My Hot Gigolo

"Kemana Zio? Kenapa dia tidak masuk hari ini?" tanya Xander karena tidak mendapati wujud pria itu.

"Aku juga tidak tahu, mungkin dia kira hari ini masih weekend." jawab Jessica yang sudah bergelayut manja di tangan Xander.

"Aku merindukanmu, Xan." goda Jessica yang sudah meraba-raba dada bidang Xander.

"Shhh, aku juga, Baby."

"Emm apa semalam berhasil?"

Xander menangkap tangan Jessica lalu menciumnya, "Biarkan aku menuntaskannya dulu setelah itu aku akan menjawab pertanyaanmu."

"Rooftop?"

"Dimanapun, asal bersamamu."

Benar-benar pagi yang begitu panas. Kedua sejoli itu memadu kasih dengan liarnya. Entah kenapa Xander memang lebih sering melakukannya di kantor apalagi semenjak Jessica ikut bekerja bersamanya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." tuntut Jessica saat mereka selesai dengan kegiatannya.

Xander menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka, "Aku gagal."

"What?"

"Dia kedatangan tamu, jadi aku tidak bisa menyentuhnya."

"Jadi kita harus menunggu lagi?" kesal Jessica yang lama kelamaan mulai bosan.

"Sebenarnya aku curiga Arabelle mandul." Xander mengeluarkan unek-uneknya.

"Jika benar wanita itu mandul, maka sia-sia kau menikahinya Xan!"

"Itu baru dugaanku. Atau mungkin dia memang menunda kehamilan dengan cara meminum obat pencegah secara diam-diam. Aku sedang mengawasinya."

"Lama-lama aku jenuh, Xan."

"Apa maksudmu?"

"Selama ini aku terus menunggumu, dari dirimu yang tidak mempunyai apa-apa sampai sekarang, aku butuh kepastian!"

Xander mengernyit bingung, "Kepastian apa yang kau bicarakan, Baby?"

"Benarkah kau lupa? Kau meminta waktu kepadaku selama satu tahun Xan, lalu sekarang?"

Xander ingat, dia tidak lupa. Dia memiliki janji pada Jessica untuk menunggunya satu tahun lagi tepat saat dia akan menikahi Arabelle.

"Aku sedang berusaha, Jessie. Kau tahu? Aku melakukan semua ini untuk dirimu juga jadi kumohon bersabarlah sebentar."

"Cepatlah berpakaian. Kita harus bekerja, jika tidak saudara-saudaramu akan mengambil alih posisimu dengan mudah." Jessica sengaja mengalihkan pembicaraan. Moodnya tiba-tiba rusak.

"Jessie!" panggil Xander sekali lagi tapi tidak digubris.

Xander membuang nafasnya dengan kasar, belum cukup dia pusing memikirkan Arabelle dan sekarang dia harus memikirkan kekasihnya yang sedang merajuk. Memang sebaiknya dia bermain kasar sejak awal supaya tidak banyak drama seperti ini.

Tanpa Xander ketahui jika mansion sedang dalam keadaan gawat, ada seseorang yang dengan sengaja melempar tiga peledak ke halaman.

Semua pengawal yang berjaga berhamburan untuk memastikan keadaan sekitar.

Arabelle tersenyum senang, karena dia yakin ini semua adalah ulah Sean. Wanita itu berlari menuju gerbang belakang mansion namun tanpa disadari ternyata ada seorang pelayan yang memergokinya.

"Nona Arabelle kabur!"

Beruntung Arabelle sudah memulihkan tenaganya, dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk berlari secepat mungkin.

Para pengawal itu mulai mengejar dirinya, dia benar-benar seperti seorang tawanan yang kabur dari penjara. Arabelle berlari menuju ke persimpangan jalan, dan beruntungnya disana Sean sudah menunggunya.

Cukup dua langkah lagi, tapi tiba-tiba saja tubuh Arabelle ambruk. Wanita itu tergeletak tidak sadarkan diri.

"Ara!" Sean bergegas turun dan mengangkat tubuh Arabelle masuk ke dalam mobilnya. Dari kejauhan dia sudah melihat beberapa orang berseragam yang mengejar Arabelle.

Sean langsung menginjak pedal gas, apalagi mereka sudah semakin dekat.

"Sial!"

"Bagaimana bisa kita kecolongan."

"Satu wanita berbanding dengan kita? Memalukan!"

"Hubungi Tuan Xander sekarang juga!"

...---...

Akhirnya Sean bisa bernafas dengan lega karena Arabelle sudah ada bersamanya. Keadaan Arabelle memang tidak sadarkan diri tapi Sean tidak akan membawanya ke rumah sakit, dia lebih memilih untuk membawa wanita itu ke apartemennya. Tak lupa dia juga menghubungi dokter untuk datang.

"Tolong periksa dia, Dok."

"Apa dia pacarmu?"

"Dia temanku." bantah Sean malu-malu.

Dokter itu tersenyum simpul, dia mulai memeriksa pasiennya dengan alat-alat saktinya.

"Dia baik-baik saja, hanya kelelahan. Apalagi dia sedang hamil muda. Sarankan dia untuk bedrest sampai kondisinya membaik."

"What? Hamil Dok?" pekik Sean.

"Kenapa? Apa dia hamil anakmu?" tanya Dokter itu lagi.

Lagi-lagi Sean membantahnya. Apa-apaan ini? Arabelle memutuskan perceraian disaat dirinya sedang berbadan dua?