Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.
Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35_Jilat
Laki-laki itu bangun perlahan, berjalan jongkok, tangan kiri memegang perutnya sendiri dan tangan kanan menyapu lantai, menyatukan muntahan Anz yang masih berserakan.
Anz melihat apa yang di lakukan laki-laki kurus itu, menyapu muntahannya langsung dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu apapun, mulai merasakan mual kembali, isi perutnya bagaikan naik turun lagi. Genangan air mata dalam kelopak Anz mulai terlihat, arah pandangan Anz mengarah pada Kenzo yang masih memasang raut wajah datar sedangkan Bratokaz menatap dirinya dan laki-laki itu kesenangan. Iblis, monolog Anz mengalihkan pandangan.
Laki-laki itu telah berhasil mengumpulkan semua muntahan Anz dan menumpuknya di tengah-tengah, tidak jauh dari kaki Anz yang terikat rantai itu.
"Jilat," ucap Bratokaz.
Anz melihat kembali laki-laki kurus itu, penasaran, lantaran tidak ada suara yang terdengar darinya sama sekali, setelah perintah diberikan oleh Bratokaz pada laki-laki kurus itu. Setelahnya Anz memelototkan matanya melihat kepala laki-laki itu yang sedang menunduk dan menyeruput tumpukan muntahan Anz yang telah di kumpulnya barusan.
Dalam seketika, tanpa ada aba-aba Anz muntah lagi, namun hanya cairan bening kental dan sedikit berwarna hijau yang keluar dari mulut Anz bagaikan air mancur tepat mengenai kepala laki-laki kurus itu.
Suara dalam ruangan itu hening seketika, Anz merasakan lemas begitu luar biasa sedangkan Bratokaz dan dua bawahannya langsung tertawa terbahak-bahak bersama sampai-sampai tawa mereka seolah-olah seperti sedang menangis.
Laki-laki kurus itu tetap tunduk dan patuh masih saja menyeruput muntahan Anz, sampai habis kemudian mengumpulkan lagi muntahan Anz yang baru dan menyeruputnya kembali sampai habis lagi.
"Sudah habis tuan," ucapnya.
"Bagus," ucap kompak Bratokaz dengan dua ajudannya itu bersamaan dengan mengacungkan jempol tangan mereka.
Bratokaz bangkit dari kursinya itu, berjalan dan berdiri di ambang pintu jeruji besi, matanya melihat ke bawah bagian lantai, menyapu pandangan "Itu," menunjuk lantai, tepat di samping kaki Anz dan juga pandangan mereka yang lain, mengarah ke mana telunjuk Bratokaz mengarah "belum terlalu bersih. Sekarang dijilat ya!" tersenyum, menyandarkan bahu pada pintu jeruji besi itu dan juga melipat dua tangannya di depan dada.
Laki-laki kurus itu, menunduk kembali menjilati lantai habis sampai tidak ada sisa sedikitpun muntahan Anz yang tertinggal.
Anz sekuat tenaga mengalikan pikiran dan pandangan matanya, berusaha untuk tidak mebayangkan atau melihat laki-laki itu yang sedang membersihkan muntahannya dan Anz pun dengan sekuat tenaga menahan muntahnya agar tidak muntah kembali.
"Sudah tuan," ucap laki-laki kurus itu kembali, berdiri, mengusap mulutnya sendiri.
Anz baru berani kembali mengalihkan pandangan matanya ke depan lagi, setelahnya.
Anz melihat Bratokaz yang tersenyum pada laki-laki kurus itu namun ia merasakan sesuatu akan terjadi pada laki-laki itu, semoga laki-laki kurus nan bodoh itu tidak lagi di suruh melakukan hal menjijikan lainnya lagi, monolog Anz berkata.
"Kenapa nona?" Tersenyum, megalihkan pandangan matanya ke arah Anz "apakah kau ingin memberikan hadiah untuk laki-laki yang pernah kau lindungi ini," mengarahkan pandangan matanya menatap laki-laki kurus itu.
"Tidak," jawab Anz singkat, padat dan jelas.
"Begini saja,"mengacungkan jari telunjuknya sendiri "aku yang akan memberikan hadiah untuknya! Bagaimana, apa kau bersedia?"
"Terserah," jawab Anz lagi, mengalihkan pandangan mata jengah ke arah lain.
Ruangan gelap, berdinding kayu, lampu kecil bercahaya warna kuning dari lampu pijar yang bergelantungan tinggi di atas sana. Keheningan menguasai ruangan gelap ini, namun sesekali suara derak dari rantai yang mengikat Anz berbunyi akibat pergerakan badan yang Anz lakukan.
Satu menit terlewatinya waktu, Anz merasakannya bagai satu jam. Sedangkan Satu jam terlewatinya waktu bagaikan satu hari.
Hembusan napas panjang dan kasar Anz lakukan. Pandangan mata Anz menatap ke atas, melihat tangan kanan dan tangan kirinya yang masih saja terikat rantai, kemudian pandangan mata Anz mengarah pada Bratokaz yang masih berdiri, melipat kedua tangan di depan dada dan menyandarkan bahu di pintu jeruji besi itu yang masih terbuka lebar.
"Apakah kau merasakan bosan, nona betina?"
Nona betina, nona betina, nona betina kepalamu, monolog Anz. "Lepaskan saya," ucap Anz tiba-tiba.
"Apa?" Tanya ulang Bratokaz, menatap sinis Anz dan telapak tangan menyentuh daun telinganya sendiri, yang dengan sengaja ia arahkan ke Anz.
"Kurasa kamu belum tuli, jantan."
Bratokaz tersenyum penuh arti, arah pandangan matanya melihat laki-laki kurus itu yang duduk di atas betisnya sendiri dan pandangannya menunduk. "Ambilkan mainan kesayanganku," melihat ajudannya yang dari tadi sibuk sendiri.
Lantas ajudan itu, beranjak berdiri dan keluar pergi, setelahnya kembali lagi membawa serta bersamanya besi tajam berbentuk bulan sabit dan dilapisi gagang kayu untuk memegang benda tajam tersebut.
Anz memelototkan matanya melihat celurit itu berpindah tangan sekarang. "Apa yang akan kamu lakukan?" melihat Bratokaz yang mengusap-ngusap lembut celurit itu dengan pandangan matanya menunjukan kesenangan yang luar biasa.
"Memberimu hadiah, nona betina," berjalan mendekati Anz, mengarah dan mengusap wajah kotor bekasan darah busuk dengan punggung celurit.
Napas Anz memburu, tidak ada pergerakan yang Anz lakukan lantaran takut celurit yang berada di tangan Bratokaz menembus wajahnya. "Lepaskan aku. Apa alasannya kamu, menahan aku seperti ini?"
"Karena kau, betina," melangkahkan kaki, berdiri semakin dekat dengan Anz dan punggung celurit masih menempel di wajah Anz "ikut campur dalam urusan anak-anakku."
Anz mengerutkan keningnya sementara, mengingat-ingat anak-anak apa yang di maksudkan Bratokaz sedangkan menurut perkiraan Anz, umur Bratokaz tidak begitu jauh berbeda di atasnya dan palingan jika Bratokaz memiliki anak, umurnya sekitaran hanya beberapa tahun. Urusan apa yang Bratokaz maksudnya, urusan anaknya yang masih bermain tanah gitu. Kapan dirinyanya melihat anak kecil di pulau Albrataz ini apalagi melihat anak kecil bermain tanah, bahkan anak kecil di pulau ini adalah hal yang langka.
"Betina bodoh," geram ucap Bratokaz.
Anz memejamkan matanya kuat dan napasnya semakin memburu hebat.
"Kau, menganggu anakku saat mereka mengambil pajak pada si miskin itu," mundur beberapa langkah, menunjuk cepat laki-laki kurus itu yang duduk tidak jauh dari Anz "dan kau menghantam dan memukul mereka membabi buta tidak ampun," menunjuk Anz dengan celurit itu, ujung hidung mancung Anz bersentuhan dengan ujung celurit.
Masih dengan napasnya yang memburu, Anz tersadar akan kesalahan yang telah ia lakukan namun hati nurani Anz mengatakan yang Anz lakukan bukanlah kesalahan. "Aku tidak mengganggu mereka tapi mereka yang mengganggu pandangan mataku lantaran kelakuan bejat yang mereka lakukan!" menatap datar.