Mika dan Rehan adalah saudara sepupu.
mereka harus menjalani sebuah pernikahan karena desakan Kakek yang mana kondisinya semakin memburuk setiap hari.
penuh dengan konflik dan perselisihan.
Apakah mereka setuju dengan pernikahan itu? Akankah mereka kuat menghadapi pernikahan tanpa dasar cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pe_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Jatuh Sakit.
HAPPY READING...
***
Pagi Hari.
semua orang sudah berada di ruang makan. duduk dan bersiap untuk sarapan.
berbeda dari hari sebelumnya, pagi ini Rehan terlihat tidak baik-baik saja. pria itu hanya terdiam dan raut wajahnya jelas terlihat aneh.
"Kau sakit, Rey?" tanya Ayah.
Satu-satunya orang yang melihat perubahan dari menantunya itu. bagaimana tidak, Rehan duduk di samping Ayah.
Pertanyaan Ayah Adam seketika membuat Mika mengalihkan pandangannya ikut menatap ke arah Rehan juga.
pria itu memang terlihat tidak bersamangat seperti sebelum-sebelumnya.
"Apa kau sakit?" tanya Ayah lagi.
Kali ini Rehan bereaksi.
"Tidak Yah... Rehan hanya sedikit lelah saja..." jawabnya. entah kenapa sejak bangun tadi tubuhnya terasa berat dan perutnya seperti kembung. mungkin karena efek tidur di lantai semalam. karena Rehan tak terbiasa untuk itu. atau mungkin karena lelah saja.
"Benar Rey, wajahmu juga terlihat pucat..." timpal Ibu Widya.
wajah menantunya itu sedikit pucat. ditambah dengan gerak-gerik Rehan yang berbeda dari sebelumnya.
entah apa yang dirasakan Rehan saat ini.
"Yakin?". Mika juga ikut bertanya. tangannya hendak menyentuh kening Rehan, tapi segera di urungkannya. malu.
padahal sebagai calon dokter, naluri Mika seketika bekerja dengan sendirinya. hanya saja ini berbeda! ini Rehan! dan di depan kedua orang tuanya juga. mana mungkin Mika melakukan hal memalukan itu.
"Hm," jawab Rehan singkat dan memulai sarapan paginya.
Bahkan sampai perjalanan memulai aktivitas mereka.
berulang kali Rehan menyentuh perutnya. pria itu seperti merasakan sesuatu yang tidak nyaman.
"Kenapa?" tanya Mika.
walaupun sebenarnya ia juga tak mau terlalu peduli pada pria menjengkelkan di sebelahnya.
"Nanti sore aku mampir ke rumah, kau bisa pulang sendiri kan?" ucap Rehan memberitahu rencananya pada Mika.
ada sesuatu penting yang ingin Rehan ambil disana.
"Oke..." jawab Mika enteng.
jadi ia tak perlu menunggu Rehan untuk menjemput kepulangannya.
Mika akan kembali pulang menggunakan Taxi atau mungkin meminta supir Ayah untuk menjemputnya.
Perjalanan cukup lama, pada akhirnya mobil yang Rehan kendarai sampai di Kampus Mika.
gadis itu turun dari mobil. "Aku kuliah dulu..." pamitnya. seharusnya Mika tak perlu mengatakan itu, hanya saja entah kenapa kata itu terucap begitu saja dari mulutnya.
"Hm, semangat belajarnya istriku..." goda Rehan.
Issstt.. Mika geli sendiri mendengarnya.
Rehan masih tak melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. ia justru masih mengamati pergerakan Mika dari belakang hingga cukup jauh, terlihat gadis itu dihampiri oleh seseorang. lebih tepatnya seorang laki-laki sepantara dengan Mika yang terlihat berlari dan menyamai langkah kakinya dengan sang istri.
"Siapa dia?" gumam Rehan penasaran. karena ini pertama kalinya Rehan bertemu dengan orang itu. yang biasanya Mika hanya terlihat bersama kedua sahabatnya, Karin dan Sasa.
Tapi sisi lain Rehan bicara. Agh. kenapa juga aku peduli.. batinnya.
dan seketika Rehan mulai melajukan mobilnya meninggalkan Kampus Mika dan menuju ke Perusahaan untuk bekerja.
***
Siang Hari.
Saat semua karyawan terlihat mulai meninggalkan gedung tinggi pencakar langit tempat mereka bekerja. jam istirahat telah tiba, dan sebagian mereka mulai menuju ke Kantin Perusahaan untuk makan.
sedangkan yang di lakukan Rehan adalah tiduran di sofa. entah kenapa kepalanya benar-benar pusing. keringat dingin juga seakan mengucur deras dari tubuhnya. padahal pendingin ruangan disini juga berfungsi dengan baik.
"Apa yang terjadi?". Papa Bima tiba-tiba masuk ke ruangan putranya setelah mendapat kabar dari salah satu karyawan Perusahaan yang memberitahu bahwa Rehan sedang tidak baik-baik saja.
Pria itu berjalan mendekat. menyentuh kening Rehan memastikan apakah putranya demam atau tidak.
"Apa yang membuatmu tak nyaman Rey?".
"Rehan hanya sedikit pusing, Pa...". .
"Apa sudah ke klinik dan meminta obat?".
Ditanya seperti itu, Rehan tak menjawab. sebenarnya ia malas untuk itu. Rehan adalah tipe orang yang malas untuk menelan pil apapun walaupun dalam keadaan sakit sekalipun.
"Ayo Papa antar..." ajak Papa. karena beliau tau bagaimana watak putranya itu.
"Tidak perlu Pa, nanti juga baikan..." tolak Rehan. setidaknya ia ingin memejmakan matanya sebentar.
Papa Bima mendengus kesal. "Mintakan obat untuknya di klinik..." perintah Papa Bima pada seketaris pribadinya.
"Baik Tuan,". dan pria yang tadinya berdiri di belakang Papa Bima seketika keluar ruangan
dan menuju ke klinik.
Di perusahaan ini memang tersedia sebuah klinik dimana disediakan untuk seluruh karyawan jika ada yang sakit dadakan. dan ada tenaga medis juga yang memang bersiaga disana.
Tak butuh waktu lama, Sekertaris Papa Bima itu kembali datang dengan plastik berisi beberapa obat.
menyerahkannya pada Papa dengan rasa hormat.
"Bangunlah Rey... minumlah ini..." perintah Papa Bima.
Sebenarnya Rehan enggan untuk bangun. hanya saja semuanya akan bertambah berantakan nanti. apalagi jika sampai Papa nya marah.
hingga yang dilakukan Rehan adalah menuruti keinginan Papa untuk meminum pil itu.
"Pulanglah dan beristirahat..." ucap Papa. karena ia tau Rehan memang sedang tidak enak badan saat ini.
"Bagaimana dengan -,".
"Biar Papa yang menyelesaikannya..." sela Papa. padahal Rehan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
"Bagaimana caranya kau pulang?" tanya Papa. sedangkan beliau tau kalau Rehan membawa mobil sendiri tadi pagi. sangat tidak memungkinkan kalau pria itu menyetir dalam keadaan sakit.
"Biar saya yang mengantarkan Tuan Muda sampai ke rumah..." ucap Sekertaris Papa.
"Tidak... tidak perlu... aku akan menghubungi seseorang..." tolak Rehan.
"Yakin?". Papa Bima mengerutkan keningnya. memastikan bahwa Rehan bisa pulang dalam keadaan selamat.
"Hm,".
Dan setelahnya Rehan benar-benar diantar pulang oleh Sandi, sahabatnya.
kesetiakawanan mereka benar-benar patut diacungi jempol. padahal Sandi tidak bekerja di satu perusahaan dengan Rehan, tapi pria itu dengan senang hati datang membantu saat Rehan membutuhkan.
Pada akhirnya Sandi benar-benar mengantarkan Rehan pulang ke rumah.
"Ayo aku bantu..." ucap Sandi setelah membukakan pintu untuk sahabatnya.
mereka turun dengan Rehan yang dipapah oleh Sandi masuk ke rumah.
"Disini saja..." ucap Rehan. sebuah sofa ruang tamu yang akan dia gunakan untuk merebahkan diri.
karena Rehan rasa tidak memungkinkan kalau Sandi membawanya sampai ke kamar.
"Terimakasih San..." ucap Rehan.
"Tidak usah berlebihan..." tolak Sandi. "Kau yakin akan baik-baik saja?" tanyanya. melihat tak ada siapapun di rumah ini. dan Sandi yakin kalau Mika belum pulang dari Kuliahnya. "Apa perlu aku disini sampai istrimu pulang?". kalaupuj perlu, Sandi tak akan keberatan melakukan itu. menunggu Rehan.
"Tidak, tak perlu... kau kembali saja bekerja..." tolak Rehan. ia cukup tau diri untuk tidak merepotkan Sandi lebih dari ini.
"Yakin?".
"Hm," jawab Rehan sambil memejamkan matanya.
"Ya sudah kalau begitu, aku pergi..." ucap Sandi. sudah memutar tubuhnya hendak meninggalkan Rehan, pria itu kembali terdiam. "Oh iya, kunci mobil ku taruh di meja dan obatmu juga... jangan lupa meminumnya... kabari aku kalau butuh sesuatu..." ucapnya.
"Oke...".
Setelahnya Sandi benar-benar meninggalkan rumah Rehan dan menutup pintu serta pagar besi itu. dan sebuah Taxi sudah menunggu di depan. kendaraan yang akan membawa Sandi kembali ke Perusahaan tempatnya bekerja.
sedangkan Rehan, pria itu terus memejamkan mata. merasakan tubuhnya yang nyeri dan tak berdaya.
keringat dingin juga masih mengucur membasahi kemeja yang ia kenakan.
***