"Kamu istriku. Aku akan menerima kekurangan mu dan terimalah kekurangan ku sebagai seorang suami." Abhaya Chandra.
Akibat masyarakat yang memiliki tradisi kolot, mereka terpaksa melakukan pernikahan di bawah tangan hanya karena berteduh dari hujan di sebuah pos kampling. Dua orang yang tidak saling mengenal itu diikat dalam ikatan yang sakral secara tiba-tiba.
Qiana Nadhifa, gadis yang dikenal pendiam dan jarang keluar rumah itu pun seketika menjadi hujatan masyarakat. Pembelaan yang dilakukan sia-sia karena ada orang yang mengambil keuntungan dari kejadian yang menimpanya. Sehingga tidak ada yang mempercayai perkataannya ataupun perkataan laki-laki yang dipaksa menikahinya, Abhaya Chandra. Termasuk sang ibu yang justru membencinya.
Apakah pernikahan keduanya berujung keberkahan Allah?
Author Note: Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh dan setting cerita, semua murni kebetulan. Semoga pembaca suka dengan karya keempat saya...
Terimakasih atas dukungannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Acara
Mulai dari pukul 7 pagi, Qiana sudah dirias sedemikian rupa untuk acara nanti.
Karena tukang rias yang ia sewa adalah sepupunya sendiri, Qiana sebelumnya meminta kebaya muslimah untuk dirinya dengan tetap menggunakan hijab yang menutup dada. Tetapi karena sepupunya tidak memiliki kebaya yang Qiana maksud, ia pun memilih kebaya berwarna biru dengan kerah tinggi dan ekor yang panjang dipadukan dengan jarit khas pengantin Jawa lengkap dengan korset dan stagen.
Untuk hijabnya, sepupu Qiana khusus membuat model hijab yang menutup dada seperti keinginannya dari bahu ke bahu membentuk setengah lingkaran. Agar tidak terlihat biasa, sepupunya menambahkan tiara juga lace diatas kepalanya. Bahkan sepupunya tetap mencukur alis dan sinom (rambut halus yang ada di dekat dahi) sebagai syarat, walaupun Qiana tidak mengenakan paes Jawa. Meskipun pakaiannya tetap memperlihatkan bentuk tubuh, paling tidak keinginannya untuk menutup dada terpenuhi. Begitu pikir sepupu Qiana.
Chandra dan Kang Badi yang ditemani sepupu Qiana, Suhadi pun sudah menjemput rombongan Mamak dan Bapak yang kini dijamu di rumah Budhe Qiana. Karena ini merupakan acara pernikahan, Chandra dan Qiana akan dipertemukan layaknya prosesi pernikahan adat Jawa pada umumnya. Sepupunya selaku tukang rias juga "dukun manten" yang bertanggung jawab selama prosesi berlangsung.
Acara pun dimulai, semua sudah bersiap diposisi masing-masing sesuai arahan "dukun manten". Musik penggiring berupa suara khas gamelan pun menjadi latar acara, mulai dari "temu manten" di mana kedua mempelai dipertemukan dengan diapit dua orang yang masih single (bukan duda/janda) pembawa "kembang mayang". Para pembawa akan saling bertukar "kembang mayang", menandakan pengantin melepas masa lajang mereka.
Dilanjutkan prosesi "balangan gantal", yaitu kedua mempelai masing-masing melemparkan lintingan daun sirih yang telah disiapkan oleh "dukun manten" kearah dada atau lutut mempelai dalam hitungan cepat. "Balangan gantal" memiliki makna tersendiri, mempelai laki-laki yang melempar kearah dada mempelai perempuan menandakan ia telah memiliki kekasih hati, sedangkan mempelai perempuan yang melempar kearah lulut sebagai tanda bakti kepada sang suami.
Prosesi dilanjutkan dengan "ngidak endog", di mana mempelai pria akan menginjak telur dan mempelai perempuan akan membasuh kakinya. Proses ini memiliki makna berupa harapan mendapatkan keturunan dan bakti serta kasih sayang kepada suami. Setelah mempelai perempuan berdiri, mereka akan berdiri bersebelahan dengan bergandengan jari kelingking.
Kemudian Ibu Ningsih membalut kain batik khas dengan warna gradasi merah ke putih, di bahu kedua mempelai dan membawanya ke pelaminan untuk didudukkan di kursi pelaminan. Beliau melakukannya sendiri lantaran Qiana tidak memiliki ayah dan tidak ada wali yang bisa hadir saat itu. Prosesi ini dinamakan "sinduran" yang memiliki makna orang tua yang memberi dan menunjukkan semangat menjalani hidup yang baik kedepannya.
"Dukun manten" mendatangi kedua mempelai dan memberikan kain kepada Qiana agar ia memegangnya dengan kedua tangan. Sedangkan Chandra diminta untuk menuangkan isi dari kain batik yang diberikan kepadanya ke tangan Qiana. Isi yang dituangkan berupa beras yang telah diwarnai menggunakan kunyit dan uang logam. Proses ini dinamakan "kacar-kucur" yang melambangkan suami sebagai pemberi nafkah.
Setelah itu, asisten "dukun manten" membawakan sepiring nasi yang dibuat mirip tumpeng beserta lauk dan 2 gelas teh. "Dukun manten" meminta Qiana dan Chandra saling suap dan saling memberikan minum yang mana melambangkan hidup berumah tangga harus saling rukun, saling membantu dan bekerjasama.
Prosesi terakhir yaitu "sungkeman". Orang tua kedua belah pihak duduk di pelaminan secara bergantian untuk mendapatkan "sungkem" dari Qiana dan Chandra, dengan cara berjongkok dan menyentuh lutut orang tua untuk menyembah. "Sungkeman" ini melambangkan bhakti kepada orang tua serta meminta doa restu.
Seluruh rangkaian prosesi pernikahan tidak luput dari juru kamera yang sudah Qiana sewa satu paket dengan riasan dan kostumnya. Sehingga kelak, mereka bisa menyimpan memori pernikahan mereka berupa album atau file foto.
Setelah semua prosesi selesai, seluruh tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati hidangan "piring terbang" dan teh hangat yang disajikan oleh remaja dan beberapa orang yang khusus ditugaskan sebagai penghantar makanan. Makanan pertama yang dihidangkan adalah Nasi Rames atau yang biasa dikenal sebagai nasi campur, yaitu nasi dengan beberapa lauk seperti lapis daging, sambal goreng kentang, mie kuning goreng, urap, acar, dan kerupuk udang. Selesai makan, penghantar makanan mengantarkan es buah sambil mengambil piring bekas tamu undangan.
Barulah satu-persatu tamu undangan naik ke pelaminan untuk berfoto bersama kedua mempelai yang dimulai dengan kedua orang tua masing-masing sampai keluarga besar.
Acara berlangsung lancar, sampai setelah dzuhur rombongan Bapak dan Mamak pamit untuk kembali ke Jogja. Semua keluarga pihak Qiana mengantarkan kepergian rombongan Bapak dan Mamak termasuk Qiana dan Chandra yang telah berganti dengan pakaian biasa.
Mamak memeluk Qiana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Beliau hanya mengucapkan terima kasih karena selama prosesi pernikahan digelar, beliau menyaksikannya dengan berlinang air mata. Mamak tidak menyangka bisa melihat anak bungsunya yang menikah mendadak itu melaksanakan prosesi pernikahan layaknya pengantin pada umumnya.
Qiana menitikkan air matanya ketika melambaikan tangannya kearah mobil rombongan yang menjauh termasuk Kang Badi yang ikut dalam rombongan tersebut. Chandra memeluk bahu Qiana sembari mengusapnya lembut untuk menenangkan istri kecilnya.
Ketika kembali ke rumah, tamu undangan masih memenuhi tenda. Bahkan ada beberapa teman Qiana yang sengaja datang ketika Qiana mengatakan jika dirinya ada di Rembang termasuk Almira. Qiana pun izin kepada sang suami untuk menemani teman-temannya sampai mereka berpamitan pulang.
Jika kalian berpikir acara akan selesai sampai disitu, maka kalian salah. Acara masih akan digelar sampai nanti malam. Di tempat tinggal Qiana, biasanya acara akan selesai sekitar pukul 9 malam. Hal ini dikarenakan ada tamu undangan yang hanya bisa datang di waktu malam, sedangkan siangnya mereka bekerja atau masih dalam perjalanan bagi mereka yang datang dari jauh.
Qiana dan Chandra hanya memiliki waktu istirahat sebentar diantaranya setelah sholat dzuhur, sholat ashar dan sholat magrib. Selebihnya, waktu mereka dihabiskan untuk menyambut tamu undangan Ibu Ningsih dan beberapa kenalan Qiana. Sama seperti bagian dapur yang tidak bisa pulang ke rumah, mereka hanya bisa mengirimkan makanan untuk keluarga yang ada di rumah. Bahkan ada beberapa yang membawa keluarganya sekalian untuk membantu acara.
Yang membuat Qiana was-was adalah ketika tepat pukul 8 malam, ada tamu tak diundang datang ke acara tersebut. Qiana bisa menebak, Almira lah yang membocorkan acaranya kepada tamu tersebut. Sekarang ia harus bagaimana, apakah ia harus mengenalkan Chandra sebagai suaminya? Atau ia harus izin kepada Chandra untuk menemuinya? Atau ia harus mengabaikannya?
.
.
.
.
.
Disclaimer:
Adat istiadat setiap daerah di Jawa berbeda, jadi mohon jangan disamakan satu sama lain. Yang tertulis di novel ini hanya semata-mata ingin mengenalkan pernikahan adat Jawa secara tertulis. Terimakasih...
Semangat.....