Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Rencananya malam ini Ara berniat makan malam bersama Pak Satpam.
Aneh memang. Padahal ada Gevan yang selalu siap menemani. Tapi, entah kenapa, Ara ingin makan malam bersama satpam yang menjaga rumahnya.
Mungkin bisa dikatakan sebagai bentuk terimakasih dari Ara untuk Pak Satpam. Karena jika tidak ada Pak Satpam, Ara pasti benar-benar sendirian di rumah.
Saking niatnya, sepulang sekolah Ara langsung masak banyak. Tak tanggung-tanggung Ara hampir menghabiskan stok bahan masakan di kulkas. Bahkan sayur yang hampir tak tersentuh itu hari ini menjadi makanan yang enak.
Seragam sekolah masih melekat di tubuh Ara. Rambut panjangnya dia gulung hingga menampilkan leher putih mulusnya yang bisa menggoda iman Gevan.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 06.00 sore, sebentar lagi matahari akan terbenam dan digantikan oleh sinar rembulan yang menerangi gelapnya malam.
Semua masakannya sudah siap, sekarang Ara akan mandi lebih dulu, karena badannya terasa lengket dan juga berkeringat. Ara mengambil tasnya yang ia letakkan di atas meja makan dan berjalan menuju kamarnya.
Beberapa menit kemudian Ara kembali turun untuk memberi tahu satpam yang berjaga di depan.
"Pak," sapa Ara.
Pak satpam yang sedang bermain handphone pun menoleh ke arah Ara. Sontak saja pria yang sudah tak lagi muda itu berdiri dari duduknya.
"Nona... Ada yang bisa saya bantu?" tanya Pak satpam bernama Yudha itu.
"Oh, enggak. Ara mau ngasih tau kalau malam ini Ara mau ngajak Bapak makan malam bersama di rumah, Bapak mau, kan? Ara udah masak banyak loh," jelas Ara.
Pak satpam sedikit terkejut ia tak berpikir bahwa anak majikannya itu akan mengajaknya makan bersama. Tanpa menunggu lagi Pak Yudha pun mengangguk setuju.
"Mau, saya mau. Makasih, Nona," ucap Pak Yudha dengan senyum lebar.
Ara mengangguk sambil tersenyum. Dia pun berpamitan pada Pak Yudha untuk masuk kembali ke rumah. Dia akan menghidangkan makanannya di atas meja agar nanti mereka tinggal langsung makan saja.
Di sisi lain Gevan ingin menelpon Ara, dia sudah beberapa kali mencoba, tapi Ara tidak menjawab teleponnya, mungkin gadis itu sedang sibuk, pikir Gevan.
Karena Gevan adalah tipe orang yang tidak sabaran, akhirnya dia memutuskan untuk mendatangi Ara saat ini juga. Bodo amat kalau dia baru pulang kerja. Yang penting hatinya tenang.
Rupanya sifat bucin akut sudah mulai tumbuh dalam diri Gevan.
****
Beberapa menit kemudian, Gevan sampai di rumah Ara. Setelah memarkirkan mobilnya, Gevan segera mengetuk pintu yang tertutup itu. Tak lama kemudian, Ara muncul dengan memakai set piyama panjangnya.
"Kak Gevan?" Kedua alis Ara terangkat bingung.
"Saya telpon kenapa gak diangkat?" tanya Gevan to the point.
"Hah? Oh... Aku sibuk masak tadi, ini baru selesai mandi," jawab Ara, lalu dia mempersilakan Gevan masuk.
"Masak?" tanya Gevan.
"Iya. Aku mau makan malam sama Pak Yudha," jawab Ara.
Mata Gevan langsung memicing menatap kekasihnya.
"Makan malam? Kamu gak pernah se-effort ini kalau makan malam sama saya. Paling mentok kamu cuma masak mie aja," cibir Gevan. Dia merasa iri dengan Pak Yudha yang notabenenya adalah satpam rumah Ara.
Pria itu berjalan mendahului Ara dan langsung duduk di sofa. Ia memainkan ponselnya, asik sendiri.
"Ngambek, nih? Kak Gevan bisa ngambek juga ternyata," ejek Ara.
"Saya gak ngambek!"
Ara mencebikkan bibirnya. "Kalau bukan ngambek, apa namanya? Ngamuk?"
Gevan mengangkat kedua bahunya acuh.
"Nanti kapan-kapan aku masakin juga, untuk malam kita berdua. Janji, deh!" bujuk Ara. Ia mengulurkan jari kelingkingnya pada Gevan. Namun, pria itu mengacuhkannya.
"Gitu doang marah! Dasar bayi!" kesal Ara. Sungguh, dia paling tidak suka menghadapi orang ngambek macam Gevan.
"Saya gak bilang gitu," ketus Gevan pula. Dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Ara menghela nafas. Dia memijat pelipisnya, mencari cara agar Gevan tak marah lagi.
Hingga terlintas lah sebuah ide konyol dalam pikiran Ara. Mau tidak mau ia harus melakukannya, karena itu adalah jurusan yang manjur.
Ara menatap Gevan sebentar, lalu...
Cup!
"Udah jangan ngambek!" ucap Ara. Dia baru saja mengecup pipi Gevan.
Tapi, malah pipinya yang merona. Ara malu! Kalau saja Gevan tidak ngambek, mana mungkin dia mau melakukannya. Padahal dia bisa saja mengabaikan Gevan. Entah kenapa tiba-tiba dia melakukan hal itu.
Gevan menahan senyumnya. Dia melirik Ara sekilas, lalu berkata, "Sebelahnya kenapa nggak?"
"Dih, ngelunjak!" sinis Ara. Dia memilih meninggalkan Gevan di sana dan menuju dapur untuk membuat kopi, karena sebentar lagi masuk jam makan malam.
Melihat Ara sudah menjauh, Gevan menggigit bibir bawahnya sambil tersenyum gemas. Telinganya memerah karena Ara. Gevan salah tingkah!
"Hufftt... Tenang..." Pria itu menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan. Gevan pun menyusul Ara ke dapur masih dengan jantung yang berdebar.
Dari kejauhan dia bisa melihat Ara yang sibuk mengaduk kopi yang ada di gelas. Rupanya gadis itu benar-benar mengajak Pak satpam makan malam. Huh! Gevan sedikit kesal sebenarnya.
"Kak, tolong panggilkan Pak Yudha, dong," ujar Ara. Dia menoleh sekilas pada Gevan yang hanya berdiri memperhatikannya.
"Kamu nyuruh saya?" Mata Gevan memicing tajam.
Ara mengangguk. "Iya. Sebentar aja. Gak sampe 5 menit loh."
Gevan memutar bola matanya malas. Hal itu membuat Ara melotot kaget.
"Kak Gevan bisa muter bola mata kayak gitu, ya, ternyata? Siapa yang ajarin?" cibir Ara. Dia pikir Gevan adalah pria minim ekspresi, ternyata setelah kenal akrab, tidak sesuai dugaan Ara.
"Saya juga manusia," jawab Gevan seraya menjauh. Dia akan keluar untuk memanggil Pak Yudha.
Bibir Ara mencebik mendengar jawaban Gevan.
"Dasar tua," gumamnya.
Tak lama kemudian Gevan kembali sendirian. Ara mengerutkan keningnya melihat tak ada Pak Yudha bersama pria itu.
"Kenapa—"
"Pak Yudha masih mandi," potong Gevan. Dia duduk di kursi meja makan sambil memainkan ponsel.
Ara cemberut. Padahal dia belum selesai bicara.
"Oh!" sahut Ara acuh. Ia meletakkan secangkir kopi di hadapan Gevan, lalu di sebrang dan di samping pria itu.
Ara pun segera duduk di sebrang Gevan dan langsung mendapat tatapan datar dari si pria.
"Kenapa di situ?" tanya Gevan.
"Kenapa? Salah?" Ara balik bertanya. Nadanya terkesan seperti menantang.
"Sini." Gevan menyuruh Ara duduk di sampingnya. Yakali dia duduk berdampingan dengan Pak Yudha.
"Males," kata Ara. Dia meminum kopinya dengan tenang.
Pada akhirnya Gevan lah yang mendatangi Ara dan langsung duduk di sebelah gadis itu.
"Kenapa kamu jadi ikutan marah?" Gevan sedikit mencebikkan bibirnya.
"Gak tuh!"
"Saya harus bujuk kamu juga, nih?"
"Gak tau!"
Cup!
"Jangan marah lagi ya, Ara," ucap Gevan setelah berhasil mengecup sebelah pipi Ara dengan lembut.
Sontak saja Ara mematung dengan jantung yang berdebar tak karuan.
Sial!
***
LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘