Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 35
Kegelisahan Lavina seketika berkurang saat sang suami datang bersama Aidan. Dia yang tengah menemani Luna di kediamannya, mulai bisa bernapas lega. Terlebih, senyuman lembut yang Abyan tampilkan padanya membuat rasa gelisahnya mulai terkikis.
“Tidak terjadi apa pun, kan, selama Mas pergi?” Abyan mengambil tempat di sisi single sofa sebelah sang istri.
“Kita baik-baik saja, kok,” jawab Lavina membalas senyuman sang suami, seakan-akan saling memberikan ketenangan untuk satu sama lain. “Lalu, bagaimana dengan keputusannya?” tanyanya yang sudah sangat penasaran.
Baik Abyan maupun Aidan tak langsung menjawab. Sedang kedua wanita yang sedari tadi cemas, makin penasaran. Menanti sepasang kakak beradik itu membuka suara.
“Sempat terjadi cekcok. Mereka sangat keras kepala,” ujar Abyan membuka suara lebih dulu.
“Ck! Mereka itu keluarga gila.” Nada yang digunakan Aidan begitu terdengar kesal bercampur emosi.
“Tapi keputusannya sesuai, kan? Ayo cerita, jangan berbelit-belit ishh,” desak Lavina tak sabaran.
Abyan menghela napas panjang. Dia tidak bisa berkata tidak saat istri manjanya sudah mulai merengek seperti sekarang.
Video rekaman cctv berputar menampilkan bagaimana seorang pria mulai mendekati Luna, sesaat setelah Aidan pergi ke arah toilet. Awalnya semua tampak baik-baik saja, terlebih suasana restoran itu juga tampak tenang. Sampai pria itu berani duduk di kursi kosong yang ada di meja Luna.
Luna terlihat kaget dan tampak berbicara. Lalu, dengan tidak sopannya, pria asing itu memegang tangan Luna, yang segera ditepis oleh empunya. Tak sampai di situ, Luna kembali berbicara dengan raut muka yang mulai tak enak.
Setelahnya, hal tak terduga terjadi. Pria asing itu dengan sengaja menyenggol minuman yang ada di meja, hingga membuat minuman itu tumpah mengenai pakaian Luna. Dari situlah tindakan kurang ajar itu dilakukan.
Luna yang kaget bajunya yang basah akibat minuman itu, semakin dibuat kaget sekaligus takut begitu pria asing itu mendekat dan mencoba untuk membersihkan baju Luna yang basah yang dengan sengaja mencari celah untuk memegang dada Luna.
Luna mencoba menepis dan memberontak, tetapi pria asing itu terus memaksa, bahkan sampai menahan sebelah tangan Luna. Lalu, tiba-tiba Aidan datang dan langsung menendang pria asing itu. Menghajar dengan membabi buta, sampai pria asing itu terbaring lemah dan segera diamankan oleh pihak keamanan.
“Seharusnya dari video ini juga Anda bisa tahu tindakan kriminal adik Anda itu. Bukan malah menyalahkan anak saya,” dengkus pria paruh baya itu. “Dan seharusnya Anda bertanggung jawab atas pengobatan anak saya. Bukan malah bicara tidak berguna seperti sekarang.”
“Apa mata kamu buta! Anak kamu sudah melecehkan pacar saya, sialan! Dan kamu bisa-bisanya minta tanggung jawab ke saya. Kalian gila!” Aidan sudah meledak-ledak, tak lagi bisa bersabar.
“Cih! Lalu kamu pikir tindakan kamu benar dengan menganiaya anak saya?” balas pria paruh baya itu.
Tak ingin suasana semakin tegang dan tak terkendali. Abyan segera menarik Aidan untuk kembali duduk. Kemudian, dia menatap pria paruh baya di depannya dengan tatapan tajamnya. Kali ini dia mulai serius dan tak bisa lagi menahan diri lebih lama.
“Baiklah, jika itu yang Anda inginkan. Kita akan melanjutkan masalah ini ke jalur hukum. Dan perlu Anda ingat, anak Anda bisa terkena pasal berlapis. Sudah mengganggu orang lain, dan melakukan pelecehan kepada seorang perempuan di tempat umum. Oh iya satu lagi, kelakuan anak Anda ternyata bukanlah yang pertama kali, dan asal Anda tahu. Saya punya bukti konkretnya,” putus Abyan tegas, membuat lawan yang sebelumnya keras kepala menjadi gentar. “Kalau begitu saya permisi.”
Abyan serta pengacara dan adiknya mulai melangkah untuk meninggalkan ruangan itu. Namun, langkah mereka seketika terhenti saat pria paruh baya itu bersuara, menahan mereka.
“Saya tidak akan membawa ke jalur hukum. Tapi ada syaratnya.”
Abyan berbalik dengan tatapan tenangnya. “Katakan!”
“Seluruh biaya rumah sakit harus kalian tanggung sampai anak saya sembuh,” kata pria paruh baya itu tak tahu malu.
“Kalau begitu saya akan tetap membawa kasus ini ke polisi, karena apa yang telah anak Anda dapatkan itu adalah konsekuensi perbuatannya. Saya tidak akan membayar sepeser pun. Setuju atau tidak, terserah Anda,” putus Abyan final tak lagi membuang waktu.
Pria paruh baya itu mulai takut. Segera dia menghampiri Abyan yang sudah melangkah ke arah pintu. Lalu, pria itu memohon-mohon ampun dan minta maaf. Andai saja Luna tak melarangnya untuk menyeret pelaku ke buih, sudah dipastikan Abyan membawanya sedari tadi.
“Temui korban dan minta maaf dengan benar.”
Lavina akhirnya menghembuskan napas lega. “Jadi semuanya udah beres?” tanyanya lagi, memastikan.
“Iya, Lav.” Abyan menjawab dengan kesabaran yang tak pernah habis untuk istrinya.
“Terima kasih, Abang,” ucap Luna yang diangguki oleh Abyan.
“Jaga Luna, Dek. Abang harus pulang dulu,” pesan Abyan sebelum membawa sang istri bersamanya.
***
Abyan tengah menyuapi sang istri yang sedang manja padanya malam ini. Entah karena efek kehamilan atau memang Lavina sendiri yang ingin. Abyan tak terlalu mempermasalahkannya. Sebab, beberapa hari ini dia disibukkan oleh pekerjaan serta masalah Aidan.
“Minggu ini kita udah bisa pindahan. Kamu keberatan, gak, Sayang?” tanya Abyan dengan lembutnya.
Lavina yang tengah asyik menonton drama China kesukaannya, seketika menoleh ke arah suaminya. “Serius? Aku udah gak sabar banget buat tinggal di rumah itu,” balasnya antusias, menerbitkan senyuman di wajah Abyan.
“Berarti gak keberatan, ya. Kita bisa mulai packing yang penting-penting aja dari sekarang,” ujar Abyan lagi. “Biar nanti dibantu sama Mbak sekalian. Mas gak mau kamu terlalu excited sampek kelelahan.”
“Tapi, aku juga mau bantu,” sahut Lavina dengan bibirnya yang memble.
“Iya, sekedar bantu saja. Tidak boleh berlebihan.” Abyan mencoba memberikan pengertian. Beruntungnya sang istri mau menurut.
Lantas, si calon ayah itu memberikan air serta vitamin untuk sang istri yang baru saja menghabiskan makanannya. Sebuah rutinitas yang tak pernah Abyan lewatkan, karena sang istri yang suka lupa dengan pesan-pesan dokter.
“Sebenarnya sampai sekarang mas masih bingung, Lav.” Suara Abyan yang kembali terdengar, menarik perhatian Lavina.
“Bingung kenapa?” tanya si ibu hamil.
“Kenapa Luna tidak mau menuntut pelaku pelecehan itu. Padahal meskipun Aidan berlaku anarkis, tetap saja kita bisa menjebloskan bajingan itu ke penjara dengan semua bukti yang ada,” papar Abyan yang ternyata menyimpan emosinya.
Lavina mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Dia paham, bahkan dia juga marah sebab Luna tak mau membawa masalah itu ke pihak hukum. Namun, setelah mendengar penuturan sang sahabat, sedikitnya dia mulai paham dan tak menekan Luna berlebih lagi.
“Sebagai korban, dia tidak mau menjadi pusat perhatian, Mas. Orang yang jadi korban pelecehan itu sering kali lebih diekspos oleh orang-orang, sedang si pelaku terlupakan begitu saja. Bahkan tak jarang orang-orang menyalahkan korban dengan segala sok taunya mereka. Dan Luna gak mau merasakan hal itu. Dia sudah lelah dan takut dengan apa yang menimpanya, dia gak mau memperpanjang. Dia juga merasa cukup dengan Aidan menghajar pelaku sampai sekarat,” ungkap Lavina panjang lebar.
Akhirnya Abyan pun paham. Luna hanya tak ingin mendapat sanksi sosial yang memang tak seharusnya di dapat. Karena dia hanyalah korban. Mengingat di negara kita, orang-orang acap kali menyoroti si korban dibanding pelaku. Bukankah itu sangat miris?
“Mas harap kamu dan Baby selalu dalam keadaan baik-baik saja. Dan dijauhkan dari hal-hal buruk,” ucap Abyan penuh harapan. “Atau mas nyewa bodyguard aja, ya, untuk kamu dan Baby.”
Lavina sontak ternganga dengan mata yang melebar sempurna. “Tiba-tiba banget? Udah gak usah aneh-aneh.”
“Ok noted. Mas akan nyewa beberapa pengawal untuk kamu.” Abyan tak menghiraukan sanggahan sang istri dan mulai menggulir layar ponselnya untuk menghubungi seseorang.
“Aku gak ada bilang setuju, Mas!”
*
*
Selamat siang semua
Author kembali lagi. Masih semangat nungguin cerita ini kah?