Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 14: Jadi Istri Tara, Bukan Raka
Hilya, Sulia, Yani dan Hafiz sangat terkejut melihat halaman rumah mereka yang dipenuhi beberapa barang. Ada sebuah motor baru dan juga barang-barang lainnya.
Tidak hanya mereka, para tetangga terutama orang-orang yang sering menghujat Hilya dan keluarganya pun terlihat sangat syok sekarang.
" Mas, ini apa?"
" Ndak tahu Hil, pria yang namanya Nizam itu yang ngasih. Dan ini, dia juga ngasih laptop ke Hafiz juga karena bentar lagi kan udah SMA katanya."
Mata Hafiz berbinar ketika mendapat sebuah laptop, di rumah memang ada tapi itu adalah kepunyaan sang kakak. Maka dari itu dia sangat senang mendapatkan barang itu.
" Sik sik, ayo masukkan dulu barang yang bisa dimasukkan biar nggak jadi omongan tetangga." Sulis berbicara dengan setengah berbisik, dan semuanya langsung mengangguk setuju. Pasalnya para tetangga itu memang sedang memerhatikan apa yang ada di kediaman Hilya.
Setelah berhasil memindahkan hampir semua barang-barang, kecuali motor kini mereka duduk bersama dan menunggu penjelasan dari Tara. Tapi agaknya ada lagi yang membuat terkejut, Hilya yang baru saja mengambil ponsel langsung membulatkan matanya ketika melihat sebuah notifikasi transfer dari bank. Ia membukanya dan terkejut melhat nominal yang ada di sana.
Hampir saja ponsel milik Hilya jatuh, tapi beruntung bisa ditangkap oleh Tara. " Hil, hati-hati," ucap Tara sambil mengembalikan ponsel milik Hilya.
Namun, Hilya masih terus memandang Tara. Banyak sekali hal yang ingin ia tanyakan kepada pria itu. Nominal sebanyak itu, pasti bukanlah nominal yang dimiliki oleh orang biasa. Dan pemberian cuma-cuma ini membuat Hilya mempunyai banyak pemikiran.
" Mas, kamu ini sebenernya siapa?"
Kalimat itulah yang keluar dari bibir Hilya dimana membuat Sulis dan Yani terhenyak. Namun reaksi Tara hanya tersenyum sehingga membuat Hilya seperti terhipnotis untuk tidak banyak berpikir negatif.
" Sekarang coba jelaskan opo iki maksudte?"
" Kata si Nizam, ini semua barang yang berguna dan juga sebagai ucapan terimakasih gitu pak."
Sulis mengusap wajahnya kasar, hal ini pasti akan jadi trending topik si lingkungan sekitar. Tapi mau dikembalikan juga pasti tidak akan bisa karena Nizam sudah kembali ke Jakarta. Padahal dalam benak Sulis dan Hilya adalah sama, mereka hendak meminta penjelasan.
" Bos, gimana kalau Nyonya Bos tahu?"
" Ya biarin, dia wanita yang cerdas. Dia pasti akan mencari namaku di laman pencarian."
Itulah percakapan terakhir Nizam sebelum kembali ke Jakarta. Semua barang yang ada di kediaman Hilya adalah permintaan dari Tara. Dari motor hingga ke laptop semua Tara yang menginginkan.
" Ya udah Mas. Sekarang Mas Tara istirahat aja dulu sebelum magrib. Mas pasti capek udah seharian di luar. Dan untuk ini semua, terimakasih."
" Ya Hil, aku istirahat bentar ya."
Tara masuk ke dalam kamar, dan kini tinggal Hilya bersama kedua orangtuanya. Mereka bertiga saling pandang, seakan mengerti apa yang dipikirkan satu sama lain.
" Nduk, bukane kata Nizam kemarin dia itu pelukis ya?"
Perkataan Yani seperti membuat sebuah jalan terang bagi Hilya. Ia sungguh lupa akan hal itu. Jika memang Tara atau Raka Pittore adalah seroang pelukis yang mampu membuat pamerannya sendiri maka hal tersebut menguatkan asumsi bahwa dia merupakan seroang pelukis yang terkenal.
Hilya langsung membuka ponselnya dan mengetik nama Raka Pittore. Dan benar saja, di laman pencarian itu banyak sekali nama Raka Pittore beserta lukisan-lukisan yang dibuat. Dimana hampir semua lukisannya terkenal.
Hilya membuang nafasnya kasar. Rupanya benar saja bahwa pria yang jadi suaminya itu adalah pria yang bukan biasa-biasa saja. Hal tersebut membuat Hilya semakin yakin bahwa dirinya hanyalah singgahan sementara sampai ingatan pria itu kembali.
" Bu'e, Pak, apa yang diberikan oleh Mas Tara diterima saja. Kita tidak perlu menolak atau merasa bagaimana. Bukan karena Hilya tahu dia adalah orang yang mampu melakukan itu. Tapi anggap itu memang rejeki yang Allah berikan pada kita. Jangan terbebani, Allah selalu punya cara buat ngasih rejeki ke hambanya."
Yani dan Sulis awalnya memang merasa tidak enak dengan semua pemberian itu dari Nizam, padahal yang sebenarnya memberi adalah Tara. Namun setelah mendengar apa yang dikatakan oleh anak sulung mereka baru saja, seketika keduanya merasa tenang dan lega.
***
" Mas, boleh bicara sebentar?"
" Aah iya boleh aja, aku juga mau bicara sama kamu."
Tadi Hilya yang benar-benar ingin bicara tapi saat Tara berkata demikian, ia pun jadi penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh Tara.
Hilya duduk di kursi yang ada di dalam kamar. Ia mengambil pena lalu memutar pena tersebut. Ini adalah kebiasaan yang dilakukan Hilya ketika dia merasa bingung saat akan bicara dengan seseorang. Ia akan meraih benda apapun yang bisa ia gerakkan dengan tangannya.
" Jadi apa yang mau kamu omongin Hil?"
Tara lebih dulu mengambil inisiatif untuk bertanya. Pasalnya udah sekitar 5 menit Hilya hanya diam dan tangannya sibuk memutar-mutar pena.
" Anu Mas, kira-kira kapan Mas mau pulang ke rumah Mas di Jakarta?"
Bukannya menjawab Tara malah tersenyum, ia kini tahu apa yang sedari tadi dipikirkan oleh istrinya itu. Dan dia juga tidak berencana untuk menjawabnya sekarang.
" Seminggu lagi, ayo kita menikah di KUA."
" Ya?"
Dari kemarin ia begitu banyak mendapat kejutan yang bertubi-tubi. Tapi kejadian kali ini lah yang paling membuatnya terkejut.
Tidak pernah terpikirkan oleh Hilya bahwa dia akan mendapatkan lamaran dari pria yang sudah menjadi suaminya walaupun itu secara siri.
" T-tapi Mas, kita kan udah nikah."
" Ya benar, tapi pernikahan kemarin hanya sekedar nikah secara agama. Aku ingin menikahi kamu secara resmi. Lagian, kemarin namaku Raka Pittore sedangkan nama asliku adalah Tara Abyaz Dwilaga. Aku ingin menikahi mu dengan identitas asliku. Aku ingin kamu jadi istri Tara dan bukannya Raka."
Degh!
TBC