Aku masih ingat tangisan, tawa dan senyum pertamanya. Aku juga masih ingat langkah pertamanya. Saat dia menari untuk pertama kali. Saat dia menangis karena tidak bisa juara kelas. Aku masih ingat semuanya.
Dan sekarang, semua kebahagiaan itu telah direngkuh paksa dariku.
Aku tidak memiliki apa-apa selain dia
Dialah alasanku untuk hidup sampai sekarang.
Tidak bolehkah aku menghukum perampas kebahagiaanku?
Ini adalah novel diluar percintaan pertama penulis, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Danu Hoiro Pamungkas
Mahasiswa Universitas swasta terkenal di kota J. Berusia dua puluh tahun dan merupakan putra kedua anggota dewan negeri ini. Pelaku pertama yang menyerang Tia secara seksual.
Sean Wahyudi Hartono
Mahasiswa Universitas luar negeri yang sedang berlibur di kota ini. Usia dua puluh satu dan putra terakhir salah seorang pengusaha kaya yang bergerak dalam bidang penanaman saham. Pelaku yang melempar Tia dari dalam mobil. Membuat sayatan panjang dan menyebabkan kematian Tia.
Dan,
Fahim Aruman Ilmi
Usia sembilan belas tahun, kelas tiga di Sekolah Menengah Atas . Hanya setahun di atas Tia? Merupakan satu-satunya pelaku yang DNA nya tidak ditemukan dalam tubuh putrinya. Tapi pencetus kejahatan karena anak itu adalah pelaku yang memaksa Tia masuk ke dalam mobil.
Yang membuat Ratna tidak percaya, ternyata Fahim adalah putra kepala sekolah tempat putrinya bersekolah. Putra pertama kepala sekolah SMA 67? Anak kepala sekolah Tia? Jadi anak ini senior di sekolah putrinya? Bagaimana bisa anak ini tega pada Tia?
Berarti apa yang dipikirkan Ratna di kantor polisi kemarin benar adanya. Mobil-mobil mewah kemarin bertujuan untuk menjemput anak mereka yang jahat pulang.
Padahal
Padahal,
Tia ... Tidak akan pernah bisa pulang lagi.
Putrinya tidak akan pernah lagi bisa dipeluk oleh Ratna.
Dan para pelaku bisa melanjutkan kehidupan mereka seperti tidak terjadi apapun. Hanya karena kekuatan kekayaan dan pengaruh orang tua ketiganya.
Apakah Ratna harus membuat kasus Tia viral hanya agar ketiganya dihukum? Tapi apakah dengan kekuatan harta dan pengaruh ketiga orang tua pelaku, hukum bisa berlaku adil untuknya?
"Tia, bagaimana ini?" tanyanya pada ruang kosong dan gelap di rumahnya.
Senin datang dan Ratna kembali bekerja. Tapi jiwanya telah terkuras habis karena memikirkan masalah kasus putrinya. Membuat pekerjaan yang dilakukan menjadi berantakan.
Dia terus berpikir tentang ketiga pelaku itu bersama keluarga mereka yang diuntungkan.
Sampai suatu saat pekerjaannya begitu berantakan sampai atasan Ratna memanggil.
"Sudah seminggu ini pekerjaanmu berantakan. Semua yang kau kerjakan tidak ada yang benar sama sekali" kata atasannya dengan nada bicara tegas.
"Maaf Pak" jawab Ratna tidak bisa membela diri.
"Bagaimana kalau kau mengambil cuti? Satu atau dua Minggu? Kalau perlu satu bulan dengan resiko tidak menerima tunjangan kinerja?"
Bersikeras untuk bekerja disaat pikirannya sedang kacau seperti ini pasti akan membuat rekan kerja lainnya merugikan. Dan Ratna tidak ingin menjadi penyebab kerugian orang lain. Dia harus paham kalau dirinya memang berubah jauh sejak kematian putrinya.
"Baik. Maaf Pak" jawabnya pasrah.
"Kau adalah pegawai yang selalu berdedikasi pada pekerjaan. Disiplin dan profesional. Tapi untuk masalah ini, aku juga tidak bisa menyalahkan mu. Pasti akhir-akhir ini sangat berat bagimu. Kami semua mengerti. Karena itu ... sebaiknya istirahatlah untuk sementara waktu!"
"Baik Pak"
Ratna berbalik dan keluar dari ruangan atasannya. Membereskan meja, memberikan pekerjaan yang belum selesai ke rekan kerja dalam bagian yang sama. Lalu mengambil tas dan tempat minumnya.
"Aku akan datang setiap akhir pekan. Dan jangan pernah mematikan ponselmu" kata Yani yang menatapnya dengan wajah penuh kekhawatiran.
Ratna mengangguk dan mencoba untuk tersenyum walau sedikit. Kemudian dia melangkah keluar dari kantor. Masuk ke dalam mobil dan meletakkan kepalanya yang berat di atas setir.
"Apa yang harus mama lakukan, Tia?"
Dia ingin ketiga pelaku dihukum setimpal dengan kejahatan mereka. Tapi tidak ingin wajah dan aib putrinya menjadi konsumsi publik luas.
Namun, bagaimana caranya melawan tiga orang dengan pengaruh dan kekayaan sebesar itu? Sedangkan dia hanya staff rendahan yang tak punya jabatan sama sekali.
"Maafkan Mama, sayang. Maafkan mama, Nak" katanya lalu menangis.
Besoknya, Ratna hanya menghabiskan waktu di atas ranjang. Dia merasa sangat tertekan dengan semuanya dan memilih untuk terus tidur.
"Jangan!!!!! Lepaskan!!!! Lepas!!!!" jerit Tia saat dua tangannya ditahan oleh laki-laki dengan seragam yang sama dengannya.
"Diam!!! Berisik! Kita hanya mau berkenalan. Dengan lebih intim" ucap laki-laki lainnya lalu membuka kaki Tia lebar-lebar.
Tia terus menjerit meski mulutnya dibungkam dan ketika anak laki-laki itu memaksanya, Ratna terbangun.
Tubuhnya diselimuti keringat yang mengucur. Dia merasa ngeri bercampur geram lalu menangis selama beberapa jam.
Dia begitu putus asa dan merana karena tidak memiliki pilihan lain untuk menghukum pelaku yang telah membunuh putrinya. Bahkan polisi yang dia harapkan berdiri tegak di depannya, kini telah dipindahkan begitu saja. Tanpa alasan yang jelas.
Tidak tahu jam berapa, Ratna keluar dari rumah. Terus melangkah tanpa tujuan yang pasti. Dia ingin melupakan ketidakmampuannya sebagai seorang ibu yang tidak bisa membela hak putrinya. Yang jelas-jelas menjadi korban kejahatan.
Lama sekali Ratna berjalan dan saat angin berhembus cukup keras. Dia menyadari telah berada di atas jembatan kota. Ratna menengadah dan melihat langit malam yang gelap. Ketika melihat ke bawah, dia menemukan air hitam dengan riak tenang. Seolah memanggilnya untuk bergabung dalam ketenangan yang kelam.
Ratna berdiri tepat di pinggir jembatan yang dibatasi oleh pagar beton. Hanya satu langkah lagi dan dia tidak akan lagi berada dalam dunia yang sepi ini lagi. Semua orang yang dia sayangi juga telah menyeberang ke dunia lain. Mungkin ini saatnya dia menyusul.
"Mama" kata Tia lalu memegang tangan Ratna.
Ketika itu Ratna menghadiri acara lulus Sekolah Menengah Pertama Tia. Sendirian saja disaat semua orang tua lainnya hadir bersama pasangan mereka.
"Apa Nak?" jawabnya.
"Tia senang mama udah ada disini. Meski tidak ada papa, tapi mama selalu ada untuk Tia"
Ratna memandang wajah cantik Tia. Putrinya memang cantik dengan kulit putih tak bernoda.
"Karena mama sayang sama Tia" jawabnya lalu membingkai wajah putrinya.
"Nanti, kalau Tia sudah lebih besar dari sekarang. Tia yang akan selalu melindungi mama. Selalu ada untuk mama dan tidak akan membiarkan mama diganggu siapapun" janji putri cantiknya itu.
"Benar? Tia yang selalu melindungi mama?"
"Iya. Tia pasti menjadi lebih kuat. Kalau ada yang menyakiti mama. Tia yang akan melawan mereka. Apalagi yang suka bicara jelek karena status mama"
Ratna ingat sekali janji Tia saat itu. Sayang sekali janji itu tidak tercapai karena putrinya yang cantik telah pergi terlebih dahulu.
Dan semua itu karena Ratna gagal melindungi putrinya. Sebagai satu-satunya orang tua Tia, Ratna telah gagal melakukan tugasnya. Tapi tidak berarti dia harus diam saja.
Dia harus membalas semua orang yang tanpa hati menyakiti putrinya. Kalau tidak bisa mengandalkan polisi, maka Ratna hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Ratna melangkah mundur dari tepi jembatan dan bertekad.
Meski dengan kemampuan terbatas dan waktu lama, dia tidak akan pernah berhenti mencari cara agar ketiga pelaku bisa dihukum sesuai dengan kejahatan mereka.