Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DEKAT
Di satu sisi, Seanna masih panik dengan keadaan Ezra. Shavinna dan Glori berusaha menenang kan sahabat nya itu. Mereka yakin Ezra tak akan kenapa-napa. Sementara itu Reza hanya duduk dengan perasaan yang gelisah. Tampak nya Reza sangat khawatir pada Mona. Aelin juga sibuk sendiri dengan Hp nya. Mereka duduk berseberangan dan tak berbicara apa pun dari tadi. Entah mengapa karena kehadiran Mona hubungan mereka menjadi renggang.
Tak lama kemudian, akhirnya kedua orang tua nya Seanna baru sampai di sana.
“Bunda,” sahut Seanna dengan mata yang terlihat sembab.
“Kok bisa sih sayang. Kamu gapapa kan?” tanya bunda nya Seanna yang khawatir.
“Aku gapapa, tapi Ezra, Bund. Harus nya tadi dia ga usah ikut,” Seanna mulai menyesal.
“Dia kan cowo, kamu ga usah khawatir. Kita berdoa aja,” tambah Ayah nya Seanna.
“Sebastian mana? Kok kamu ga sama dia sekarang?” timpal Bunda nya Seanna.
“Naureen meninggal, Bun. Sebastian sama yang lain lagi ke rumah nya,” mendengar ucapan Seanna membuat Ayah dan Bunda nya terkejut.
“Naureen? Kok bisa? Memang nya dia ikut ngumpul tadi? Kamu ga kenapa-napa kan Seanna?” Ayah nya Seanna berusaha memastikan.
“Aku juga ga tahu, Yah. Kabar kematian nya di sebar di grup tadi,” ucap Seanna.
“Aduh, kok jadi tambah ngeri sih?” Seanna hanya terdiam mendengar ucapan Bunda nya itu.
Memang benar, sekarang keadaan nya sudah di luar prediksi. Keselamatan mereka semua sudah sangat terancam sekarang. Tak lama setelah kedua orang tua nya Seanna tiba, dokter sudah keluar dari ruang medis.
“Gimana keadaan Ezra dok?” sahut Bunda nya Seanna yang panik.
“Peluru nya sudah di angkat. Untung saja tidak sampai di amputasi. Tapi kemungkinan besar masa pemulihan nya akan menghabiskan waktu yang lama. Jadi pemulihan nya harus di perhatikan terus. Pasien tidak boleh banyak bergerak dulu,” jelas dokter itu.
Seanna cukup tenang setelah mendengar penjelasan dokter.
“Pasien atas nama Mona bagaimana keadaan nya, Dok?” tanya Glori yang merasa sangat khawatir sedari tadi.
“Pasien hanya pingsan karena pengaruh obat. Tidak akan membahayakan kondisi pasien. Sekarang pasien hanya butuh istirahat saja,” Reza ikut tenang mendengar ucapan Dokter.
“Apa sudah boleh di jenguk, Dok?” celetuk Reza.
“Sudah boleh, silahkan masuk saja,” Reza langsung masuk tanpa basa-basi setelah mendengar jawaban Dokter.
Semua orang menyusul langkah Reza untuk masuk ke dalam. Tapi tampak nya Aelin tidak ingin masuk ke dalam.
“Kakak ga ikut masuk?” tanya Shavinna.
“Ayo masuk aja, Kak,” ajak Glori.
“Aku nanti aja deh. Kalian duluan aja,” balas Aelin yang tampak lelah.
“Beneran, Kak? Atau mau aku temenin di sini aja?” Shavinna khawatir dengan keadaan Aelin sekarang.
“Kalian masuk aja dulu. Aku mau istirahat sebentar di sini.” Shavinna dan Glori tahu bahwa Aelin butuh waktu sendiri sekarang, jadi mereka meninggalkan Aelin sendiri di luar.
Aelin hanya duduk termenung di luar. Ia tahu sekarang ini sikap nya terlalu berlebihan, namun terkadang ia lelah juga.
“Aelin!” seru seorang perempuan yang menggunakan mantel coklat.
“Kate? Kamu sendirian ke sini? Evan tahu ga? Nanti apa dia ga marah sama kamu? Kamu ke sini naik apa?” Aelin menanyakan terlalu banyak hal pada Katrine.
“Udah. Kamu ga usah khawatir. Jadi, sekarang kamu mau nangis dulu atau makan dulu?” ucapan Katrine langsung membuat mata Aelin berkaca-kaca.
“Makan, aku laper. Kaki ku lemes dari tadi, tapi ga ada yang peka,” balas Aelin yang lelah berpura-pura dari tadi.
“Sini aku gendong tuan putri,” canda Katrine.
“Haha, memang nya kamu kuat?” balas Aelin dengan mata dan hidung yang mulai memerah.
“Kuat dong, ayo,” jawab Katrine sambil memberikan mantel nya pada Aelin.
“Ga heran Evan nyaman sama kamu. Temenin aku bentar ya?” Aelin akhirnya di topang Katrine menuju kantin rumah sakit itu.
Mereka akhir nya sampai di kantin rumah sakit. Katrine langsung bergegas memesan makanan untuk Aelin.
“Menurut mu aku salah ga sih di sini?” tanya Aelin tiba-tiba.
“Salah,” jawab Katrine yang tampak serius.
“Iya, ya? Aku juga ngerasa gitu sih, aku terlalu egois. Wajar kalau mereka jadi deket lagi,” rasa nya air mata Aelin ingin mengalir deras sekarang.
“Iya, kamu egois, Aelin. Kamu egois sama diri mu sendiri,” ucapan Katrine membuat Aelin kebingungan.
“Maksud nya apa?” tanya Aelin.
“Aku kesel sama sikap mu yang kaya gini. Kamu ngelakuin kesalahan besar tadi. Seharus nya kamu jambak aja rambut cowo sok ganteng itu. Apa kamu mau aku aja yang jambak nanti?” Aelin tertawa mendengar ucapan Katrine yang sangat tak terduga.
“Sumpah, Kate. Aku udah serius tadi,” Aelin tertawa sampai air mata nya keluar.
Katrine hanya terdiam melihat Aelin yang tertawa dengan kencang hingga suara nya memenuhi seisi kantin. Perlahan ekspresi Aelin berubah, dan Katrine sudah menebak hal itu dari tadi.
“Nangis tinggal nangis aja. Ga ada yang peduli sama kamu kecuali aku sekarang. Jadi lampiasin aja semua nya,” sahut Katrine tanpa basa-basi.
“Aku capek loh dengerin janji sialan nya itu. Dari dulu sampai sekarang dia masih aja bohongin aku. Kata nya dia udah ga ada hubungan sama cewe itu. Nyata nya dia sendiri ga tahu perasaan nya yang sebenar nya. Dari tadi aku nahan diri biar ga mukul cewe itu. Tapi aku tahu dia ga salah di sini. Cowo ga jelas itu aja yang nyebelin. Gimana pun hubungan mereka memang lebih deket dulu. Aku capek, Kate.” Aelin mencurah kan segala kekesalan nya pada Katrine.
Katrine memberikan reaksi yang membuat Aelin tenang. Hubungan pertemanan mereka memang terbilang baru, tetapi tak bisa di pungkiri bahwa Katrine adalah orang yang paling mengerti Aelin.
“Kamu berhak egois, Aelin. Kata nya mau tunangan dua bulan lagi. Terus kenapa kamu masih aja ngerasa kalau Reza berhak milih cewe lain? Kalau dia kaya gini terus, itu nama nya dia ga serius sama hubungan ini. Pilihan mu cuma dua, tinggalin atau tampar langsung dia dan tanya gimana kelanjutan hubungan kalian,” ucap Katrine yang terbawa emosi.
“Kamu bener. Sekarang aku udah siap, ayo kita ke sana,” ajak Aelin, karena energi nya sudah kembali lagi setelah makan.
Saat mereka berdua ingin kembali ke ruang medis, tiba-tiba saja Aelin menghentikan langkah nya saat melihat Reza dan Mona berdiri di depan jendela kantin rumah sakit. Seperti nya mereka sedang membicarakan hal yang serius. Tanpa basa basi Katrine langsung menarik tangan Aelin dan menghampiri Reza.
“Aelin? Katrine?” sahut Reza yang terkejut.
“Mata kamu kenapa, Aelin?” tanya Mona.
“Serius nih kalian ga tahu? Kalian emang ga tahu atau pura-pura oon aja sih?” entah mengapa Katrine tampak lebih kesal dari pada Aelin.