Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Ke 15
Happy reading ❤️
Amanda memandang lelaki yang pernah jadi kekasihnya itu penuh rasa rindu. Tak bisa ia pungkiri meskipun kini duduk di balik setir Mercedes Benznya tapi hatinya merasa gundah gulana.
Gibran masih terlihat tampan walaupun sudah ia tinggalkan. Tangan kekar dengan guratan urat tak berlebih yang kini sedang memegang benda pipih itu biasanya memeluk tubuh Amanda dengan erat dan posesif. Bibirnya yang tidak terlalu tipis namun berisi itu biasanya mencium bibir Amanda dengan penuh perasaan dan mata teduh itu selalu memandangnya penuh cinta. Ada yang sedikit berubah namun Amanda tak tahu apa itu.
"Please jangan bilang ia bahagia, Ia gak boleh bahagia kalau gak sama aku," gumam Amanda lirih.
"Suatu hari kita akan bersama lagi, Sayang. Percayalah... Karena hanya aku yang akan menjadi wanitamu," Amanda kembali bergumam.
Cukup lama Amanda memperhatikan Gibran dari balik kaca mata hitamnya hingga lelaki itu memasuki mobilnya dan pergi. Ingin Amanda mengikuti namun ia harus mencari ibunya.
Sebenarnya Amanda tahu di mana ibunya berada selama ini. Tapi ia tak mau datang dengan tangan kosong begitu saja. Amanda ingin ibunya tahu apa yang ia lakukan telah membuahkan hasil.
Kini Amanda telah sampai di perumahan kumuh dengan bangunan semi permanen yang terletak di pinggiran sungai yang berada di salah satu sudut kota Jakarta.
Tempat Amanda lahir dan tumbuh hingga remaja sebelum keluarga Mulia mengangkatnya menjadi teman Sabina dan kemudian pindah ke rumah mewah itu.
Meskipun tinggal di salah satu kamar untuk para pelayan tapi mereka makan makanan yang sama bahkan Amanda mendapatkan pendidikan yang baik.
"Ih ngapain mikirin mereka Manda ! Mereka hanya batu loncatan agar kamu menjadi orang sukses, tugasmu berikutnya yaitu membuat Gibran kembali memujamu," Amanda bermonolog sembari memarkirkan mobilnya.
Dengan angkuh ia berjalan keluar dan membawa banyak kantong plastik belanjaan yang berisikan banyak makanan.
Ia mengetuk pintu yang sangat ia kenali seketika bayangan masa kecilnya muncul dalam pikirannya.
'Plaaakkkkk' suara tamparan terdengar begitu pintu itu terbuka. Ibu Amanda memberikan sebuah tamparan pada wajah anak satu-satunya itu.
"Apa yang ibu lakukan ?" Tanya Amanda dengan suara meninggi.
"Dasar anak tak tau diri ! Tega sekali kamu melakukan hal itu ! Aku tak pernah mengajarkanmu berbuat jahat !" Omel ibu Amanda yang hanya di tanggapi putaran bola mata malas dari anaknya itu.
"Ibu boleh marah, tapi lihatlah apa yang telah aku dapatkan sekarang. Aku lakukan ini semua demi ibu. Agar ibu tak usah menjadi seorang pembantu lagi." Ucap Amanda bohong.
"Aku tak pernah memintamu melakukan ini semua Manda ! Kita berhutang banyak pada keluarga Mulia dan kamu membalasnya dengan cara seperti ini. Ibu malu...,"
"Mereka yang berhutang banyak pada kita. Kalau aku tidak mau menjadi teman si cacat itu dia tak akan pernah punya teman dalam hidupnya."
"Manda kenapa kamu sejahat ini ?" Tanya ibunya sembari mengguncangkan tubuh Amanda dengan kasar.
"Karena setelah Sabina menikah pasti mereka akan membuang kita kembali ke tempat ini. Atau meskipun kita tetap tinggal di rumah itu kita akan menjadi pembantu selamanya. Dan aku tak mau jadi seorang pembantu seperti kamu ibu !!"
'Plaaak," sebuah tamparan kembali Amanda dapatkan.
"Setidaknya aku tidar melac*r seperti yang kamu lakukan !" Ucap ibu Amanda dengan geram.
"Keluar kamu !! Keluar kamu Manda !!" Ibunya itu menyeret tubuh Amanda untuk keluar dari rumah kumuh itu.
"Bawa ini, aku tak butuh makanan harammu !" Ibu Amanda melemparkan beberapa kantong makanan yang tadi Amanda bawa.
Beberapa tetangga Amanda telah berkumpul untuk melihat pertengkaran ibu dan anak itu.
"Apa Lo pada liatin gue ?" Hardik Amanda pada mereka yang hadir disana.
Beberapa orang telah saling berbisik membicarakan dirinya dan Amanda tahu itu.
"Ibu, kamu pasti akan datang padaku karena butuh. Aku tahu itu, jadi jangan sombong karena merasa dirimu wanita baik-baik," ucap Amanda dengan senyuman sinis di wajahnya dan kemudian pergi begitu saja dengan angkuhnya.
Seorang lelaki yang mengamati kejadian itu menghubungi seseorang dengan ponselnya.
"Sepertinya Bu Sumi tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang telah dilakukan Amanda, Tuan. Dan ya ini pertama kali Amanda mengunjungi ibunya itu."
Lawan bicaranya pun tengah berbicara di ujung telpon.
"Baik Tuan, kami akan meningkatkan pengawasan pada nona Amanda saja." Ucap lelaki itu sebelum mengakhiri pembicaraannya.
***
Sabina mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja dan tertera nama Gibran disana. Ia melengkungkan senyumnya sebelum membuka pesan itu.
"Bina, ibu tidak jadi datang ke Jakarta karena ada urusan mendadak," tulis Gibran dalam pesannya.
"Apa kita yang sebaiknya datang untuk menemui ibu ?"
"Tidak usah, ibu memang harus ke Jakarta sekalian medical check up rutin."
"Oh... Baiklah bila begitu. Mau aku masakin apa malam ini ?"
Gibran tersenyum membaca pesan dari istrinya itu ada gelenyar aneh merambat memasuki hatinya. Ia pun menarik nafasnya dalam.
"Gimana kalau kita makan diluar?" Tanya Gibran yang seketika saja teringat akan kenangan ketika mereka bulan madu di Bali. "Pergi berdua dengan Sabina sepertinya akan menghilangkan sedikit penat" batin Gibran.
Mata Gibran terus fokus pada layar ponselnya, ia menunggu balasan pesan dengan sedikit cemas karena Sabina belum juga mengirimkan balasannya.
"Pak Dokter ?" Ucap seorang pasien yang telah duduk di hadapannya.
Gibran pun mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang masih ia genggam dengan erat. Terlalu fokus pada balasan Sabina membuat ia tak sadar seorang pasien telah duduk tepat di depannya.
"Ah maaf, apa yang Bapak keluhkan ?" Tanya Gibran sembari kembali melirik pada ponselnya dengan ujung mata.
Ia menghela nafas lega ketika sebuah pesan telah masuk dan tertera nama Sabina Mulia di sana.
Gibran pun melanjutkan pekerjaannya tanpa lebih dulu membaca pesan itu. Cukup baginya pesan itu terbalas ia pun merasa tenang.
***
Sabina menunggu Gibran yang kini sedang membersihkan diri, suaminya itu telah kembali sejak satu jam yang lalu dan malam ini mereka akan menikmati makan malam di tempat yang menjadi pavorit mereka dulu.
Pada awalnya Gibran sedikit ragu, terlalu banyak kenangan disana. Gibran juga sedikit takut bila kebetulan bertemu dengan pasangan yang ia benci itu.
Tapi Sabina meyakinkan untuk tidak merasa takut. "Kenapa harus takut untuk sesuatu yang sebenarnya kita tak melakukan apapun didalamnya?"
"Apa kamu sudah siap jika bertemu mereka, Bina?"
"Aku tidak tahu... Bohong jika aku berkata siap. Tapi pada akhirnya kita harus siap walaupun pasti terasa berat," jawab Sabina lugas.
Dan Gibran pun sependapat dengan Sabina dalam hal ini. Pada akhirnya nanti ia harus siap menerima kenyataan jika bertemu dengan Amanda.
Harap Gibran perasaannya telah hilang sepenuhnya pada Amanda jika mereka harus bertemu suatu hari nanti. Seketika wajah Amanda menghantui dirinya. Gibran pun segera mengakhiri mandinya dan segera bersiap.
"Ayo, Sayang." Ajak Gibran yang tak sadar mengatakan itu. Mungkin masih dari efek memikirkan Amanda sebelumnya.
Sabina pun berdiri dan tak bereaksi dengan apa yang Gibran ucapkan, tapi satu hal yang pasti hatinya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
***
Andre sampai di apartemennya namun Amanda tak ada di sana. Ia pun segera menghubungi kekasihnya itu.
"Manda kamu di mana?" Tanya Andre ketika sambungan teleponnya terhubung.
"Maaf sayang, aku habis mencari ibuku dan ini masih di jalan karena macet."
"Sudah ketemu?"
"Mmm belum." Jawab Amanda bohong. Ia tak mau Andre mengetahui pertikaiannya dengan sang ibu.
"Ooh,kamu bisa mencarinya lagi besok. Aku lapar Manda, makan malam belum ada."
"Aku tak akan sempat memasak. Turunlah ke lobby aku jemput. Kita makan di tempat biasa. Gimana ?"
"Ok, aku tunggu di bawah."
To be continued
Thank you for reading
Hepi wiken ❤️
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya