Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Balik Permainan
Sosok itu berdiri di hadapan mereka dengan senyum licik yang membuat Alia semakin bingung dan gugup. Dia adalah seseorang yang tak pernah mereka duga akan berada di tempat itu—tampaknya seseorang yang selama ini ada di antara mereka, tapi ternyata menyimpan rahasia besar. Alia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sosok itu tidak lain adalah Lina, salah satu teman dekat mereka di kampus.
“Kalian terlihat terkejut,” ucap Lina dengan nada tenang, namun menyiratkan sesuatu yang tak bisa dijelaskan. “Aku kira kalian lebih pintar dari ini.”
Rendra segera maju, amarahnya terlihat di wajahnya. “Apa maksudnya ini, Lina? Kenapa kamu di sini? Apa kamu bekerja sama dengan orang itu?!”
Lina tertawa kecil, seolah semua yang terjadi ini hanyalah sebuah lelucon. “Bekerja sama? Oh, Rendra, kamu terlalu polos. Semua ini bukan tentang bekerja sama. Ini tentang permainan yang lebih besar, dan kalian semua hanya bagian dari permainannya.”
“Apa maksudmu?!” Aldo membentak, jelas tidak suka dengan nada yang digunakan Lina. “Jelaskan sekarang juga atau kita akan membawa ini ke polisi!”
“Polisi?” Lina mencibir. “Kalian pikir polisi akan percaya pada cerita kalian? Orang yang selama ini kalian takuti tidak meninggalkan jejak yang bisa dilacak oleh hukum. Dia bermain di level yang jauh lebih tinggi. Tapi aku di sini bukan untuk menjelaskan semuanya. Aku hanya ingin kalian tahu bahwa permainan ini belum berakhir. Bahkan, baru saja dimulai.”
Alia masih terdiam, otaknya berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Lina. Bagaimana mungkin Lina bisa terlibat dalam semua ini? Lina yang selalu ada di samping mereka, yang selalu tampak peduli dan tak pernah menunjukkan tanda-tanda mencurigakan. “Lina, kenapa?” tanya Alia pelan. “Kenapa kamu melakukan ini?”
Lina memutar matanya dengan sedikit bosan. “Alia, kamu selalu terlalu naïf. Ini bukan soal baik atau buruk. Ini soal siapa yang memiliki kendali. Dan saat ini, aku memiliki kendali. Sejak awal, aku sudah mengatur semuanya.”
“Kendalikan apa?” tanya Aldo, bingung. “Apa yang kamu inginkan dari kami?”
Lina melangkah lebih dekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari mereka. “Kalian semua. Kalian adalah bagian dari eksperimen yang sudah lama aku dan... ‘teman’ku lakukan. Aku tidak akan menjelaskan terlalu banyak sekarang. Yang kalian perlu tahu adalah, setiap langkah kalian sudah direncanakan. Setiap keputusan, setiap ketakutan, setiap momen yang kalian rasakan... semuanya adalah bagian dari rencana besar.”
Rendra menggeram, tinjunya mengepal erat. “Aku nggak peduli apapun rencanamu. Kami akan menghentikanmu, dan kami akan menangkap pria itu. Siapa pun dia, kamu dan dia akan membayar untuk apa yang sudah kalian lakukan!”
Lina tertawa, lebih keras kali ini, dan seolah-olah benar-benar menikmati momen itu. “Menangkap? Oh, Rendra, kamu benar-benar tak tahu apa-apa. Dia tidak bisa ditangkap. Dia bukan hanya orang biasa. Dia ada di mana-mana. Dia bisa menjadi siapa saja.”
Alia mulai merasa pusing, pikirannya bercampur aduk. Apa maksud Lina bahwa pria itu bisa menjadi siapa saja? Apakah mereka berhadapan dengan seseorang yang memiliki kemampuan di luar nalar?
“Sudah cukup!” Aldo akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Dia melangkah maju, ingin memaksa Lina untuk bicara lebih jelas, tetapi sebelum dia bisa mendekati Lina, terdengar suara langkah kaki yang berat dan cepat dari arah belakang mereka.
Semua orang menoleh, dan di sana, di kegelapan, muncul sosok pria yang mereka kenal terlalu baik. Sosok itu muncul perlahan dari bayang-bayang, wajahnya tertutup topeng hitam, sama seperti sebelumnya. Kali ini, dia tidak sendiri. Ada beberapa pria lain yang tampak mengikuti di belakangnya, semuanya mengenakan pakaian hitam dan bergerak dengan disiplin militer.
“Sudah waktunya,” suara pria itu terdengar dalam, dingin, dan tanpa emosi.
Lina tersenyum puas dan melangkah mundur, membiarkan pria bertopeng itu maju. “Akhirnya, kamu datang. Aku sudah menunggu.”
Rendra segera meraih ponselnya, siap untuk memanggil bantuan, tetapi salah satu pria bertopeng segera menghentikannya dengan menarik ponselnya dan menghancurkannya di lantai. “Jangan berpikir untuk mencoba melawan,” ancam pria itu.
“Kenapa kamu melakukan ini?!” teriak Rendra, marah bercampur panik.
Pria bertopeng itu hanya menatap mereka dengan pandangan dingin. “Kalian semua hanya pion. Tapi pion juga memiliki peran penting dalam permainan catur. Dan sekarang, sudah waktunya permainan ini mencapai babak berikutnya.”
Alia tak bisa menahan diri lagi. “Apa maumu dari kami? Kami tidak punya apa-apa yang kamu inginkan!”
Pria itu tertawa kecil, suara tertawanya menggema di seluruh ruangan. “Kalian punya lebih dari yang kalian pikirkan. Keberanian, ketakutan, pengorbanan... Semua itu yang aku inginkan. Aku ingin melihat sejauh mana kalian akan bertahan sebelum kalian menyerah.”
“Gue nggak akan pernah menyerah!” seru Alia, meski hatinya dipenuhi ketakutan. Dia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain melawan, tapi bagaimana caranya? Bagaimana mungkin mereka bisa melawan seseorang yang seperti bayangan, selalu satu langkah lebih maju?
“Aku harap begitu,” jawab pria bertopeng itu dengan nada penuh misteri. “Karena mulai sekarang, kalian akan berlari. Dan aku akan terus mengejar.”
Sebelum mereka bisa merespon, tiba-tiba sebuah ledakan kecil terdengar di luar gedung, dan kepulan asap putih tebal mulai menyebar ke dalam ruangan. Lina dengan cepat menghilang di antara asap itu bersama pria-pria bertopeng, meninggalkan Alia, Rendra, dan Aldo yang terbatuk-batuk mencoba mencari jalan keluar.
“Kita harus keluar dari sini!” teriak Rendra, mencoba menahan rasa panik.
Mereka berusaha mencari jalan melalui kabut asap tebal itu, matanya mulai perih dan tenggorokannya terbakar. Dalam kekacauan tersebut, Alia merasakan sesuatu menarik lengannya. Dia berbalik, mengira itu salah satu temannya, tetapi wajahnya berubah pucat ketika melihat siapa yang menariknya.
Di tengah kabut, pria bertopeng itu berdiri tepat di hadapannya, matanya bersinar di balik topeng hitamnya. “Kamu tidak akan pernah bisa lari, Alia. Kamu akan selalu menjadi bagianku.”
Dan dalam sekejap mata, pria itu menghilang kembali ke dalam asap, meninggalkan Alia dalam ketakutan yang mendalam.
Alia merasa jantungnya berdebar kencang. Bayangan pria bertopeng itu masih membekas di benaknya. Sosoknya menghilang di balik asap, namun kata-katanya menggema di dalam kepalanya. "Kamu akan selalu menjadi bagianku." Apa maksud dari kalimat itu? Mengapa dia begitu terobsesi dengannya?
Rendra dan Aldo dengan cepat menghampirinya. "Alia, kamu baik-baik saja?" Rendra bertanya, terlihat khawatir. Alia mengangguk, meskipun dalam hatinya dia merasa jauh dari kata baik. Pikiran-pikirannya bercampur aduk, terlalu banyak hal yang tak bisa dia mengerti.
“Kita harus keluar dari sini,” ujar Aldo dengan tegas. “Asapnya semakin tebal. Kalau kita tetap di sini, kita bisa terjebak.”
Mereka bertiga mulai mencari jalan keluar, meraba-raba dalam kepulan asap yang semakin pekat. Setiap langkah terasa berat, setiap tarikan napas menyakitkan. Tapi mereka tahu, tak ada pilihan lain. Mereka harus bertahan, harus mencari jawaban atas semua misteri yang mengelilingi mereka.
Namun, sebelum mereka bisa mencapai pintu, terdengar suara derap kaki mendekat dengan cepat. Alia menoleh dan melihat bayangan seseorang yang berlari ke arah mereka. Apakah itu pria bertopeng? Atau mungkin Lina?
Jantung mereka kembali berpacu saat bayangan itu semakin mendekat, siap menghadapi apapun yang akan terjadi selanjutnya.