Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Mama," ucap Damar lirih.
Nyonya Zahirah menghampiri sang putra dengan perasaan geram. Tak lama berselang, Pak Alatas menyusul.
Seketika Damar menjadi gusar. Melirik ke arah lantai dua. Bukan tanpa alasan, ia takut jika identitasnya terbongkar setelah Quin melihat sang papa.
Siapa yang tak mengenal sosok Pak Alatas, pengusaha sukses di kota J juga Asia.
'Damn! Kenapa harus sekarang? Di waktu yang nggak tepat! Habislah aku!' umpat Damar dalam hati merasa getir.
"Damar, apa mama nggak salah dengar tadi?!" cecar sang mama dengan nada tak bersahabat.
"Menurut Mama?"
Melihat ketegangan yang terjadi di antara istri dan putra sulungnya itu, Pak Alatas merasa bingung.
"Ada apa sih?!" tanya Pak Alatas pada keduanya.
"Tanya saja pada putra kesayanganmu ini!" sahut Nyonya Zahirah dengan ketus.
"Damar, ada apa ini sebenarnya?" Pak Alatas menghampiri Damar.
"Begini Pah, aku hanya ingin Bik Yuni kembali bekerja di rumah utama. Pun, begitu dengan Naira. Aku hanya nggak ingin merepotkan mereka repot lagi, " jelas Damar.
"Apa ini ada kaitannya dengan asisten pribadimu itu?!" bentak nyonya Zahirah.
"Asisten pribadi?" timpal Pak Alatas bingung.
"Ya, asisten pribadi! Kemungkinan, dia wanita bayaran sebagai bed partner-nya Damar!" sarkas Nyonya Zahirah.
"Apa Papa lupa, jika putra kesayanganmu ini susah diatur. Lekat dengan dunia malam juga wanita serta gemar foya-foya. Dan, jangan lupakan dengan kegilaannya dengan dunia balap. Sehingga nyaris merenggut nyawanya!" ungkap Nyonya Zahirah dengan emosi tak terbendung.
"Mama tahu, kenapa kamu ingin Bik Yuni kembali bekerja di rumah utama. Pasti karena kamu ingin bebas bersama asisten pribadimu itu kan!" tuduh nyonya Zahirah.
"Mah, Quin memang asisten pribadiku. Tapi, apa yang Mama tuduhkan itu, nggak benar sama sekali!" bantah Damar.
"Jika bukan teman tidurmu, lalu apa? Sudah beberapa kali mama memergoki kalian!" sahut Nyonya Zahirah dengan sinis.
"Itu tidak seperti yang Mama pikirkan!" Damar mendengus kesal.
Pak Alatas, Buk Yuni dan Naira hanya menjadi pendengar perdebatan itu. Ada kepuasan yang Naira rasakan setelah emosi Nyonya Zahirah meledak.
Perdebatan antara Nyonya Zahirah dan Damar, cukup membuat Quin terkejut sekaligus merasakan sesak di dada. Di tambah lagi setelah tahu Damar adalah putra sulung Pak Alatas.
Quin yang sejak tadi ingin menuruni anak tangga, terpaksa menahan langkah kakinya saat melihat pria paruh baya itu.
"Oh God, i'm stuck here," gumam Quin sembari menarik nafasnya dalam-dalam. Bersikap santai seolah tak tahu apa-apa. Ia lanjut menuruni anak tangga.
"Selamat pagi, Nyonya, Tuan," sapa Quin dengan ramah.
"Quin," ucap Damar lirih dengan wajah getir.
"Pagi juga," balas Pak Alatas dengan ramah. Namun, tidak dengan Nyonya Zahirah yang langsung membuang muka.
"Maaf, saya pamit berangkat duluan," izin Quin.
"Quin, kita belum sarapan," kata Damar sekaligus mencegah gadis itu.
Quin tersenyum. "Aku sarapan di luar saja. Sebaiknya kamu sarapan dengan Papa juga Mamamu," saran Quin lalu menatap Nyonya Zahirah dan Pak Alatas. "Saya mohon maaf, Tuan, Nyonya, jika sikap saya ini kurang sopan."
Setelah itu, Quin kembali melanjutkan langkah menuju halaman parkir.
Sepeninggal Quin, Pak Alatas mengulas senyum lalu merangkul sang putra.
"Jika papa nggak salah, gadis itu tunangannya Angga sekaligus putri bungsu Pak Pranata," bisik Pak Alatas. "Kenapa dia menjadi asisten pribadimu? Padahal jika dipikir, dia itu nggak kekurangan apapun."
Tak ada tanggapan dari Damar. Melainkan tetap bergeming sambil memikirkan Quin.
Melihat putra juga suaminya saling berbisik, Nyonya Zahirah semakin kesal.
"Bik, apa sarapannya sudah siap?" tanya Nyonya Zahirah.
"Iya, Nyonya. Ayo silakan," tawar Bik Yuni sekaligus mempersilahkan sang Nyonya menuju ke meja makan.
"Naira, bergabunglah dengan kami," pinta Nyonya Zahirah. Dengan senang hati Naira menurut.
Sedangkan Damar dan Pak Alatas masih berdiri di tempat.
"Damar, jika papa perhatikan, sorot matamu mengartikan sesuatu kepada asisten pribadimu itu," tebak Pak Alatas.
Baru saja Damar ingin menjawab, suara sang mama terpaksa mengurungkan niatnya. Mau tak mau keduanya terpaksa bergabung di meja makan.
Sesaat setelah berada di meja makan, Damar bertanya, "Pah, Mah, nggak seperti biasanya kalian datang sepagi ini? Ada apa?"
"Ah, papa hampir lupa." Pak Alatas melirik istrinya. "Papa dan Mama akan berangkat ke UEA hari ini. Sekitar satu jam lagi. Untuk sementara tanggung jawab perusahaan, papa serahkan kepadamu."
"Tapi, Pah, kan ada Nadif. Aku nggak bisa meng-handle semuanya!" protes Damar.
"Kamu lebih kompeten. Lagian kamu penerus papa. So, nggak ada alasan untuk mengatakan tidak, Damar!" tegas Pak Alatas.
Damar menghela nafas. Selera makannya langsung hilang. "Ya sudah, kalian lanjut saja sarapannya. Oh ya, Bik, Naira, kalian bisa kembali ke rumah utama setelah selesai sarapan," pesan Damar kemudian beranjak meninggalkan ruangan makan itu.
.
.
.
Sementara itu, Quin, tak langsung ke butik melainkan ke danau buatan untuk menenangkan pikirannya.
Suasana hatinya kini berubah menjadi sendu. Memandangi air danau yang terlihat begitu tenang. Hembusan angin sepoi-sepoi pagi, terasa begitu sejuk menerpa sekujur tubuhnya.
"Oh My God, ternyata dia seorang Tuan Muda penerus Alatas Corp," gumam Quin. "Lantas, aku harus bagaimana sekarang? Aku merasa kini waktu berjalan sedikit melambat. Kurang dari 60 hari lagi ... God, bisakah Engkau mempercepat 60 hari yang tersisa itu?"
...----------------...
Dear readers, mohon maaf, jika bab novel ini lompat-lompat. Saat ini semua bab masih dalam tahap revisi. Terima kasih 😘💕🙏