Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta Yang Kejam

Tugas tanpa Syam apalagi Excel, membuat Helios merasa ada yang kurang. Terlebih biasanya, kedua pria itu akan sibuk memberinya perhatian. Bersama keduanya, Helios tidak pernah kesepian karena pasti ada saja yang menemaninya mengobrol. Ya, meski dalam obrolan tersebut, yang lain cenderung menjadi pendengar baik untuk setiap keluh kesah Helios yang memang sibuk marah-marah.

Bersama Syam dan Excel, Helios juga tidak pernah kehausan apalagi kelaparan. Ada saja makanan yang keduanya sisihkan walau itu harus dibagi-bagi untuk mengganjal perut. Bersama Syam dan Excel, Helios juga tidak pernah merasa kedinginan apalagi lelah sendiri layaknya sekarang. Tidak ada yang memberinya selimut atau sekadar pakaian hangat, juga tidak ada yang diam-diam membawakan kursi untuknya duduk hingga ia menjadi berdiri berjam-jam.

“Benar, Alloh memang menjadikan kehilangan sebagai cara agar umatnya makin bersyukur sekaligus menghargai apa yang dimiliki. Sekarang, setelah keadaannya begini sementara masa-masa indah bersama mereka tak mungkin terulang lagi, ... hatiku langsung sesakit ini. Dan yang aku ingat langsung Chole. Walau aku bukan orang baik, aku bahkan bukan orang yang pandai mengungkapkan perasaan, ditambah lagi wajahku tidak lebih menarik dari wajah kambing ... rasanya, jadi serba salah. Namun aku beneran enggak mau kehilangan Chole,” batin Helios. Butiran bening mengalir dari kedua matanya. Karena meski mata kanannya buta, dari sana masih bisa menghasilkan air mata.

Kesedihan yang Helios rasa membuat tangan kirinya yang tak diperban refleks meraba wajahnya. Ia melakukannya dengan pelan dan berakhir di mata kanan. “Benarkah benar-benar tidak ada keajaiban? Mereka bilang mata kananku tidak memiliki kesempatan untuk kembali melihat. Aku beneran bersedia memberikan semua uangku asal aku bisa melihat lagi dengan sempurna. Aku ingin melihat wajah cantik istriku menggunakan kedua mataku. Aku ingin melihat senyum cerahnya ketika dia berhasil meledekku. Aku juga ingin melihat ekspresi merajuk dan juga ekspresi marahnya dan itu sangat menggemaskan. Aku beneran enggak bisa melihat keindahan dengan sempurna, tapi Maha Baik Alloh sengaja memberiku istri dengan keindahan yang benar-benar sempurna!” Sampai detik ini Helios masih berbicara di dalam hati, mendadak melow dan menangis sendiri.

Terdiam sendiri sambil terus berdiri menjaga keadaan di sana justru membuat Helios terlempar ke titik nadir. Hanya saja, kenyataan tersebut membuat seorang Helios menjadi jauh lebih bersyukur. Meski jika mengingat wajah dan mata kanannya, Helios akan merasa sangat sedih. Namun tiba-tiba saja, Helios teringat Cinta. Bukan perkara cinta urusan hati maupun perasaan dalam hubungan mereka. Melainkan kenyataan Cinta yang telah menguras habis uangnya selana lima miliar hanya untuk operasi wajah secara total.

“Haruskah aku juga melakukan itu? Chole pasti bakalan langsung ngakak andai dia tahu!” batinnya lagi.

Sudah pukul tiga pagi ketika Helios memastikan waktu di arloji hitam yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. “Excel bilang, harusnya Jay masih hidup. Aku pikir dia akan ke sini, tapi tampaknya dia tidak memiliki nyali untuk melakukannya. Apalagi kata Excel, dia sudah membakar markas Jay,” batin Helios.

Suara langkah terdengar masuk, dan setelah Helios pastikan, itu Shin. Wanita itu sudah memakai dress panjang warna merah yang dibalut jas hitam elegan.

“Kalau kamu masih ingin hidup, kamu jangan ke sini. Apalagi yang mereka tahu, aku sudah membuangmu ke lautan!” tegas Helios sengaja menjaga ucapannya hingga ucapan yang ia hasilkan benar-benar lirih. Ia sengaja melakukannya dem menjaga kedamaian para bos dan juga wanita yang menemani di sana.

Shin menghela napas kemudian membuka mulutnya, tapi belum juga berucap, tangan kiri Helios sudah mengeluarkan pist*ol yang juga pria itu todo*ngkan ke arah Shin. Andai pelatuknya sampai Helios lepas, pelurunya pasti tembus ke dahi Shin.

Shin yang tak jadi berucap, refleks menghela napas lagi, merasa frustrasi dengan tanggapan Helios yang tak hanya menyikapinya dengan dingin karena pria itu juga menyikapinya dengan sangat keji.

Sekitar pukul lima pagi, kapal pesiar mereka menepi di dermaga rahasia mobil Helios dan anak buahnya terparkir. Tampak beberapa mobil mewah yang sudah turut terparkir. Mobil-mobil tersebut mengangkut setiap pria yang baru saja puas dengan pestanya. Beberapa dari mereka juga ada yang sampai mengobrol cukup lama dengan Helios. Terlebih, Excel atau Syam yang biasanya menemani mengobrol, tidak ada. Hingga apa-apa serba Helios. Padahal aslinya, sejak wajahnya jadi buruk rupa dan mata kanannya buta, Helios yang kehilangan rasa percaya dirinya juga jadi paling irit dan memang sulit bicara di depan orang lain.

“Ini orang enggak mikir apa memang masih tel*er, sih? Dia enggak tahu apa, aku sudah ingin buru-buru ketemu istri! Masih saja ngomong panjang lebar padahal intinya mirip obrolan biasanya!” kecam Helios dalam hatinya. Di hadapan para klien-nya ia memang tersenyum, tapi di belakang mereka, ia sudah menyiapkan bilah pedang karena telanjur tidak sabar. Walau kenyataan tersebut hanya ada di bayangan Helios. Sebab sampai detik ini, baginya klien masih tetap menjadi Raja. Kecuali jika mereka memang kurang aj*ar, Helios tak segan untuk bertindak.

Para wanita pengh*ibur yang sempat ikut termasuk itu Shin memang tak sampai ikut ke dermaga. Karena sebelum sampai dermaga, mereka sudah langsung dijemput oleh kapal kecil yang sebelumnya juga mengantar mereka.

“Telat setengah jam!” jerit Helios sembari buru-buru melangkah masuk ke mobilnya.

“Bos, mau makan apa? Atau mau makan di mana?” tawar Dandi yang sudah duduk di depan Helios. Ia duduk di sebelah Ben yang mengemudi.

“Kita langsung ke rumah. Nanti kalian bisa sekalian sarapan di rumah. Kalau yang lain langsung ke markas dan mereka sarapan di sana,” ucap Helios yang sudah langsung sibuk dengan ponsel. Tentu yang ia lakukan langsung mengabari sang istri melalui pesan.

Mas Helios : Y

Beda dari beberapa jam lalu, kali ini pesan yang Helios kirimkan tak kunjung mendapat balasan.

Mas Helios : Y

Mas Helios : Y

Mas Helios : Y

Mas Helios : Y

“Terakhir tetap enggak dibalas, aku buang nih hape!” lirih Helios geregetan.

Benar saja, hanya berselang beberapa detik, efek pesannya tetap tidak mendapatkan balasan, Helios melempar sekuat tenaga ponselnya. Gawai canggih yang kini memakai wallpaper foto Chole berefek anak kucing, berakhir di sebelah kaki kanan Dandi. Dandi yang syok juga refleks berdiri, perlahan membungkuk sambil menatap takut sang ketua sekaligus bos mereka.

“Enggak usah diambil! Biarin saja. Buat apa pegang ponsel kalau pesan saja enggak dibalas!” kesal Helios.

Dandi yang sudah jongkok sementara tangan kanannya sudah nyaris menyentuh ponsel Helios, refleks diam hingga tampangnya mirip patung.

“Jadi istriku cukup duduk manis. Aku kirim pesan langsung balas. Aku telepon langsung dibalas. Nah ini baru juga sebentar. Enggak tahu apa sudah kangen banget! Telat setengah jam gini saja aku merasa sangat bersalah!” batin Helios sambil memeluk tubuhnya sendiri.