Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cahaya kecil
Setelah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, Kirana menjalani hari-harinya dalam tekanan berat. Kehidupan di balik jeruji besi tidak memberinya ruang untuk bernapas. Narapidana lain memandangnya dengan penuh kebencian. Mereka tahu siapa Kirana dan apa yang telah dia lakukan di masa lalu. Julukan wanita iblis sering kali terdengar di lorong penjara, menghantam mentalnya tanpa ampun.
Namun, Kirana tidak menunjukkan kelemahannya. Dia belajar bertahan dengan memasang topeng dingin, menutupi rasa takut dan penyesalannya. Setiap malam, ketika semua orang tertidur, Kirana duduk diam di sudut selnya, memikirkan dosa-dosa yang telah dia perbuat.
Hingga suatu hari, dunia kecilnya terguncang. Ia mulai merasa mual setiap pagi dan tubuhnya lemah. Setelah beberapa kali diperiksa oleh petugas medis penjara, Kirana menerima kabar yang tak pernah ia duga, dia sedang hamil.
Berita kehamilan Kirana menyebar dengan cepat, baik di dalam maupun di luar penjara. Para narapidana membicarakannya tanpa henti, menuduh Kirana memanfaatkan seseorang di dalam untuk mendapatkan perhatian. Bahkan petugas penjara pun terbelah, beberapa menunjukkan simpatinya, sementara yang lain memandangnya dengan jijik.
Ketika berita itu sampai ke media, masyarakat menjadi gaduh. Banyak yang mengecam, menyebut anak yang dikandung Kirana sebagai “bibit psikopat.” Mereka percaya bahwa seorang wanita seperti Kirana tidak pantas menjadi seorang ibu, apalagi membawa anak ke dunia ini. “Darah ibunya adalah racun,” tulis salah satu artikel berita yang viral di media sosial.
Kirana mendengar semua hinaan itu, tetapi ia tetap diam. Baginya, tidak ada gunanya melawan. Ia hanya memiliki satu fokus, melindungi anak yang ada di dalam kandungannya.
Yang tidak diketahui banyak orang adalah siapa ayah dari bayi itu. Di balik semua spekulasi, Kirana menyimpan rahasia besar. Ayah dari anaknya adalah Arka, pria yang bertanggung jawab atas penangkapannya.
Beberapa bulan sebelum kehamilannya, hubungan Kirana dan Arka berubah di luar dugaan. Dalam sesi interogasi panjang yang diisi dengan ketegangan emosional, mereka mulai membangun koneksi yang tak bisa dijelaskan. Arka, yang awalnya memandang Kirana sebagai penjahat keji, mulai melihat sisi lain dari wanita itu. Di balik semua kejahatannya, Kirana adalah seorang manusia yang terluka.
Pada malam itu, setelah salah satu interogasi intensif, keduanya terjebak dalam momen yang melibatkan emosi lebih dari logika. Kirana, dalam keadaan rapuh, membuka diri sepenuhnya kepada Arka, dan Arka, yang dilanda simpati, tidak bisa menahan perasaannya. Hubungan itu hanya terjadi sekali, tetapi dampaknya sangat besar.
Namun, setelah malam itu, Arka menjauh. Rasa bersalahnya sebagai penegak hukum membuatnya tak berani menghadapi Kirana. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa apa yang terjadi adalah kesalahan yang tidak boleh terulang.
Kehamilan Kirana menjadi tantangan besar di dalam penjara. Narapidana lain semakin membenci dirinya. Mereka memandang Kirana dan anaknya sebagai ancaman. Beberapa bahkan berbisik bahwa anak itu akan tumbuh menjadi “iblis kecil.”
Pada suatu malam, seorang narapidana mencoba menyerang Kirana di kantin penjara, menyebutnya sebagai “pembawa kutukan.” Kirana melindungi perutnya dengan tangan gemetar, sementara petugas datang untuk menghentikan keributan.
Petugas akhirnya memutuskan untuk memindahkan Kirana ke sel isolasi demi keselamatannya. Di dalam kesendirian itu, Kirana punya banyak waktu untuk merenung. Ia mulai menulis surat-surat untuk anaknya, mencoba menuangkan semua harapan yang ia miliki, meskipun dunia di luar menolaknya.
"Kepada anakku yang belum lahir,
Aku tahu kau akan menghadapi banyak kebencian bahkan sebelum kau membuka mata. Tapi percayalah, kau adalah sesuatu yang indah di dunia yang gelap ini. Kau bukan diriku. Kau punya kesempatan untuk menjadi lebih baik. Aku akan melindungimu dengan seluruh hidupku."
---
Ketika berita kehamilan Kirana sampai ke telinga Arka, ia merasa hatinya remuk. Ia tahu bayi itu adalah darah dagingnya, tetapi ia juga tahu bahwa mengakui hal itu bisa menghancurkan karier dan reputasinya. Namun, yang lebih mengganggu pikirannya adalah bagaimana bayi itu akan hidup di dunia yang penuh kebencian ini.
Arka memutuskan untuk menemui Kirana di penjara. Ketika mereka bertemu, Kirana hanya menatapnya dingin.
"Kenapa kau tidak memberitahuku, Kirana?" tanya Arka dengan nada terluka.
Kirana menghela napas panjang. "Apa gunanya, Arka? Lebih baik kita jalani hidup kita masing-masing. Aku tidak ingin kau terbebani dengan adanya anak di dalam perutku ini."
Arka terdiam. Ia tahu Kirana benar. Ia memang mencoba melupakan apa yang terjadi, tetapi sekarang ia harus bertanggung jawab. "Aku ingin membantu. Aku ingin ada untukmu dan anak kita," kata Arka pelan.
"Tidak perlu," jawab Kirana tegas, meski air matanya hampir jatuh. "Dunia sudah cukup membenci aku. Jangan biarkan mereka menghancurkanmu juga."
---
Ketika kandungannya semakin besar, kebencian masyarakat terhadap Kirana semakin memuncak. Demonstrasi kecil-kecilan muncul di luar penjara, menuntut agar bayi Kirana tidak diizinkan lahir. "Monster melahirkan monster," teriak salah satu demonstran.
Namun, ada segelintir orang yang membela Kirana. Seorang aktivis hak asasi manusia menyatakan, "Setiap anak berhak mendapat kesempatan. Tidak peduli siapa ibunya, dia adalah manusia yang tidak bersalah."
Di dalam penjara, Kirana terus berjuang. Ia menghadapi ancaman, hinaan, dan kesendirian dengan ketegaran luar biasa. Ia bertekad membuktikan bahwa anaknya bukanlah seperti yang mereka katakan.
---
Hari kelahiran tiba. Kirana dibawa ke rumah sakit dengan pengawalan ketat. Media mengabadikan momen itu, memperbesar kontroversi yang sudah ada.
Kirana melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat. Saat ia memegang anaknya untuk pertama kali, air mata jatuh tanpa henti di pipinya. Dalam momen itu, ia merasa bahwa hidupnya, yang selama ini penuh dengan kegelapan, akhirnya memiliki arti.
Arka, yang diizinkan masuk, berdiri di sudut ruangan, menyaksikan pemandangan itu. Bayi itu adalah bagian dari dirinya, dan ia merasa campuran emosi yang rumit, bangga, takut, dan penuh cinta.
"Dia sempurna, Kirana," bisik Arka dengan suara serak.
Kirana menatapnya, mata mereka bertemu dalam keheningan.
Setelah kelahiran, Kirana menghadapi tantangan baru. Ia tahu bahwa membesarkan anak di dalam penjara tidaklah mudah. Namun, ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk memberikan segalanya bagi anaknya, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
Di sisi lain, Arka memutuskan untuk mengakui bayi itu sebagai anaknya, meskipun langkah itu menghancurkan kariernya. Ia tahu ia harus melindungi anak itu dari dunia yang kejam.
Di penjara, Kirana melanjutkan menulis di buku catatannya. Setiap kata yang ia tuliskan adalah doa dan harapan untuk anaknya.
Kau mungkin lahir di tempat yang gelap, tetapi kau adalah cahayaku. Kau adalah kesempatan yang aku pikir tak pernah kumiliki. Jangan biarkan dunia ini merusakmu. Jadilah lebih baik dari kami semua.
Cerita Kirana dan anaknya menjadi simbol perdebatan panjang tentang moralitas dan kesempatan kedua. Meskipun masa lalu Kirana kelam, ia berjuang keras untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anaknya. Dunia mungkin tidak memaafkannya, tetapi Kirana percaya bahwa anaknya akan membawa perubahan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk dunia.