Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Hubungan yang Hambar
"Tony..."
"Hmmmm"
"Lihat aku.." wanita itu sedikit meninggikan suaranya agar sang suami memperhatikannya meskipun sebentar.
Berdiri mengekori langkah suaminya yang keluar dari kamar mandi menuju lemari pakaian.
"Apa?" tanpa menghentikan aktifitasnya, lelaki itu menjawab perkataan istrinya dengan setengah hati.
"Mengapa kau berubah akhir-akhir ini?" Wanita cantik itu duduk di pinggir ranjang mewah di kamar mereka. Melihati sang suami yang mondar-mandir mempersiapkan diri ke kantor.
"Tak ada" singkat dan menyakitkan. Bagaimana tidak menyakitkan, tidak ada komunikasi yang baik diantara mereka setelah pulang dari bulan madu beberapa bulan yang lalu.
Setiap kali Laura bertanya hanya jawaban 'tak ada, tak tahu, apa' dan jawaban-jawaban yang tidak ada penyelesaiannya sama sekali. Rumah tangga mereka terasa hambar, bahkan sangat hambar.
Bahagia hanya direguk pada satu bulan pertama setelah pesta pernikahan. Itupun didominasi oleh Laura, karena dia begitu dimanja, diagungkan seperti ratu dan dimaklumi segala apa yang ia putuskan.
Sedangkan bagi Tony, ia merasa bahagia bisa mendapatkan wanita yang telah lama memenuhi mimpi-mimpinya. Ya, Laura adalah gadis idamannya sejak dulu. Bahkan ia bersumpah akan melakukan segala cara untuk mendapatkan wanitanya itu. Namun apa hal, Tony ternyata tidak perlu membuang banyak tenaga bahkan bisa dengan mudah menikahinya.
Tony yang dulunya perhatian berubah seratus delapanpuluh derajat. Bahkan untuk kebutuhan lahir yang menjadi kewajiban istri pun, lelaki itu tidak mau dilayani. Mempersiapkan semuanya sendiri, atau asisten rumah tangga yang sudah menjadi kepercayaannya.
"Tony aku ingin bicara" ditariknya lengan kekar suaminya itu ke belakang. Namun malah dilepaskan dengan kasar oleh lelakinya itu.
"Aku buru-buru, ada meeting"
Selalu saja alasan itu yang keluar dari bibir Tony bila Laura ingin membahas permasalahan rumah tangga mereka. Belum lagi pulang kerja selalu hampir tengah malam, dan selalu dengan alasan capek yang membatasi Laura untuk membahasnya lebih lanjut.
Laura belum sekalipun menyadari kesalahannya. Yang selalu menolak memberikan dirinya seutuhnya pada suaminya. Sebuah kewajiban yang selalu ia tunda dan tunda lagi dengan berbagai alasan.
Selepas mengekori Tony tanpa hasil, wanita itu menghentakkan kakinya. Airmatanya keluar tanpa bisa ditahan lagi. Sungguh baru kali ini hatinya sakit sesakit-sakitnya. Dulu saat bersama Adrian, secuek apapun lelaki itu tak pernah membuatnya secengeng ini. Laura bukanlah seseorang yang mudah merendahkan harga dirinya.
Menghapus jejak airmata dipipinya kemudian melangkah ke dalam rumah dan langsung memasuki lift menuju kamarnya. Bahkan dalam perjalanan, ia tak memperdulikan tatapan nanar para pelayannya yang telah kenyang dengan drama pagi hari yang sudah cukup lama berlangsung itu. Drama yang seperti permainan, diulang lagi dan lagi.
Brukk..
Dijatuhkanlah tubuhnya di ranjang dengan segala beban didalamnya. Laura menangis, meraung dengan sekuat tenaganya. Sungguh ia bingung dengan dirinya sendiri. Bukankah ia tidak cinta dengan lelaki yang menikahinya itu. Semua hanya sandiwaranya atas rasa kecewanya yang terlampau dalam kepada Adrian.
Lalu, apa yang ia lakukan sekarang. Di umur pernikahannya yang hampir setengah tahun, sepertinya waktu mengubah rasa dalam hatinya. Dia yang dulunya tidak mengambil hati akan sikap Tony yang berubah, kini menjadi sangat sensitif.
Bukankah seharusnya dirinya bahagia. Apapun yang diinginkannya terpenuhi tanpa harus bersusah payah. Jika itu orang lain mungkin Laura sudah ditinggalkan sejak lama, namun lelaki yang kini bergelar suaminya itu hanya diam dengan tingkah Laura yang sejatinya tidak pernah wajar.
"Aarrgghhhh...." memukul keras ranjangnya, kemudian berjalan menuju kamar mandi membasuh wajahnya supaya lebih segar. Lebih baik hari ini ia pergi ke kantor, barangkali disana ia menemukan sedikit kedamaian yang membuatnya jiwanya lebih tenang.
Diraihnya handle lemari pakaiannya, kemudian membolak-balik dress yang tergantung rapi disana. Namun tidak ada yang menarik perhatiannya. Dialihkanlah matanya pada tempat di sebelahnya.
"Sekali-kali kupakai ini, sepertinya cantik" gumamnya. Stelan blazer coklat muda dengan kaos tanpa lengan dan skirt yang melekat pas di tubuh dengan panjang diatas lutut.
Mematut beberapa kali di depan cermin. Kemudian menyapukan make up tipis dengan lipstick orange segar. Laura tampak mempesona, wajahnya yang memang cantik terlihat seperti gadis usia belasan tahun.
Bukannya pergi ke kantornya, mobil yang ia kemudikan malah melesat ke kantor suaminya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Tuk..tuk..tuk
Bunyi heels menggema hingga ujung lorong. Membuat siapapun yang duduk di belakang meja tidak tenang untuk tidak beringsut mengalihkan fokusnya dari depan komputer ataupun berkas-berkas yang menumpuk di meja.
Semua mata tertuju pada seorang wanita yang berjalan bak seorang model profesional menuju ruang CEO. Cantik dan elegan. Itulah kali pertama Laura Michiel sang istri dari CEO mereka menginjakkan kakinya di perusahaan yang dirintis oleh suaminya sendiri itu.
Ceklek..
Pintu ruangan terbuka perlahan, menampilkan sang CEO tampan yang sedang duduk di sofa bersama sekretarisnya yang seksi. Ditangannya ada setumpuk berkas yang baru saja diserahkan Tony pada sekretarisnya itu. Hanya sang sekretaris yang tampak mengangkat kepala, kemudian mengangguk kepada Laura. Sedangkan sang suami malah tidak menatapnya sama sekali.
"Kalau begitu saya mohon diri pak"
"Ya, sekalian cek ulang semua berkas yang kuberikan itu. Jangan sampai kejadian kemaring terulang lagi"
"Baik pak, saya permisi" wanita seksi itu berjalan keluar pintu setelah sebelumnya mengangguk lagi ketika berpapasan dengan Laura.
Selepas pintu tertutup, Tony masih saja diam. Padahal ia sudah berpindah dari sofa ke kursinya dan malah membuka laptop seakan istrinya itu tidak terlihat sama sekali.
Laura mendekat, melangkahkan kakinya pelan, bahkan ia sengaja menekan heelsnya hingga tidak menimbulkan suara. Tanpa disuruh wanita cantik itu berdiri menjulang disebelah sang suami.
"Bisakah aku bicara denganmu?" perlahan lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya itu mengangkat kepala.
"Ini di kantor, urusan pribadi bahas dirumah" dengan segera dialihkan kembali pandangannya kedepan laptop yang isinya penuh dengan neraca-neraca.
"Aku tahu, tapi di rumahpun kau tidak ada waktu untukku. Jadi jangan salahkan kalau aku kesini" sedikit membungkuk dengan tangan menyilang di dada, Laura membalas perkataan suaminya dengan ketus pula.
"Laura! hanya aku yang boleh bicara keras disini, heeeh...aku muak dengan tingkahmu! istri macam apa kau yang bahkan sudah menikah berbulan-bulan sengaja membiarkan suamimu ini masih perjaka " Tony bangkit dari duduknya dan berkata dengan suara sedikit meninggi.
Mereka tengah saling berhadapan kini. Setelah sekian lama menghindar hanya untuk mendamaikan hatinya yang panas oleh perlakuan istrinya yang memanfaatkan kebaikannya.
Tony mencintai Laura, iya. Apapun akan dilakukan untuk wanitanya itu, iya. Tapi tidak untuk penolakannya yang satu ini. Rumahtangga seperti apa jika sebuah kewajiban sebagai istri saja dilalaikan.
Seorang Tony Lewis yang menolak banyak wanita hanya untuk bisa memiliki Laura Michiel. Impiannya, hasratnya, tujuan hidupnya hanyalah Laura. Itu sebuah obsesi, mungkin. Tapi memang hanya kepada Laura lah dia tidak bisa bertindak kasar, hanya perkataan yang terkadang ketus yang sudah tidak bisa ia tahan. Selebihnya ia akan pergi saat hatinya tidak lagi bisa menahan bara api kemarahan yang disulut oleh Laura.
Mata Laura berkaca-kaca. Demi apapun ini perkataan Tony paling keras yang ditujukan kepadanya. Entahlah, tiba-tiba saja dadanya sesak dan sakit. Terdiam dengan menunduk kaca-kaca itu mengkristal dan jatuh.
Ia bukan lalai, ataupun tak mau tapi Laura butuh waktu. Waktu untuk menerima kenyataan bahwa sekarang dirinya adalah milik Tony seutuhnya suka ataupun tidak suka. Salahnya sendiri juga dahulu ia memanfaatkan Tony untuk membalas Adrian. Hingga berakhir disini seperti ini.
"Atau kau lebih suka lelaki yang dalam buku nikah sah sebagai suamimu ini malah mencari wanita lain diluaran sana!"
"Bukan begitu Tony,, hk...hk..maafkan aku...aku" Laura tersedu dan tergagap, tiba-tiba saja apa yang dikatakan Tony membuat hatinya menciut. Membayangkan jika benar ada wanita lain didalam pernikahannya.
"Cukup, aku ada meeting setengah jam lagi. Jangan menambah buruk suasana hatiku. Pulanglah, diantar Emil (_bodyguard Tony)" dan lelaki itu segera berlalu dari ruangannya meninggalkan istrinya yang masih berdiri menumpukan pantatnya di meja kerja suaminya.
Ceklek
Bersamaan dengan keluarnya Tony, masuklah Emil yang menghampiri majikannya.
"Silahkan nyonya" tangan Emil mempersilahkan. Laura mendengkus, hidungnya penuh dengan cairan sisa tangisannya tadi. Diusapnya hidung mancung dengan tissu yang tersedia, kemudian diusaplah juga jejak airmata dipipinya. Dengan tubuh lemas diikutinya langkah kaki sang bodyguard.
Namun di tengah perjalanan menuju lift, Emil yang berjalan teratur di belakang Laura terkejut dengan suara tembakan yang begitu keras memekakkan telinga. Reflek ia mendorong tubuh sang nyonya memberikan perlindungan.
Dan selanjutnya insting Emil yang langsung menebak terjadi sesuatu di ruang meeting tempat sang majikan berada segera berlari menuju kesana. Tepat ketika ia hampir masuk ada seseorang yang menabraknya, orang itu terlihat lari dengan membabi buta.
Emil tak begitu perduli dengan orang yang menabraknya. Matanya memindai sekeliling mencari keberadaan majikannya.
"Tuan..Tuan "
"I'm okay Emil" sahut Tony keluar dari balik pintu rahasia ruang meeting bersama dengan Reza, bodyguard sekaligus asisten pribadinya. Diikuti pula oleh para karyawan yang berlindung dibalik meja.
"Maafkan saya Tuan" Emil menunduk, merasa bersalah karena anggotanya kecolongan hingga membahayakan keselamatan tuannya.
"Kau!....apa saja kerjaanmu hingga tidak becus seperti ini" Tony melempar laser pointer yang tanpa sengaja terbawa ke arah Emil yang tadinya menunduk malah mendongakkan kepalanya.
Pletak!!
Hingga ujung laser pointer mengenai keningnya, meninggalkan jejak merah membulat.
"Saya siap dihukum Tuan, maafkan_"
"Aaaaaaaaaaaaaaa"
Tiba-tiba suara teriakan memutus permintaan maaf Emil kepada tuannya. Sontak Emil yang secara tidak sadar meraba keningnya yang sakit memelototkan matanya ke arah Tony dan bersamaan juga dengan sang majikan yang menatao nyalang kepadanya. Hingga keduanya serempak berteriak.
"Nyonya..."
"Laura.."
💜💜💜💜💜💜💜maaf ya updatenya lama🙏
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏