NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sweet September

September, 2002.

Ada salah satu anggota Scampala yang agaknya coba mendekatiku. Dia bergabung menjelang kegiatan Bakti Sosial bulan Agustus. Entah bagaimana kedekatan tersebut bermula? Seingatku dia memang sudah berusaha akrab denganku semenjak hari pertama datang ke basecamp.

Sebetulnya aku menyadari hal itu. Setiap kali Scampala mengadakan rapat intern dan dia ikut, sering kudapati dia tengah menatapku dengan sorot mata yang aneh. Awalnya aku tidak mengacuhkan hal tersebut. Aku pikir memang begitu wataknya, karena kebetulan anak itu pendiam dan tak terlalu menonjol. Bahkan setelah sebulan dia bergabung, siapa namanya pun aku belum tahu.

Berhubung teman-teman sering mengolok kami, bahkan kawan akrabnya beberapa kali menyampaikan ‘salam’ dari dia, aku jadi sering memperhatikannya. Dan akhirnya aku tahu nama cowok itu.

Dito!

Siswa salah satu STM swasta yang gedung sekolahnya berada di pinggiran Kota Ponorogo sebelah timur. Rupanya dia ini baru naik kelas 2, satu tingkat di bawahku. Pantes, kayak lugu-lugu gimana gitu.

Jujur saja, aku penasaran karena sikap Dito paling cuek dibanding teman-teman yang lain. Selain cuek, dia juga tidak banyak bicara, agak tertutup dan misterius. Tipe idamanku banget. Menantang. Mengenal Dito seakan menemukan kembali karakter Kevin pada orang yang berbeda.

Kedekatan kami bermula ketika pada suatu hari ada kegiatan Lomba Lintas Alam di Trenggalek. Kalau tidak salah di kecamatan Bendungan. Para anggota Scampala siap-siap hendak ikut. Ada pertemuan pada Jumat sore yang membahas mengenai event tersebut.

Hari itu, aku berencana tidak ikut berangkat sebab kakak sepupuku menikah tepat pada hari Minggunya. Ibu dan Bapak pun pulang ke kampung sejak Jumat pagi—bersamaan dengan aku berangkat sekolah, karena harus membantu acara hajatan di rumah Bude. Oleh karenanya, ketika didata aku menyatakan untuk tidak ikut.

Selesai rapat, Dito menemuiku. Itu kali pertama dia berani mengajakku ngobrol, dan hanya berdua. Sebelumnya, apapun yang mau dia katakan, temannya lah yang disuruh menyampaikan kepadaku.

“Besok kamu ikut nggak?” tanyanya to the point.

Aku yang masih syok karena tidak menyangka orang itu berani ngobrol denganku, hanya menanggapi dengan gelengan kepala.

“Kenapa nggak ikut?”

“Ada acara di rumah.”

“Acara apa?”

“Kakakku nikah.”

Dito diam sebentar seperti tengah berpikir, lalu tak lama kemudian kembali berujar, “kalo kamu nggak ikut aku juga nggak ikut loh.”

Mendengar ucapannya aku tersenyum tersipu. Duh, seberharga itukah kehadiranku buat dia? Sempat tersanjung juga aku mendengarnya.

“Ayo ikut aja, yuk!” bujuk Dito lagi.

“Tapi kakakku nikah loh. Masa aku malah ikut lintas alam?”

“Emang kapan sih nikahnya?”

“Hari Minggu.”

“Ya, nanti Minggu pagi kita pulang duluan.”

“Hah?”

“Iya, nanti aku temani.”

Sumpah, nggak ngerti lagi kenapa dia sengotot itu pengen aku ikut ke Trenggalek. Padahal, kalau dipikir-pikir kami ke sana kan dalam rangka Lomba Lintas Alam yang diselenggarakan pada Minggu pagi. Lha kalau Minggu pagi itu kita malah pulang, terus ngapain harus ikut berangkat? Kan kurang kerjaan.

Tapi Dito memang unik. Di balik sikapnya yang seolah bodo amat terhadap sekitar, dia memberikan effort yang pada akhirnya melumerkan keras hatiku. Yang jelas, mendapat perlakuan demikian dari Dito membuat aku merasa kembali menemukan ‘rumah’ nyaman.

Hari itu, saat mau pulang, dia kembali meminta keyakinan dariku. “Bener ya besok ikut? Jangan bohong loh.”

Alamak!

 

 

🍁🍁

 

 

Selain Dito ini sosok yang bisa membuatku nyaman, dia juga datang pada waktu yang pas. Dia masuk dalam kehidupanku tepat ketika aku tengah galau-galaunya ditinggal oleh orang-orang yang aku sayangi. Dia hadir ketika aku sedang merasa sendirian dan tak punya siapa-siapa. Maka wajar apabila kehadirannya membuatku kecanduan, dan kehilangan dia menjadi mimpi terburukku.

Hari itu aku menepati janji, sekaligus memenuhi permintaan seseorang yang aku rasa paling istimewa dalam hatiku. Aku memutuskan untuk ikut berangkat ke Trenggalek, dan masih terbayang sampai sekarang betapa semringah wajah pemuda itu ketika Sabtu siang tersebut melihatku ada di antara rombongan.

Aku memberanikan diri mendekati dia, tidak memedulikan olokan ‘cie-cie’ dari teman-teman yang memang biasa meledek kami berdua. Bodo amat mau dinilai bagaimana! Dikatain pacaran pun tak masalah buatku. Toh aku tidak sedang dekat dengan siapa-siapa.

“Besok beneran temani aku pulang, loh!” tegasku pada Dito dengan kalimat yang penuh penekanan.

Aku memang harus memastikan hal tersebut karena untuk mendapat izin dari Ibu pun setengah mati usahaku. Dan aku sudah berjanji untuk pulang hari Minggu sebelum acara resepsi berlangsung. Bisa gawat kalau sampai janji itu tidak kutepati. Pasti bakal lebih susah lagi buat dapetin izin jika mau ikut kegiatan ke luar kota.

Dito hanya menanggapi ucapanku dengan senyum dan anggukan kepala. Namun, entah kenapa aku bisa sangat yakin kalau pemuda itu pasti akan menepati janjinya. Entah kenapa, segitu percaya aku pada dia.

Namun, aku tidak pernah menyesal menaruh kepercayaan terhadapnya di hari itu. Rupanya Dito memang orang yang betul-betul memegang janji. Jika teringat masa-masa tersebut, aku tidak dapat menahan haru. Setulus itu dia terhadapku dulu.

Sabtu malam rombongan Scampala tiba di lokasi pelaksanaan Lomba Lintas Alam. Kami bergegas mencari tempat untuk menginap, atau nge-camp—istilah kami. Seperti biasa, rumah warga sekitar lah yang menjadi tempat istirahat para peserta dari luar kota. Kami pun begitu, tidur rame-rame di teras rumah orang.

Hari Minggu, pagi-pagi sekali aku dan Dito meninggalkan lokasi untuk pulang. Sesuai janjinya, Dito menemani aku dan kami berdua jalan kaki sejak dari lokasi di Kecamatan Bendungan hingga terminal Trenggalek yang terletak di Kecamatan Durenan.

Sepanjang jalan, banyak hal yang kami perbincangkan. Aku bahagia, aku senang mengenal dia. Senang berjuta-juta kali lipat. Ternyata Dito tidak sependiam yang kupikir. Ternyata dia sosok yang humoris. Obrolan kami pun nyambung senyambung-nyambungnya. Bahkan saking nyamannya ngobrol dengan dia, jarak 33 Km pun tak terasa jauh ditempuh dengan jalan kaki saja.

Pagi itu, kami belajar saling mengenal satu sama lain. Dia banyak bercerita mengenai dirinya. Aku juga. Satu hal yang akhirnya aku tahu pasti adalah, Dito kalau sudah ngobrol jauh lebih ceriwis dari aku. Dia cenderung lebih banyak ngomong, sementara aku hanya diam menyimak.

Di dalam bus, Dito sempat menunjukkan dompetnya. Dia pun mengizinkan aku membuka dompet tersebut. Karena penasaran, aku unboxing lah dompet tersebut, bahkan hingga ke sudut-sudut terdalamnya. Hingga aku menemukan selembar foto di sana.

Foto Dito tengah merangkul seorang gadis berkaos merah. Melihat foto tersebut muncul perasaan aneh dalam diriku.

“Ini siapa? Pacar kamu?” tanyaku sarat dengan rasa tak terima.

Namun, dengan tenang dan santai Dito menjawab, “mantan.”

“Masa? Kok masih disimpan fotonya?”

“Nanti kalau sudah ada penggantinya, aku buang foto ini.”

“Emang harus banget ya foto mantan disimpan dalam dompet?”

“Iya nanti aku nggak simpan di situ lagi, deh.”

“Pasti kamu cinta banget sama dia,” tebakku sok tau yang semakin menunjukkan bahwa sebetulnya aku cemburu.

“Udah nggak, kok. Dia udah punya pacar lagi.”

“Emang dia siapa?”

“Teman SMP.”

“Sekarang sekolah di mana?”

“SMEA PGRI.”

Selalu sedetail itu aku kepo kalau sudah dilanda cemburu. Pokoknya harus tahu tentang dia sampai ke akar-akarnya. Kalau nggak, bakalan overthinking sampai mati.

“Lah, kamu lebih tua satu tahun dari aku, ya?” pekikku lirih seraya terkekeh geli pada saat melihat datanya di kartu identitas. “Kok bisa jadi adek kelasku?”

“Emang kamu kelahiran tahun berapa?”

“Aku bulan Juli kemarin baru 17 tahun.”

“Oooh... Aku lebih tua dong!”

“Ya iya, lah!”

“Ya nggak apa-apa. Malah bagus,” ujarnya membela diri.

Aku tergelak lirih mendengar kalimat bernada pembelaan tersebut. Sesaat kemudian, aku menutup dompet tersebut dan mengembalikan kepada dia, lalu tercenung memandangi jendela. Terus terang, aku sedih dan menyesal sudah bongkar-bongkar dompet orang. Terlebih di dalamnya menemukan fakta yang tak urung menimbulkan nestapa.

Foto mesra itu.

“Kamu kenapa?” Dito menanyaiku yang mungkin waktu itu mataku sudah mulai berkaca-kaca.

“Nggak pa-pa,” kilahku dengan munafiknya.

“Nggak pa-pa kok nangis.”

“Aku nggak suka lihat ada foto cewek di dompet kamu,” ucapku lirih.

“Oooh... Itu.” Masih seperti khasnya, cowok itu bersikap tenang. “Makanya kasih foto kamu, buat aku taruh di dompetku.”

“Aku nggak punya foto.”

“Nggak harus sekarang. Kan di rumah pasti punya, kan?”

“Nanti aku coba cari.”

“Beneran, ya! Nanti pas acara lintas di Nglarangan bawain fotonya.”

“Insya Allah,” balasku belum mau berjanji.

Kami berpisah di perempatan Jetis. Aku turun untuk kemudian ganti naik angkodes hingga jalan raya dekat rumah. Sedangkan Dito masih harus ke terminal, lalu ganti bus lagi yang mengantar dia sampai kos-kosan. Anak itu indekos di dekat gedung sekolah. Rumahnya sendiri lumayan jauh dari kota.

Hari itu dapat kupastikan satu hal bahwa aku jatuh cinta kepada Dito. Mungkin dia memang tidak bisa memenuhi standar cowok idaman yang aku patok setelah mengenal Raga dan Kevin, di mana aku memasang standar spek dewa. Namun, dia bisa memberiku perasaan yang bahkan tidak bisa diberikan oleh mereka berdua, yakni perasaan aman.

 

 

 

 

 

 

🍁🍁

1
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka aja ceritanya
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!