NovelToon NovelToon
FAMILY PORTRAIT Anggun Si Gadis Hebat

FAMILY PORTRAIT Anggun Si Gadis Hebat

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Teen Angst / Mengubah Takdir / Keluarga / Angst / Si Mujur
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: YoshuaSatrio

Bukan salah Anggun jika terlahir sebagai putri kedua di sebuah keluarga sederhana. Berbagai lika-liku kehidupan, harus gadis SMA itu hadapi dengan mandiri, tatkala tanpa sengaja ia harus berada di situasi dimana kakaknya adalah harta terbesar bagi keluarga, dan adik kembar yang harus disayanginya juga.

"Hari ini kamu minum susunya sedikit aja, ya. Kasihan Kakakmu lagi ujian, sedang Adikmu harus banyak minum susu," kata sang Ibu sambil menyodorkan gelas paling kecil pada Anggun.

"Iya, Ibu, gak apa-apa."

Ketidakadilan yang diterima Anggun tak hanya sampai situ, ia juga harus menggantikan posisi sang kakak sebagai terdakwa pelaku pencurian dan perebut suami orang, berbagai tuduhan miring dan pandangan buruk, memaksa anggun membuktikan dirinya Hebat.

Mampukah Anggun bertahan dengan semua ketidakadilan keluarganya?
Adakah nasib baik yang akan mendatangi dan mengijinkan ia bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#KEHIDUPAN YANG HARUS DITERIMA

Tak ada percakapan sama sekali selama perjalanan pulang dari rumah sakit. Maryani terdiam dengan mata terpejam menyandarkan punggungnya di jok penumpang, ia memilih duduk di samping sopir taksi.

Sedangkan Hendra menatap bingung keluar jendela, dan Bu Anik memangku Aulia duduk di samping Hendra. Suasana sangat canggung dan tegang hingga mereka sampai dirumah.

“Aulia biar main sama aku aja dulu, kamu urus Maryani dan jaga dia dengan baik, Mas Hend,” nasehat canggung Bu Anik.

Hendra membuka pintu taksi untuk istrinya, berniat memapah sang istri, namun dengan kasar dan acuh, Maryani menepis uluran tangan Hendra. Tak ada senyum sedikit pun diwajahnya.

Maryani melangkah tegas masuk ke dalam rumah, membuka pintu dengan kasar, bahkan ia pun melakukan hal yang sama dengan pintu kamarnya. Hendra mengikuti sang istri, ketegangan sepertinya sedang terjadi.

“Kenapa lagi?! Apa lagi yang membuatmu marah? Apa salahnya jika kamu hamil?!” tanya Hendra tegas tak mengerti dengan pemikiran Maryani.

Maryani mendengus begitu kesal, “Masih bisa bertanya kamu Mas? Kamu bisa mikir nggak sih?” balas Maryani dengan mata yang begitu tajam dan melotot.

“Mikir apa lagi? Aku ayah dari bayi yang kamu kandung kan? Apa salahnya?!”

“Salahnya karena aku sudah mengingatkanmu untuk berhati-hati, tapi apa? Nyatanya sekarang aku hamil! Aulia masih terlalu kecil untuk memiliki seorang adik, Mas!” Begitu menggebu penuh emosi ucapan Maryani.

“Dan lagi! Sekarang kamu tidak bekerja! Lalu apa?! Bagaimana kita akan mengurus dan membesarkan mereka nanti! Pokoknya aku tidak menginginkan kehamilan ini! Aku benci anak ini! Aku benci kamu! Aku benci situasi ini!” 

Maryani terus berteriak emosional, luka yang tertoreh beberapa hari lalu belum sembuh, suasana tegang pertengkaran selalu terjadi setiap hari, ditambah dengan Hendra yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan. 

Dan sekarang, hasil pemeriksaan dokter, menyatakan bahwa Maryani positif mengandung anak kedua mereka. Kabar yang seharusnya membahagiakan dan mendatangkan rasa syukur, namun kenyatannya bagi Maryani, hal itu justru semakin menimbulkan tekanan berat yang sangat menyesakkan.

“Jadi kehamilanmu ini, kamu menyalahkan aku?! Kita melakukannya bersama! Dan aku sangat yakin aku sudah berhati-hati! Tapi waktu itu, kamu bilang ….”

“Cukup! Cukup Mas! Aku lelah dengan semua alasanmu! Jangan paksa aku untuk menyelamatkan dan melahirkan bayi ini! Aku tidak peduli dia lahir atau tidak! Bagiku saat ini, kebahagiaan Aulia jauh lebih penting!”

Hendra terdiam semakin tak mengerti dengan pemikiran Maryani, namun di sudut kecil hatinya, ia pun merasa khawatir akan masa depan mengingat ia tak pandai dalam banyak hal. 

Ditengah kekalutan pasangan menikah itu, dering ponsel Hendra menyadarkannya dari lamunan akan bayangan-bayangan suram masa depan. Sementara Maryani masih sesenggukan duduk di ujung ranjang, entah seberapa dalam penyesalan dan tekanan yang ia rasakan.

Hendra meninggalkan Maryani tenggelam sendirian dalam kegelapan hatinya, lalu duduk di ruang tengah memandangi layar ponsel yang telah berdering sejak beberapa detik lalu.

Hendra mengatur napas, setelah akhirnya menggulir tombol terima panggilan, “Hallo Mas?” sapanya.

“Ya Mas Hendra, maaf ini sebelumnya, aku dengar kamu belum ada kerjaan?” suara pak Akbar dari seberang panggilan.

“Iya memang benar Mas, apa ada info lowongan?” balas Hendra dengan mata yang seketika berbinar.

“Tapi … maaf sebelumnya ya Mas, ada kenalanku yang katanya membutuhkan karyawan, tapi dibagian pemeliharaan gedung, aku tidak tahu tepatnya dibagian apa, kalau Mas Hendra berminat, nanti aku kenalkan, kalian bisa langsung wawancara.”

Untuk sekarang, Hendra tak memiliki banyak pilihan, pekerjaan apapun harus ia terima demi rasa tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

“Apapun itu akan saya terima, Mas.” Dengan mantap dan penuh antusias, Hendra tak lagi berpikir panjang. 

Meski ia tak tahu pekerjaan apa, namun yang ia pikirkan hanya harus bekerja, harus ada pemasukan. Ia bertekad untuk tak mengulangi kesalahan dan kebodohan sebelumnya.

Meski ada rasa kesal dan jengkel, tapi cintanya pada Maryani jauh lebih besar, sehingga membuatnya begitu lega ketika kabar lowongan pekerjaan itu menghampirinya.

Hendra melangkah pelan kembali memasuki kamarnya, di sana Maryani meringkuk di ujung ranjang, bahunya masih terlihat naik turun karena masih terisak dan terlalu tenggelam dalam penyesalan.

Hendra duduk di belakang punggung Maryani, mengelus perlahan bahu sang istri, “Sayang, aku mohon bertahanlah, kita lalui ini bersama, maafkan aku yang telah mengkhianatimu, sungguh itu bukan aku sengaja, aku akui aku bersalah, aku janji tak akan mengulanginya.” 

Maryani tak menggubris ucapan Hendra, ia tetap pada posisinya.

Hendra menghela napas, “Ada kabar baik, baru saja Mas Akbar mengabari aku lowongan pekerjaan. Meski aku belum tahu seperti apa pekerjaannya, tapi aku akan menerima apapun itu tawaran pekerjaannya, demi kamu dan demi anak-anak kita.”

Hendra merebahkan diri, memeluk punggung sang istri, “Jangan menyerah meski ini sangat berat, jangan menyesali kehadiran anak kedua kita, biarkan dia hadir menambah keceriaan rumah ini, jangan merasa bersalah pada Aulia, aku yakin mereka akan rukun hingga dewasa. Pasti akan membahagiakan melihat mereka bermain bersama, tumbuh bersama. Percayalah padaku kali ini, ya?”

Meski tak menjawab, namun kali ini Maryani tak menyanggah ucapan Hendra sedikitpun. Meski samar, mulai ada kelegaan dalam benak mereka.

“Aku bantu kamu untuk istirahat dengan benar ya, setelah ini biar aku jemput Aulia di rumah Mbak Anik.”

Hendra berniat membopong sang istri agar lebih nyaman posisinya, namun lagi-lagi Maryani menangkis uluran tangan Hendra, lalu beringsut menuju kamar Aulia membawa bantal dan selimut dari kamar itu.

Tak ingin ketegangan kembali terjadi, Hendra hanya menatap langkah Maryani dengan pilu, kali ini pria berusia tiga puluhan tahun itu menyadari betapa dalam luka batin sang istri karena kebodohan yang telah dilakukannya.

…….

Keesokan harinya, Hendra bersiap mengikuti pak Akbar menemui koleganya setelah sebelumnya membantu memandikan Aulia kecil, sedangkan Maryani menyiapkan sarapan di dapur.

“Kalau capek istirahat saja, ini aku masih ada sedikit uang, kamu pakai buat pegangan ya, kalau mau makan apa aja, jangan terlalu hemat, doakan aku dapat pekerjaan yang bisa kita gunakan untuk mencukupi kebutuhan,” pamit Hendra.

Meski mulut tak menyahut dan mata enggan menatap, namun masih ada batasan Maryani yang jelas masih menghormati suaminya, buktinya ia kali ini tak menangkis ukuran tangan Hendra saat ia pamitan. Meski tak selembut biasanya, meryani menyambut uluran tangan sang suami dan mengecup punggung tangganya.

Meski tak ada kata ‘hati-hati, Mas,’ seperti biasanya, namun kecupan di punggung tangannya sudah cukup membuat langkah Hendra lebih ringan. Setidaknya ada restu dan doa baik meski mungkin hanya dibatin oleh sang istri tercinta.

Sesampai di tempat koleganya pak Akbar, jantung Hendra berdegup semakin kencang, tatkala melihat rumah megah di hadapannya, rumah yang sebenarnya sangat dihindari Hendra.

...****************...

To be continue...

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Bagus biar semuanya jelas kl bukan Anggun pelakornya 😏
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kasihan sekali Bu Maryani 😌
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Berbakti dgn jalan yg salah 😮‍💨
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hadeuh 😌
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kau keguguran
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Aulia malah seneng tuh 😏
❤️⃟Wᵃf🥑⃟ˢ⍣⃟ₛ Apri_Zyan🦀🐧🧸
buktikanlah bahwa itu bukan dirimu, Anggun.. lambat laun kebenaran akan terungap. fan akan datang penyesalan
〈⎳ Moms TZ
bahakan???
❤️⃟Wᵃf🥑⃟ˢ⍣⃟ₛ Apri_Zyan🦀🐧🧸
begitulah gambaran jiwa yang tertekan
❤️⃟Wᵃf🥑⃟ˢ⍣⃟ₛ Apri_Zyan🦀🐧🧸
mungkinkah ini karma?
〈⎳ Moms TZ
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
〈⎳Mama Mia
Alhamdulillah,,,

ehh,,?
ups
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Apa Aulia tidak bisa bertahan 🤔
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
malah ribut di rumahsakit 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ: masa 🤣🤣🤣
𝕐𝕆𝕊ℍ𝕦𝕒ˢ: sumpah, othornya juga malu loh ini 🥴🥴🤣
total 2 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
cobalah ibu tanya sama Aulia 😏
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Nah loh 😌
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Apa Aulia keguguran 🤔
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Bersabarlah kebenaran pasti terungkap
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Yang ada jg kamu mati duluan Aulia 😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!