Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Curhat
.
Beberapa bulan berlalu, Marcel sudah kembali aktif mendampingi Marvel di perusahaan. Namun, suasana tak lagi sama. Orang-orang yang dulu menatapnya penuh kekaguman kini menghindar. Bisik-bisik sering terdengar, mengejek dan menertawakan wajahnya yang buruk rupa. Marcel berusaha mengabaikannya dan tetap fokus pada pekerjaan, tetapi perlahan, hal itu semakin membekukannya.
Suatu siang, saat Marcel berjalan melewati ruang kerja karyawan, ia mendengar percakapan yang membuatnya tertegun.
"Lihat tuh, si buruk rupa lewat," bisik seorang karyawan sambil terkekeh.
"Iya, kasihan banget ya. Dulu ganteng, sekarang jadi kayak monster," timpal karyawan lain.
Marcel mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah. Ia mempercepat langkahnya, mencoba mengabaikan hinaan itu. Namun, hatinya terasa sakit dan hancur.
Marvel yang terlambat tiba di kantor, melihat wajah muram Marcel. Ia pun menghampiri adiknya. "Ada apa?” tanya nya.
Marcel menggelengkan kepala, berusaha menyembunyikan perasaannya. "Tidak apa-apa, Kak. Aku hanya sedikit lelah," jawabnya.
Namun, Marvel tidak percaya. Hingga suatu hari ia mendengar sendiri percakapan di antara karyawan.
Marvel sangat marah mendengar itu. matanya menatap tajam pada para karyawan yang bergunjing.
"Saya sangat kecewa dengan sikap kalian. Kalian bersikap seolah kalian yang paling sempurna. Jangan lupakan satu hal, Adikku adalah bagian dari perusahaan ini. Kalian bahkan memanggilnya dengan sebutan tuan muda. Ia berhak memecat kalian. Jika ada di antara kalian yang tidak nyaman karena keberadaannya di perusahaan ini, boleh mengundurkan diri. Saya tidak membutuhkan karyawan yang tidak bisa menghargai orang lain."
Suasana menjadi hening. Semua karyawan menundukkan kepala, merasa bersalah.
Marcel melihat apa yang dilakukan oleh kakaknya. Dalam hati ia merasa terharu. Namun, di balik rasa itu, justru muncul perasaan tidak percaya diri yang semakin besar. Ia merasa, penghormatan yang kini ia terima dari para karyawan bukanlah karena dirinya.
.
Malam hari, Marcel berdiam diri di kamarnya. Ia menatap cermin dan melihat bayangan dirinya yang penuh luka. Ia membenci wajahnya, ia membenci dirinya sendiri.
Tiba-tiba, ia teringat pada kata-kata Selina dulu. "Lihatlah dirimu. Kau begitu mengerikan." Kata-kata itu kembali menghantuinya, membuatnya semakin merasa tidak berharga. Marcel terduduk lemas di lantai, air mata mulai mengalir di pipinya.
Sejak malam itu, sikap Marcel semakin dingin dan tertutup. Ia menarik diri dari pergaulan dan lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya.
*
*
*
Hingga suatu hari, Nyonya Syifana menerima seorang pembantu baru di rumahnya. Seorang gadis muda yang memiliki satu kekurangan fisik. Jalannya sedikit pincang. Gadis itu adalah, CAHAYA.
Awalnya, Marcel tidak terlalu memperhatikan Cahaya. Ia menganggap gadis itu sama seperti pembantu-pembantu sebelumnya. Namun, lama-kelamaan, ia mulai tertarik dengan sosok Cahaya.
Cahaya selalu tampak ceria dan penuh semangat, meskipun memiliki kekurangan fisik. Ia selalu tersenyum dan bekerja dengan tekun dan tidak pernah mengeluh.
Marcel seringkali diam-diam memperhatikan Cahaya dari kejauhan. Ia melihat bagaimana gadis itu berinteraksi dengan mamanya. Ia juga melihat bagaimana mamanya begitu menyayangi gadis itu.
*
Marcel tersentak dari lamunannya. Kilasan masa lalu itu begitu menyakitkan, namun juga memberikan pemahaman tentang dirinya saat ini. Ia masih berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar. Perjodohan yang diatur mamanya masih menjadi beban pikiran.
Di sisi lain, ia memikirkan Aya. Ia ingin jujur tentang perasaannya, namun trauma masa lalu membuatnya ragu. Ia takut Aya akan menolaknya, sama seperti Selina dulu.
Hari berikutnya, Marcel dan Aya kembali disibukkan oleh urusan pekerjaan masing-masing. Aya dengan Yayasan Cahaya Harapan miliknya, dan Marcel dengan urusan perusahaan. Meskipun sibuk, mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dan berbagi cerita.
Suatu sore, saat menjemput Aya dari kantor yayasan, Marcel mengajak gadis itu mampir di sebuah taman yang sepi. Mereka duduk di bangku taman, menikmati suasana sore yang tenang.
"Aya," panggil Marcel dengan suara pelan.
Aya menoleh dan menatap Marcel dengan tatapan lembut. "Iya, Kak?”
Marcel menghela napas panjang. "Boleh aku curhat padamu" ucapnya. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, tapi aku tak tahu harus bicara pada siapa."
Aya menatapnya teduh. "Tentu saja, kak. Kakak bisa bicara apapun padaku. Aku pasti akan menjadi pendengar yang baik,”. Ucapnya sambil tersenyum.
Dalam hatinya dia berpikir, jika pun dirinya tidak bisa bersatu dengan Marcel tidak masalah. Berada di dekat pria itu pun, dia sudah bahagia.
Marcel menceritakan tentang masa lalunya, tentang Selina dan kecelakaan yang merusak wajahnya. Ia menceritakan tentang rasa sakit dan trauma yang selama ini ia pendam.
Aya mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong perkataannya. Ia bisa merasakan betapa berat beban yang selama ini dipikul Marcel.
Setelah Marcel selesai bercerita, Aya menggenggam tangannya dengan erat. "Kak Marcel," ucapnya dengan suara lembut. "Jangan menyerah seperti itu. Akan ada gadis baik yang ingin menikah denganmu. Kakak sangat hebat. Kakak pantas dicintai dan bahagia."
Marcel menatap Aya dengan tatapan sendu. "Tapi wajahku..." gumamnya.
Aya menggelengkan kepala. "Wajah tidak penting, Kak." ujarnya. "Yang penting adalah hati Kakak."
"Percayalah, di luar sana pasti ada seseorang yang akan mencintai Kakak apa adanya. Seseorang yang akan melihat Kakak bukan hanya dari penampilan fisik, tapi dari hati Kakak yang tulus," lanjut Aya.
Mendengar kata-kata Aya, hati Marcel terasa menghangat. Ia merasa ada harapan baru yang tumbuh di dalam dirinya.
Marcel menatap Aya dengan tatapan penuh terima kasih. "Terima kasih, Aya," ucapnya. "Kata-katamu sangat berarti bagiku."
Aya tersenyum. "Sama-sama, Kak Marcel,” jawabnya. "Kakak juga sangat berarti. Tanpa dukungan dari Kakak, aku tidak akan sampai di titik ini.'
Marcel menyadari sesuatu. Selama ini ia telah mencari cinta di tempat yang salah. Ia mencari cinta dari orang lain, padahal cinta itu sudah ada di dekatnya, dalam diri Aya.
Ia menatap Aya, gadis yang selalu tersenyum ceria dan penuh semangat, gadis yang tidak pernah menatapnya dengan pandangan berbeda. Gadis yang telah mencuri hatinya.
“Aya…?”
Cahaya menoleh, terkejut ketika tiba-tiba tangannya digenggam oleh Marcel. “Iya, Kak?”
“Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu!”
Cahaya menatap Marcell dengan kening berkerut. Tatapannya menelisik. “Apa itu, Kak?”
Marcel mengambil nafas dalam-dalam sambil memejamkan matanya sesaat sebelum kemudian membukanya kembali. Matanya menatap lekat ke arah wajah cahaya.
“Aku… sebenarnya…”
“Iya…?”
“Aku…”
. cuit cuit