tag khusus : cinta lansia
“Renata Thomson ?” panggil seorang pria bernama Prima ( 48 tahun ).
Suara yang tak asing dan bahkan sangat lama sekali tak pernah Re dengar tiba – tiba memanggil jelas namanya.
Re menoleh, alangkah terkejutnya ia dengan sosok pria bertubuh tinggi dan atletis itu. Ia tergugu dalam diam. Detik berikutnya ia setengah berlari seolah baru saja melihat hantu.
Setelah 22 tahun dan berumah tangga dengan pria lain, Renata bertemu kembali dengan tunangannya dulu.
Karena Duan sudah bosan dengan kehidupannya bersama Re, pada akhirnya Duan menceraikan Renata.
Lalu apakah Re akan terbuka kembali hatinya untuk seorang Prima ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Tidak lama Prima berada di apartemen ibunya, setelah menyampaikan keluh kesahnya, ia pun bergegas pergi dari sana. Terlalu lama berdebat dengan ibunya membuat kepalanya hampir pecah. Ia akan berjuang sendiri untuk mendapatkan wanitanya kembali.
Seperginya Prima dari kediaman Merry, wanita berambut putih itu memanggil Yosi. "Yosi, pijat kepalaku!"
"Baik, Nyonya!" Yosi segera melakukan perintah, mulai dari bahu naik ke atas.
"Kepalaku pusing, rencanaku untuk memisahkan Prima dengan Renata tak berhasil."
"Yang sabar Nyonya," hibur Yosi. Pembantu itu sudah tahu bagaimana watak majikan wanitanya yang jika memiliki keinginan harus segera terpenuhi."
Kendatipun demikian, Merry sudah memberi kabar Janeta keberadaan Prima saat ini. Dan dipastikan besok Janeta akan tiba menyusul Merry.
Sementara itu, Mika yang pura - pura tidur pun bangun lalu menghampiri ibunya. Ia mendengar semua percakapan mereka.
"Ibu," panggil Mika lirih. Ia paham betul perasaan ibunya. Ia yang memiliki rencana untuk membuat ibu dan Prima bersatu. Melangkah maju menghampiri ibunya.
"Ibu, maafkan aku. Sungguh, tidak ada niatan sedikitpun untuk menyakiti perasaan Ibu."
Renata yang tergugu dalam diam menatap kehadiran putrinya. "Mika, kamu tidak bersalah untuk apa meminta maaf."
Mika mengusap air matanya yang menitik. "Aku berharap om Prima bisa menjadi sosok ayah atau suami yang baik untukku dan ibu. Jika Ibu tak ingin menikah lagi, aku khawatir Ibu akan kesepian dan sedih."
"Dasar gadis bodoh, ibu tidak akan pernah kesepian selama kamu berada di sisiku." mentowel hidungnya.
"Ibu, aku sayang kamu!" memeluk Renata. Begitu pula dengan Renata.
"Ibu juga sayang kamu."
Keesokan paginya.
Sopir yang biasa menjemput dirinya tak kunjung datang, Re merasa gelisah dan terpaksa ia mencari kendaraan lain.
Ditunggunya bus atau taksi tapi tak kunjung lewat juga. Jam pun berputar begitu cepat hingga menunjukkan pukul 7 lewat. Re semakin gelisah dan terpaksa ia berjalan menyusuri jalanan siapa tahu bertemu dengan ojek. Dan jaringan sinyal pun terganggu menyebabkan ia tak bisa memesan ojek online.
Sepatu pantofel yang ia kenakan membuat kakinya lecet, ia tidak terbiasa memakainya. Ia pun melepas kedua sepatunya seraya mendesis perih.
Seketika itu juga ia melihat ojek lewat.
"Bang, ojek !" teriak Re nyaris membuat orang - orang disekitarnya menoleh ke arah Renata.
Re melambaikan tangan sebelahnya. Tukang ojek menghampirinya. Re segera naik setelah mengenakan helm.
Dua puluh menit kemudian ia baru tiba di kantor. Ia terlambat beberapa menit. Re segera menempati tempatnya.
Prima bersikap cuek seolah dirinya membenci Renata atas penolakan yang diterimanya semalam.
"Re, masuk ruanganku sekarang!" serunya begitu melihat Re baru datang.
Semua karyawan yang melihat interaksi keduanya merasakan jika atasan mereka sedang marah terlihat sikap dinginnya pada Re sebagai asisten baru.
"Baik, Tuan!" sahut Re tegas, lalu bergegas beranjak dari duduknya.
"Pasti wanita tua itu akan dipecat."
"Syukurin, biar tahu diri. Sudah tua juga masih saja ingin mencuri perhatian."
"Siapa sih yang merekomendasikan dia masuk ke perusahaan besar ini ?"
Kasak kusuk mulai terjadi diantara para karyawan yang kebanyakan tak menyukai kedatangannya di perusahaan.
Re memasuki ruangan CEO dengan perasaan yang was - was. Ia harus mempersiapkan mental untuk menghadapi situasi apa pun entah itu buruk sekalipun.
Begitu masuk, Re mendapati Prima yang tengah duduk di kursi membelakanginya.
"Ada yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan ?" tanya Re memperjelas suaranya.
"Hm, buatkan aku kopi."
Re geregetan, ia pun mendesah sebelum menjawab. "Baik, Tuan."
Re menuju pantry membuat kopi seperti yang biasa ia buat lalu kembali menyuguhkan kopi buatannya. "Ini Tuan kopi Anda."
Prima berbalik lalu menatap Re yang sedang menaruh cangkir di atas meja.
"Aku tidak mau kopi hitam."
"Hah!" Re tercengang mendengar ucapan Prima barusan. Ia pun memberontak. "Bukankah ini kopi yang biasa Anda minum?"
"Kamu tidak bertanya dulu padaku kopi apa yang aku inginkan."
Re mengepalkan tinju sebagai pelampiasan sangking kesalnya. Ia menahan emosinya dan bertanya dengan lembut, "Tuan, kopi apa yang Anda inginkan?"
"Buatkan aku kopi susu."
"Baik Tuan." Re mengambil kembali cangkir itu ke pantry. Membuat kopi baru lalu menyuguhkan untuknya.
"Ini Tuan, kopi SUSU Anda."
"Hm, letakkan disitu!" tunjuk Prima dengan dagunya. Re meletakkan di atas meja kerjanya.
"Ada lagi Tuan yang bisa saya kerjakan?" tanya Re halus meski ia sadar telah dikerjai.
"Ya, bawa berkas ini lalu fotokopi rangkap 3." Prima menyerahkan beberapa lembar dokumen.
Re menerimanya dan berbalik.
"Tunggu!" tahan Prima membuat Renata berbalik.
"Sekalian belikan aku mi seduh. Aku belum sarapan."
"Baik Tuan."
Re berbalik dan menyelesaikan tugasnya. Re harus menuruni 3 lantai untuk sampai di ruang fotokopi. Saat sampai di mesin fotokopi, Re lupa tak menanyakan rasa apa yang dinginkan atasannya. Dari pada ia bolak balik ke lantai atas, ia pun membeli semua varian rasa untuk mengantisipasi kekeliruan yang mungkin sudah direncanakan.
"Tuan, ini berkas Anda dan ini mie seduh yang Anda inginkan." meletakkan semua barang di atas meja.
Prima hampir tersedak kopi melihat apa yang ada di mejanya.
"Re, apa apaan ini ! Kamu mau aku jualan mie seduh, hah !" Prima dibuatnya gedeg - gedeg dengan aksi Re.
"Daripada aku bolak balik jika keliru seperti tadi, mending aku borong semuanya. Nah, sekarang varian rasa apa yang Anda inginkan, tinggal pilih, seduh, beres !" Re melebarkan kedua tangannya.
"Aku tak berselera lagi, bawa pulang semuanya!" ujar Prima lalu beranjak dari kursi.
Re terkekeh pelan, mau kadalin dia, mana bisa ?
"Sekarang ikut aku !"
"Kemana Tuan ? Bukankah pagi ini tidak ada jadwal meeting?"
"Ke Balai Pernikahan."
"What!"