.
Diandra turun dari mobil dengan tangan memegang Kaiser. Laki-laki itu masih diam dengan ekspresi datar. "Maaf ya. "
Sedangkan Wandi dan Krisna berjalan terlebih dahulu.
Mereka berempat memasuki rumah mewah tersebut bersama-sama. Dekorasi rumah dibuat semenarik mungkin dengan meja berjejeran yang terisi berbagai jenis makanan yang ada.
Di tengah ruangan, terdapat kue ulang tahun dengan ukuran besar berdiri dengan kokoh. Terdapat tulisan 'HAPPY BIRTHDAY MR. ANTONIUS. " Dengan angka 56
"Selamat ulang tahun Antonius. " Wandi mengulurkan tangannya pada seorang pria dengan wajah tegas dan berwibawa. Terdapat kumis tipis dan aura maskulin menguar.
"Terima kasih sudah datang ke acara saya Tuan Wandi. " Pria itu menerima uluran tangan dengan senang hati. Bergantian dengan Krisna dan Kaiser.
"Ya ampun, cantiknya menantu Anda. Siapa nama kamu? Saya Julia. " Wanita bernama Julia itu mengulurkan tangannya pada Diandra.
Gadis itu menerima uluran tangan dengan senang. Mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan santun disertai senyuman merekah di bibirnya. "Saya Diandra, Tante. Senang bertemu dengan Anda. "
Julia mengangguk kepala. "Sama, Tante juga senang. "
Antonius tersenyum kemudian dia beralih pada Kaiser. "Akhirnya kamu datang juga di acara ini. Maaf, saya terkadang terlalu kekanak-kanakan. "
Wandi terkekeh geli mendengarnya. "Tidak apa. Terkadang kita perlu bersikap selayaknya anak-anak. Apalagi sering stres karena bekerja keras. "
"Baik. Kita mulai acaranya. " Seorang MC berujar di Mikrofon. Para tamu pun mengalihkan pandangan ke seluruh para hadirin.
Suara tepukan tangan riuh terdengar menggema di ruangan tersebut. Semuanya tampak tidak sabaran lagi. Kecuali Kaiser yang berusaha untuk tetap tenang.
"Kamu nggak suka acaranya?." Diandra merasa bersalah.
Kaiser menolehkan kearah gadis itu. Dia meneguk ludahnya sendiri saat tidak sengaja melihat sesuatu. Laki-laki itu memalingkan wajahnya kearah lain. Beneran gila gue lihatnya.
"Woi! Lo berdua ikut sini!." Krisna berujar dengan berkacak pinggang.
Diandra mengangguk kepala mengerti. Begitu juga dengan suaminya. Mereka berjalan dengan tangan yang bertautan satu sama lain.
"Kalian harus pegangan tangan agar tidak hilang sendiri." Itulah ucapan Wandi yang terngiang-ngiang di kepala pasutri baru itu.
Bersambung...