Menikah dengan seseorang yang di cintai adalah impian semua orang, sama seperti Meta yang akhirnya bisa bersanding dengan lelaki yang ia cintai sejak kecil— Dipta.
Namun setelah menikah sikap Dipta yang dulu hangat, berubah semakin dingin dan tak terjangkau.
Meta tak tahu kenapa!
Namun akhirnya sebuah rahasia besar terungkap, membuat Meta bimbang, haruskah dia melepaskan orang yang ia cintai agar bahagia.
Atau membuktikan pada Dipta bahwa kebahagiaan lelaki itu ada padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu kenyataan terbongkar
Setelah sampai di apartemen Jelita, Dipta bergegas keluar dan melupakan Meta.
Meta hanya bisa mendengkus kesal, tapi tetap berusaha mengejar sang suami.
Mereka masuk ke dalam lift. Dipta bahkan tak bisa tenang.
Percuma mereka tadi bicara panjang lebar di dalam mobil, nyatanya kecemasan Dipta tetap saja tak berkurang.
Meta berpikir bagaimana kalau sampai mamihnya menampar atau menjambak Jelita, bisa kalut mungkin suaminya itu.
Saat sampai di depan unit Jelita, ada tiga orang pengawal Liliana yang berjaga di sana.
Salah satunya adalah orang kepercayaan Liliana. Pintu ruangan Jelita juga sengaja tak di tutup rapat, sepertinya Liliana memang sengaja merencanakannya.
Orang kepercayaan Liliana lantas meminta mereka berhenti dan tak bicara.
"Maaf nona Meta dan Mas Dipta, tolong tunggu sebentar."
"Tapi—"
"Nona Jelita tak akan kenapa-kenapa," sambar orang kepercayaan Liliana itu.
Mereka mendengar perdebatan sengit antara keduanya. Hingga sampai pada puncak Liliana mengatakan sesuatu yang membuat Dipta syok bukan main.
Tak lama Zaky juga datang dan segera menerobos mereka. Tak ada yang menghalangi lelaki itu.
"Hentikan Liliana! Kamu keterlaluan!" pekik Zaky murka.
Para pengawal Liliana lantas membuka pintu semakin lebar dan Jelita dapat melihat keberadaan sang kekasih bersama dengan adiknya.
"Mas Dipta?" lirihnya.
Dipta masih mematung karena mendengar ucapan mertuanya tadi.
Apa benar ayahnya berselingkuh?
Dipta menelan ludahnya kasar, ingatannya mengenai sang ayah tak terlalu banyak. Dia masih terlalu kecil untuk mengerti masalah orang tuanya.
Apa ini semua jawaban dari kesedihan sang ibu selama ini?
Apa ibunya tahu? Makanya sang ibu sangat menolak Jelita?
Lutut Dipta lemas, andaikan tak ada Meta mungkin dirinya akan ambruk di sana.
"Mas!" pekik Jelita dan berlari mendekati sang kekasih.
Dipta yang di papah Meta lantas menyentak tangan Jelita dengan kasar.
"Mas," Jelita menangis tergugu.
"Hei Dipta! Kamu jangan kurang ajar! Kenapa kamu perlakukan Jelita seperti itu? Yang salah papah kamu bukan Jelita!" maki Zaky tak terima.
Dipta menatap Zaky dengan pandangan tak percaya.
"Bisa kita pergi dari sini Met?" pintanya pada Meta dan mengabaikan Jelita serta Zaky.
Meta lantas membantu sang suami pergi dari sana. Suasana di kediaman Jelita sangat kacau.
Dia juga tak bisa berkata banyak, baru satu hal yang Dipta ketahui tapi sudah mampu menghancurkan lelaki itu.
Entah bagaimana nasib lelaki itu andai dia tahu kalau ayahnya juga mati karena di bunuh oleh papihnya.
"Mas tolong jangan tinggalkan aku. Bukan mas, ini bukan salah aku, ini—" Jelita hendak mengejar Meta dan Dipta tapi di halangi oleh para pengawal Liliana.
Zaky yang melihatnya tak terima dan hendak membantu putrinya yang terlihat sangat kacau.
"LEPASKAN! Jangan sentuh anak saya!"
Para pengawal tak mendengarkan ucapan Zaky, justru lelaki itu juga di lumpuhkan oleh pengawal Liliana yang lainnya.
Liliana lantas mendekati sang suami dan tersenyum miris.
"Menyedihkan! Anakmu sekarang di buang."
"Ini semua gara-gara kamu Liliana. Harusnya kamu lampiaskan ke aku, bukan ke Jelita. Dia anakmu, dia keponakanmu! Tega sekali kamu!"
"Aku tega? Lalu selama ini perlakuan kalian ke aku dan Meta di sebut apa?"
"Aku benar-benar akan membunuhmu Liliana!" ancam Zaky kelepasan.
Liliana tertawa keras, "akhirnya kalimat itu keluar juga. Kalian sudah merekamnya?" tanya Liliana pada para pengawalnya.
"Sudah Bu—" jawab mereka serempak.
"Apa kamu mau bunuh aku seperti kamu bunuh Risma dan Arman?"
Mendengar kenyataan lainnya, Jelita yang sejak tadi memberontak tiba-tiba terdiam.
"Apa maksud tante?"
"CUKUP LILIANA!" sergah Zaky cemas.
"Kamu mau tahu kenapa ibumu mati?" Liliana lantas menatap Zaky. Jelita pun ikut menatap ayahnya.
"Benar, papih kesayanganmu lah yang telah menghabisi ibumu dan papahnya Dipta. Karena mereka telah berselingkuh di belakang papihmu," jelas Liliana sembari tersenyum puas.
Jelita terduduk lemas. Pengawal yang tadi menahannya lalu melepaskan gadis itu.
Zaky yang juga di lepaskan, segera menghampiri putrinya. Setelahnya dia menatap sang istri bengis.
Saat akan menampar Liliana, gerakan lelaki itu di cekal oleh asisten pribadi Liliana.
"Brengsek, lepaskan, biar ku bunuh wanita licik itu. Seharusnya dia mati sejak dulu!"
"Ya, harusnya kamu melakukannya sejak dulu, sayangnya aku masih berguna untukmu waktu itu kan? Sekarang nikmati hari-harimu di dalam jeruji besi suamiku," jawab Liliana santai sembari menepuk pipi suaminya.
Para pengawal Liliana belum melepaskan keduanya sampai mereka memastikan jika Liliana sudah pergi dengan aman.
Setelah atasan mereka hilang dari pandangan, barulah mereka melepaskan Zaky.
Zaky segera mendekati putrinya yang tengah menangis pilu.
"Sudah nak, kita harus bangkit, semua bukan salah kamu," ucap Zaky menenangkan.
"Lepaskan! Apa semuanya benar Pih? Benarkah kalau mamih selingkuhan papahnya Dipta? Apa benar kalau Papih juga yang membunuh mereka? Jawab Pih!" bentak Jelita.
"Hentikan Je, kita ada di luar, ayo masuk ke dalam dulu, nanti papih jelaskan," bujuk Zaky yang khawatir ada yag mendengar pertengkaran mereka tadi.
Benar seperti dugaan Zaky, kalau setelah para pegawal Liliana masuk lift ada yang keluar dari sana dan memilih bersembunyi saat melihat keberadaan Jelita dan Zaky.
Mereka mendengar perkataan Jelita tadi.
.
.
Sekarang Meta tengah menenangkan Dipta di dalam mobil.
Meta terpaksa memesan taksi online karena tak bisa membiarkan Dipta pulang mengendarai mobilnya dengan keadaan seperti itu.
Biarlah nanti dia meminta sopirnya untuk mengambil mobil suaminya.
"Met tolong katakan apa yang mamih kamu ucapkan tadi enggak benar! Papah aku ngga mungkin berselingkuh, papah sangat menyayangi mamah, Meta, jadi aku rasa ngga mungkin."
"Lebih baik kamu menenangkan diri dulu Dip. Aku ngga bisa jawab apa-apa, setelah tenang, kamu bisa tanya langsung sama mamih ya."
Dipta menggeleng tak percaya. "Bagaimana kalau mamah tahu kebenarannya Met?"
Meta menghela napas, "lebih baik kita sembunyikan. Biarkan mamah ngga tahu apa pun kalau menurutmu itu yang terbaik," saran Meta.
Dipta menatap Meta dalam, wanita yang telah menjadi teman masa kecilnya itu memang selalu ada di sisinya.
Dia merasa bodoh karena tak pernah menganggap keberadaan Meta, padahal sejak dulu hanya Meta yang bisa jadi sandaran untuknya seperti saat ini misalnya.
"Kenapa kamu natap aku begitu Dip?"
"Terima kasih dan maafkan aku ya Met. Aku rasa ini memang hukuman dari Tuhan karena aku selalu menyakiti kamu."
"Sudahlah, saat ini pikiran kamu lagi kacau. Nanti kalau udah baikan kamu pasti akan memikirkan Jelita lagi," sindirnya.
Dipta menghela napas, "jujur aku memang kecewa sama kenyataan itu kalau memang benar. Tapi di sisi lain hatiku, masih tak bisa menyalahkan Jelita sepenuhnya."
Nah kan, gerutu Meta dalam hati. Suaminya itu entah terlalu baik atau terlalu bodoh menurutnya.
Meta memilih diam.
"Tapi aku akan berusaha mengubur perasaan itu."
Meta tak memedulikan ucapan Dipta.
"Hanya saja, kasihan sekali dia Met. Setelah kejadian ini, besok dia akan menghadapi hari yang berat juga."
"Kenapa emangnya?"
"Pak Sukma memutuskan memecat Jelita. Jadi kamu bisa bayangkan kalau jadi dia gimana?"
"Terus kamu mau apa? Mau kembali sama dia? Ngga papa Dip, toh aku memang ngga berharap banyak dari hubungan kita—"
Siapa sangka Dipta menghentikan ocehan sang istri dengan mencium bibir Meta, membuat wanita itu terbelalak tak percaya.
"Kamu berisik sayang, aku udah bilang enggak akan ada Jelita di antara kita. Maafkan sikap aku, tapi kamu yang paling tahu bagaimana aku bukan?"
Meta yang jengkel memukul bahu Dipta kencang, membuat sang suami mengaduh.
Perasaan Dipta yang sempat memburuk, tiba-tiba sedikit membaik karena suasana tadi.
"Aku mau temui mamah boleh? Aku ngga tahu sesakit apa hati mamah, aku ingin memeluk dia."
.
.
.
Lanjut
udahlah meta mending jg pergi ga usah sm si dipta lg laki2 plin plan gitu jgn di arepin
ini belum senjata pamungkas ya 😀
kasihan meta makan janjimu .