" Aku menyukaimu Ran. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?"
" Pak, eling pak. Iih ngaco deh Pak Raga."
" Ran, aku serius."
Kieran Sahna Abinawa, ia tidak pernah menyangka akan mendapat ungkapan cinta dari seorang duda.
Duda itu adalah guru sejarah yang dulu mengajarnya di tingkat sekolah menengah atas. Araga Yusuf Satria, pria berusia 36 tahun itu belum lama menjadi duda. Dia diceraikan oleh istrinya karena katanya menderita IMPOTEN.
Jadi bagaiman Ran akan menanggapi perasaan pria yang merupakan mantan guru dan juga pernah menjadi kliennya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DDI 35: Ini Bisa Membuktikan Lho
Setelah menyelesaikan urusannya di kantor polisi yakni melaporkan perbuatan Dibyo, Ran kini sedang berada di DIS. Tepatnya di ruangan Naisha Gita Dewantara, Dirut dari DIS. Wanita seusia dengan ummi nya itu tersenyum ramah menyambut kedatangan Ran.
" Aish, dah lama kali Tante nggak lihat kamu Ran, sibuk bener kayaknya."
" Assalamu'alaikum Tante Nai, hahaha nggak juga. Sok sibuk emang Ran nya mah."
Ran mencium punggung tangan Naisha dengan hikmad. Dan Naisha meraih tubuh Ran lalu memeluk gadis itu. Ia selalu senang jika bertemu putri dari Kai ini, sebenarnya bukan hanya anak dari Kai, dari teman-teman yang lain pun senang. Dari Andra, Yasa, Abra, Akhza dan lainnya dan tentunya dari Rey.
Ya beberapa yang disebutkan adalah circle pertemanan generasi kedua, itu kalau tidak salah. Pokoknya mereka semua jika berkumpul mungkin harus membutuhkan Hall Pandawa Hotel and Resort agar mampu menampung semuanya.
" Jadi ada apa datang kemari?" Naisha membawa Ran untuk duduk, meskipun sebenarnya dia sudah tahu karena mendapat cerita dari suaminya, tapi tetap saja ia ingin tahu dari Ran langsung.
" Ini Tante, Ran mau minta izin untuk Pak Raga sementara beristirahat di rumah. Pasti Nayaka udah cerita. Ehmm tapi Ran jadi kepikiran, nanti ada nggak yang gantiin Pak Raga ngajar."
Naisha tersenyum, agaknya Ran menaruh perhatian kepada salah satu guru yang bekerja di yayasan sekolahnya itu. Tapi Nai tidak ingin mengorek lebih dalam.
" Bisa kok, dua minggu apakah cukup. Nanti bisa dihandle guru lain. Jadi kamu tenang aja."
" Makasih Tante."
Obrolan mereka berlanjut, Nai menanyakan tentang kabar ummi, Abi dan juga saudara-saudara Ran. Di rasa sudah cukup, Ran pun pamit undur diri. Setelah ini dia harus ke rumah Raga untuk mengambil beberapa baju. Meskipun sedikit canggung tapi apa boleh buat karena tidak ada orang lain yang bisa melakukan itu.
Ketika berada di perjalanan Ran mendapat kabar dari kepolisian.nPria yang bernama Dibyo ternyata kabur. Hari ini polisi langsung mendatangi tempat Dibyo, tapi ternyata pria tua itu sudah tidak ada di tempatnya.
Namun bagi Ran itu bukanlah masalah besar, ia yakin Nayaka akan bisa mendapatkannya dengan mudah. Hanya saja dia harus lebih waspada dan juga hati-hati karena pasti orang itu masih mengincar dirinya termasuk Benzy juga.
" Hallo Ben, dia kabur. Kamu kudu hati-hati ya. Uncle sama Aunty juga harus kamu kasih tahu. Kamu nggak bisa nyembunyiin hal ini dari mereka terus menerus."
" Oke Ran, thanks ya. Aku akan bilang ke mereka. Kamu juga hati-hati."
Ternyata menangkap 'musang' itu bukan perkara mudah. Ran pikir setelah melibatkan pihak berwajib akan menjadi lebih cepat, tapi ternyata tidak.
Selain kepada Benzy, Ran juga memberitahu Kai. Dan ia mengurungkan niatnya untuk ke rumah Raga. Ia memilih untuk putar balik ke kantor dimana rekannya berada.
Bagaimanapun juga Ran harus memeringati kedua temanya itu. Mereka harus hati-hati juga, walaupun kemungkinan Dibyo menyentuh Doni dan Prita hanyalah kecil.
***
" Assalamu'alaikum Mas, gimana keadaanmu?"
Ran tersenyum cerah saat masuk ke ruang rawat. Di dalam tampak Raga yang sedang duduk bersandar sambil melihat ponsel. Raga mengerutkan alisnya ketika Ran membawa beberapa paper bag di kedua tangannya. Ya bukan hanya satu memang karena tangan Ra terlihat penuh.
" Ran kamu bawa apa, banyak gitu?" Raga bertanya karena sangat penasaran.
" Aah ini, baju ganti. Ada pakaian dalam juga. Mas nggak mungkin pakai dalamann lebih dari sehari semalam?"
Blush
Ah entahlah, wajah Raga selalu memerah setia berhadapan dengan Ran. Tapi sungguh ia sangat berterimakasih. Sakit tanpa ada keluarga di sisinya lumayan membuatnya kesepian. Dan ia sangat bersyukur ada Ran saat ini.
Ran meletakan barang bawaannya di bed lain, ia lalu menarik kursi dan duduk di samping brankar milik Raga. Ia mulai menjelaskan apa yang ia lakukan tadi, terutama permintaan izin untuk tidak mengajar untuk sementara waktu.
Meskipun tadi pagi dia sudah mendengar Kai menyuruh Ran untuk menemui Dirut DIS tapi Raga tidak menyangka bahwa ia akan diberi waktu dua minggu untuk beristirahat.
" Itu kelamaan Ran, seminggu aja cukup kok." Raga tentu merasa tidak enak jika dia terlalu lama tidak masuk. Dan menurutnya apa yang ia rasakan ini tidak parah, bahkan ia merasa tiga hari saja sudah cukup untuk beristirahat di rumah.
" Udah deh Mas, jangan ngeyel. Nanti kalau sekiranya sudah merasa baik dan sembuh, Mas bisa masuk lagi. Dan nggak harus beneran dua minggu."
Raga terdiam, perkataan Ran sepeti tidak bisa bantah. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum simpul. Namun dalam hatinya merasa senang, Raga merasa diperhatikan. Meskipun entah bagaimana perasaan Ran saat ini, tapi bagi Raga apa yang dilakukan Ran adalah bentuk perhatian yang nyata.
" Ran," panggil Raga, pelan. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi sepertinya Ran tidak mendengar panggilannya itu karena Ran juga berbicara.
" Mas, tadi aku lihat Rena. Tadi pagi pas mau keluar aku lihat dia ke poli kandungan. Eh, tadi Mas manggil aku?"
" Nggak kok. Kamu tadi lihat Rena di rumah sakit ini? Ke Poli Kandungan? Biarin aja, wajar kalau dia hamil. Dia melakukan itu ngga hanya sekali dua kali pasti."
Ran terhenyak, rupanya Raga tidak terkejut akan hal tersebut. Dan sepetinya Raga juga sudah menduga tentang kondisi Rena saat ini. Ya itu tidak aneh, mengingat bagaimana Ran melihat Rena sedang bercumbu panas dengan seorang pria di mobil waktu itu.
Tapi pembahasan ini agaknya membantu Ran untuk membahas hal yang berkaitan, dan tentunya sudah lama ia ingin sampaikan kepada Raga. Apalagi kalau bukan perihal kesehatan reproduksi milik pria yang saat ini ada di depannya.
" Ekhem, Mas. Aku mau ngomong sesuatu, tapi mas jangan marah ya?"
Raga mengerutkan alisnya, wajah Ran sekarang berbah menjadi serius. Itu cukup membuat dada Raga bergemuruh. Ia mencoba memasang telinganya baik-baik. Raga mempunyai sebuah dugaan bahwa Ran akan menjawab apa yang ia tanyakan kemarin pagi soal perasaannya. Tapi sepertinya ia harus kecewa karena bukan itu yang akan ran tanyakan.
" Mas, gimana kalau kita sekalian periksa soal kesehatan reproduksi Mas Raga di sini. Mumpung lagi di rumah sakit kan?"
" Buahahaha!"
Rasa kecewa Raga berganti dengan rasa geli yang tidak bisa tahan. Namun sebenarnya itu bukan salah Ran karena pada awalnya memnag seperti itulah yang gadis itu tahu tentang dirinya.
Raga menghentikan tawanya setelah melihat wajah Ran yang kebingungan. Sungguh lucu dan menggemaskan bagi mata Raga. Dan sebuah ide jahil pun muncul di kepala duda yang masih perjaka itu. Raga mendekatkan wajahnya ke wajah Ran hingga jara mereka terkikis, bahkan hanya beberapa senti saja dimana hidung keduanya bisa bersentuhan.
Hal tersebut membuat Ran merasa wajahnya panas dan tubuhnya terasa gerah. Padahal suhu di ruang rawat itu lumayan sejuk dingin karena adanya pendingin ruangan.
" M-mas ini terlalu dekat," ucap Ran terbata.
" Iya kah, katanya kamu mau tahu tentang kesehatan reproduksi ku, nah ini bisa membuktikannya lho."
TBC