Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Bab 35
POV Author
"Rasanya ini seperti mimpi. Aku bertemu dengan orang tua kandungku meski hanya tinggal Ibu seorang. Lalu hari ini, aku janjian dengan Mas Arka ke suatu tempat. Ah, bisa gila aku! Kenapa ide itu muncul untuk mengajaknya pacaran pura-pura? Bagaimana aku bisa bertemu dengannya nanti? Sekarang baru terasa malunya. Duh!"
"Aagh!"
Rahayu menutupi wajahnya dengan bantal. Ia berbicara sendiri pada langit-langit kamarnya. Saat ini ia sedang merebahkan diri di atas tempat tidurnya, padahal Ia harus segera bersiap untuk menemui Arka sesuai janji mereka kemarin malam.
Tok... Tok... Tok!
"Nak Ayu, di tungguin Den Arka di gazebo."
Suara Bu Aminah menyadarkan Rahayu akan realita. Rasa malu itu kian menyelimuti dirinya sehingga rasanya ingin membatalkan janjinya saja.
"Duh, gimana ini. Aku belum siap! Apa aku pura-pura sakit saja ya." Gumam Rahayu.
Tok... Tok... Tok!
"Nak?"
"Iya Bu. Saya kesana."
Setelah Rahayu menjawab, tidak ada lagi terdengar suara Bu Aminah di depan pintu.
"Lebih baik, aku chat saja. Aku belum siap ketemu Mas Arka."
Rahayu pun mengirim pesan singkat kepada Arka, kalau dirinya sedang tidak enak badan saat ini.
Pesan tersebut langsung di baca dan dibalas Arka.
Arka : Okey. Kamu jangan lupa minum obat. Setelah itu istirahat ya. Aku tidak lama. Setelah ashar nanti, kita kunjungi lagi ibumu.
Keluar dari satu kesulitan malah muncul yang lain. Rahayu selamanya tidak bisa menghindar dari Arka. Yang akhirnya, ia menjadi kesal sendiri karena ulahnya.
Sementara itu, di tempat berbeda.
Arumi gelisah karena pesannya sejak malam sampai pagi tidak mendapat balasan. Apalagi nomor yang ia hubungi di alihkan ke pesan suara atas bimbingan operator bukan sang pujaan hati.
Liburannya dengan keluarganya baru berjalan 10 hari. Tapi karena Arka tidak bisa di hubungi, Arumi ingin segera balik ke Indonesia dan menemui kekasihnya itu, konon.
Ada apa ini? Kenapa pesanku tidak terkirim padanya? Telepon juga tidak nyambung. Apa yang terjadi dengan Kak Arka? Batin Arumi bertanya-tanya.
Arumi gelisah sambil sesekali menggigit kuku jempol tangannya. Duduknya tak tenang dengan sebelah kaki yang terus bergerak mirip orang sedang menggunakan mesin jahit dengan kecepatan tinggi. Belum lagi wajahnya yang di tekuk seribu membuat siapa saja yang melihatnya sudah pasti akan menjauh dari pada menjadi sasaran empuk nantinya.
Prilaku tidak biasa itu tidak luput dari penglihatan Adinata. Adinata pun mendekat pada putrinya itu.
"Sayang, kenapa cemberut aja sih? Kamu tidak suka kita ke Jewel Changi ini?" Tanya Adinata kepada putrinya.
"Bukan Ayah. Kak Arka tidak bisa di hubungi. Aku jadi cemas." Ungkap Arumi.
"Oh, habis baterai mungkin."
"Tidak Yah, beda! Aku coba telepon tidak bisa sama sekali, dan di alihkan ke pesan suara. Itukan nyambung kan, bukan kehabisan baterai?" Bantah Arumi.
" Mungkin dia sibuk. Sudahlah jangan di pikirkan. Nanti pulang kan bisa ketemu dia. Paling dia jemput ke bandara." Ujar Adinata santai sembari tersenyum.
Namun ucapan sang Ayah tak serta-merta membuat Arumi tenang. Ia tampak berpikir keras, dan merasakan pasti ada sesuatu kepada kekasihnya itu.
"Besok kita pulang saja. Aku akan cari tiketnya."
Tiba-tiba saja Arumi memutuskan demikian sehingga membuat Ibu dan Neneknya sedikit terkejut mendengarnya.
"Loh, kok gitu? Ibu belum belanja-belanja loh Arumi?!" Protes Marlina yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka.
"Belanja kalau sudah di Indonesia kan bisa Bu?!" Jawab Arumi kesal.
Di saat ia sedang cemas, sang Ibu malah tidak mendukungnya dan memikirkan soal belanja.
"Beda dong sayang disini sama disana. Ibu pengennya disini, kan jarang-jarang kita ke sini." Ujar Marlina.
"Pokoknya aku mau pulang!" Arumi masih pada pendiriannya.
"Sudah! Sudah! Begitu pulang nanti, tunangkan saja mereka, Adinata." Ujar Warsih.
Atas keputusan mendadak Arumi itu, suasana keluarganya menjadi tidak nyaman.
"Kapan kita pulang? Aku maunya besok paling lambat!" Perintah Arumi.
"Nikmati sajalah dulu Arumi, kalau kamu putus dengan Arka, toh masih banyak pemuda lain yang lebih kaya." Ujar Adinata dengan santainya.
Wajah Arumi memerah karena menahan amarah mendengar ucapan Ayahnya. Ia sangat kesal sang Ayah menganggap hubungannya dengan Arka begitu sepele. Padahal ia sudah sangat senang bisa menjadi kekasih Arka yang dulu begitu susah ia raih.
"Terserah kalau Ayah dan Ibu yang juga Nenek masih mau disini! Yang jelas aku mau pulang besok!"
"Loh, tidak bisa gitu dong Nak. Nanti yang bayari semua siapa selama kami disini?"
Kening Arumi berkerut semakin kesal.
"Ya Ayah lah! Uang Ayah kan ada Bu?! Apa harus aku semua? Sudah banyak loh, aku memberi untuk Ayah dan Ibu! Aku ingin segera menemui pacarku, kenapa kalian malah tidak mendukungku?! Padahal kalian selama ini sudah menikmati apa yang aku bawa dari rumah itu!"
Akhirnya Arumi meledak juga. Buah jatuh tidak jauh dari pohon. Begitu pepatah mengatakan kebenarannya. Sifat asli Arumi mulai keluar, mirip dengan sifat orang tuanya.
"Hentikan! Kita pulang besok." Ujar warsih.
"Tapi Bu...!"
"Tidak ada tapi-tapi, Adinata, Marlina. Kebahagian cucuku lebih penting! Ayo kita bersiap untuk pulang. Arumi, segeralah pesan tiket untuk kita semua." Perintah Warsih.
"Baik Nek."
Adinata dan Marlina merasa kesal kalah dari anak. Padahal ini pertama kalinya mereka liburan ke luar negeri dan menikmati kemewahan sebagai orang kaya baru, konon. Padahal masih ada yang jauh lebih kaya dari mereka yang sebenarnya masih bukan apa-apa.
Harta yang di bawa Arumi membuat sifat tamak dan serakah mereka lebih mendominasi. Apalagi mereka sudah cukup lelah harus hidup pas-pasan sebelum Arumi hadir di dalam keluarga mereka.
Tidak boleh, cucuku tidak boleh sampai membenci kami. Warisan itu terlalu banyak untuk dia gunakan sendiri. Dan lagi pula, dia belum bisa mengelolanya dengan baik. Batin Warsih.
Pada akhirnya semua pun mengemasi barang-barang mereka. Arumi memesan tiket pulang di pagi hari, sehingga mereka pun tidak bisa bepergian jauh dari Hotel tempat mereka menginap.
"Kenapa sih anak itu begitu Yah? Sifatnya itu, tidak seperti Rahayu yang menurut sama kita. Pasti disana dia tidak di didik dengan benar oleh wanita gila itu!" Sungut Marlina ketika mereka sedang berada kamar mereka sembari membereskan barang-barang yang akan di bawa pulang besok.
"Sudahlah. Yang penting dia tidak pelit sama kita." Ujar Adinata.
"Ya tidak bisa gitu dong Yah. Kita ini orang tuanya, seharusnya dia menurut sama kita, bukan kita yang ikut kemauannya."
Adinata tidak berkomentar lagi. Apa yang diucapkan istrinya, ada benarnya juga. Tetapi melihat dari sifat Arumi, sepertinya ia tidak bisa bersikeras kepada anaknya itu. Apalagi Arumi memiliki kekayaan yang berlimpah di masa depannya. Jadi, lebih baik membuat hati anaknya itu senang saja dari pada membuatnya marah seperti hari ini, mereka terpaksa harus menghentikan liburan mereka padahal masih ada 4 hari lagi.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mas aji sengaja bust Kamu cemburu agar Kamu siap mental' ka, biar mau belajar kelola perusahaan .. kan calon penerus Kakek Sugeng
orang' ayu ituu jodohmu ka
kapan arka bisa bersatu sama Rahayu