Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD1
DRAP!
DRAP!
DRAP!
HAH! HAH! HAH!
BLAAAAR!
Di bawah derasnya air hujan yang membasahi kota kecil nan terpencil. Suara nafas terengah-engah akibat lelah berlari, nyaris tak terdengar tertutup gemericik hujan dan kilat halilintar.
DRAP!
DRAP!
BRUGH!
Wanita berparas ayu yang sejak tadi berlari tanpa henti, kini jatuh tersungkur pada kubangan lumpur. Gaun merah yang ia kena kan, kini berubah kecoklatan. Rambutnya acak-acakan, kondisi wanita itu benar-benar memprihatinkan.
Dengan lutut yang penuh luka dan bergetar hebat, ia berusaha untuk bangkit berdiri. Namun, selalu berakhir gagal, energinya benar-benar terkuras habis.
TAP!
TAP!
Wanita yang sudah tak jelas bentuknya itu, mendongakkan kepalanya kala seseorang berjalan mendekat.
"Kenapa berhenti? Apa kau sudah lelah berlari?" tanya seorang pria berbalut jas putih, dengan bola mata bagai bongkahan es.
Payung kuning yang sejak tadi melindungi pria itu dari derasnya hujan, kini kuncup ditutup. Gigi-gigi putih nan rapih mulai menyeringai kejam.
"Ini tidak seru, apa kau tidak ingin memohon?!" Desis sang pria, ia merasa bosan.
"Tolong! Jangan bunuh aku! A-ku m-mohon!" Wajah pias wanita itu menggeleng cepat kala pria yang mengenakan sarung tangan itu semakin mendekat.
Pria dengan beberapa tattoo di pergelangan tangannya itu mengeluarkan sebilah pisau lalu bercangkung di hadapan sang wanita. Bola matanya menatap liar, darahnya berdesir saat sang wanita ketakutan dan merangkak mundur. Gesit sang pria ikut merangkak mendekat, hingga akhirnya wanita pias itu berada tepat di hadapannya.
Pria dengan sorot mata bagai elang itu mendongak, menatap langit yang tengah menangis. Ia biarkan tetes per-tetes air membasahi wajahnya yang rupawan. Bibirnya menyunggingkan senyuman sembari menikmati aroma hujan. Sebilah pisau dan juga sebuah payung dalam genggaman nya semakin di cengkram erat.
SLASSH!
Darah mengucur deras dari leher wanita cantik itu ketika pisau yang digenggam sang pria melesat dan menebas kulit sang wanita hingga menganga. Bagai hewan disembelih, wanita itu menggelepar, bibirnya menganga lebar.
Dengan kejam, pria tersebut melesakkan ujung besi payung yang runcing ke dalam rongga mulut wanita malang itu. Jeritan nyaring yang melengking-lengking semakin tenggelam, tertutup oleh derasnya hujan dan suara guntur menyambar-nyambar.
Sang pria tertawa pelan, tubuhnya berguncang saat pisau yang ia genggam mulai menyayat dada sang wanita. Jemarinya menerobos kulit yang sudah terkoyak. Bibir pria itu mengulas seringai saat mencabut jantung sang wanita dengan sangat kejam.
"Dasar ... Jalang murahan! Kau berharap menemukan cinta dari aplikasi sampah seperti itu? Kau rela menjadi Jalang demi berkencan dengan ku? Dating? You're died ...!" sang pria terkikik meringkik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Matahari mulai mengintip di balik awan, dedaunan pun menari-nari mengikuti nyanyian dewa angin.
Seorang pemulung tua dengan sekarung barang-barang rongsokan di punggungnya, berjalan tertatih-tatih menelusuri jalan setapak yang masih basah akibat amukan hujan tadi malam.
Didekatinya salah satu dari pepohonan besar yang tinggi menjulang, niat hati ingin meluruskan persendian nya yang berdenyut nyeri. Pria tua yang sudah divonis menderita gout itu, kini duduk bersandar sembari mengedarkan pandangan. Barangkali ada barang rongsokan disekitarnya yang dapat ia pungut.
Bola mata sayu itu mengernyit ketika menangkap sesuatu yang janggal pada hamparan ilalang. Di tambah lagi, bau anyir darah yang menyeruak masuk ke indera penciuman nya. Bersusah payah pria tua itu berdiri dan mendekat pada sekumpulan ilalang basah yang bersusah-payah menari-nari kala di tiup angin.
Sang pria tua membeliak, jantungnya lemas terperanjat. Kakinya mundur beberapa langkah, dengan bibir bergetar pak tua itu berteriak.
"TOLOOOOONG! ADA MAYAAAT ...!"
Tak perlu memakan waktu lama, area penemuan mayat tersebut sudah disambangi beberapa petugas kepolisian. Tak hanya polisi, puluhan warga pun ikut berkerumun di area TKP.
"Tolong bubar Bapak Ibu sekalian, ini bukan tontonan! Jangan ada satupun yang berani merekam ataupun mengambil gambar dari kejadian ini, harap semuanya bubar!" usir Abirama, seorang petugas tampan rupawan bertubuh proporsional.
Beberapa warga yang diusir, mundur beberapa langkah. Namun, tak satupun dari mereka untuk berniat pergi.
"Hey Pak Polisi, kerja yang benar dong! Ini sudah ketiga kalinya kan, ada penemuan mayat di kota kecil ini? Kali ini apa lagi yang akan kalian jadikan alasan? Begal lagi? Jambret lagi? Hah?!" sembur ibu-ibu ber-daster merah dengan dua koyok di ujung pelipisnya.
"Tau tuh! Sudah tiga korban berjatuhan, belum lagi ditambah dengan jumlah orang-orang hilang di kota ini. Namun, tak ada tindakan dari kalian sebagai aparat penegak hukum. Alasan kalian selalu saja sama, korban begal lah, kabur dari rumah lah! Bisa becus gak sih kerja nya?! Kalian ini sengaja melindungi penjahat ya?" tuduh teman dari ibu ber-daster merah.
Abirama yang tengah merentangkan kedua tangannya di hadapan para ibu-ibu tersebut, terdiam dengan wajah ditekuk.
Ingin rasanya ia menyangkal, tapi, apa yang dikatakan kedua wanita baya itu nyaris semuanya benar.
Kepolisian sedikitpun tidak menyelidiki kasus pembunuhan keji yang terjadi di kota tersebut, seolah melindungi pelaku.
Tentu saja sebagai aparat penegak hukum, Abirama ingin menguak kebenaran dari kasus-kasus tersebut. Namun, tak ada yang dapat diperbuat. Ia terpaksa tunduk dan bungkam semenjak nyaris dipecat, saat ketahuan lancang diam-diam menyelidiki kasus sadis di kota kecil itu.
Tak jauh dari kerumunan warga dan petugas, seorang pria berpakaian serba hitam mendekati salah satu warga yang mengamati TKP dari kejauhan.
"Ada apaan, Pak? Ramai-ramai begini?" Tanya Edwin, seorang pelukis berusia kepala tiga pada seorang pria baya yang tengah menenteng dua buah kelapa muda.
Pria baya itu sedikit terperanjat kala tiba-tiba saja ada suara yang berbisik di telinganya.
"Eh, Mas Edwin ... ngagetin aja! Itu ... ada penemuan mayat lagi," jawab pria baya itu pelan.
"Lagi? Berarti ini sudah yang ke ...." Edwin mencoba mengingat-ingat.
"Tiga kali, cara meninggal nya juga sama!" gumam pria baya tersebut.
"Tiga?" Edwin menganga lebar, "wah, ini bisa di sebut pembunuhan berantai gak sih, Pak Yono?"
Pria bernama Yono itu mengangguk. "Tentu saja, apalagi namanya jika bukan pembunuhan berantai, Mas Edwin? Duh, serem banget! Jadi takut saya mau keluar malam-malam!"
Edwin manggut-manggut seraya menatap Yono yang mengusap-usap kedua lengannya, pria baya itu tampak merinding.
"Omon-omon, tumben nih Mas Edwin keluar goa? Biasanya semedi mulu, melukis tiada henti ...," goda Yono.
Edwin tidak menjawab, ia hanya mengangkat sekantong sayuran segar. Pertanda ia baru saja pulang dari pasar.
Edwin dan Yono kini memilih diam, pun para warga. Suasana begitu hening, mereka bergidik ngeri saat menyaksikan proses evakuasi mayat wanita malang itu.
CEKREK!
Dalam keadaan hening, suara kamera membuat para aparat yang bertugas di area tersebut menoleh.
"Hey! Siapa itu yang memotret?!" Petugas dengan perut buncit menatap garang pada para warga.
Beberapa warga menggeleng, tak ada satupun yang mengaku. Membuat para petugas menatap berang dan memeriksa ponsel orang-orang yang berada di area tersebut.
Selagi para aparat memeriksa ponsel para warga, seorang pria dengan jas putih yang membalut tubuhnya, tengah menatap lurus pada satu titik. Ekspresi wajahnya tak dapat dijelaskan, bibirnya tampak menyunggingkan senyuman gelisah. Ia begitu fokus dengan apa yang ia tatap, sampai-sampai ia tak menyadari seorang wanita tua sudah berdiri di belakangnya.
"Dokter Tommy? Ngapain sendirian di sini?"
*
*
*
Edwin psikopat yang udah ... entahlah sulit menjelaskannya 😀
Keren kamu Kak❤️
tolong triple up 🤭
jantungku kicep tor 😩
udah kyk nonton film Hollywood.
sama film horor korea, yg cowoknya jatuh ke dalam peti yg ada pakunya itu looo, lgsg nancep ke muka 😩