Kinanti Amelia, remaja pintar yang terpaksa harus pindah sekolah karena mengikuti ayahnya.
Ia masuk ke sekolah terbaik dengan tingkat kenakalan remaja yang cukup tinggi.
Di sekolah barunya ia berusaha menghindari segala macam urusan dengan anak-anak nakal agar bisa lulus dan mendapatkan beasiswa. Namun takdir mempertemukan Kinanti dengan Bad Boy sekolah bernama Kalantara Aksa Yudhstira.
Berbekal rahasia Kinanti, Kalantara memaksa Kinanti untuk membantunya belajar agar tidak dipindahkan keluar negeri oleh orang tuanya.
Akankah Kala berhasil memaksa Kinan untuk membantunya?
Rahasia apa yang digunakan Kala agar Kinan mengikuti keinginanya?
ig: Naya_handa , fb: naya handa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantang rasa takut
“Dadah ayah sayang. Kinan sayang ayah. Jaga diri ayah baik-baik yaaa... Kinan akan nunggu ayah pulang. I love you ayah!!!!” kalimat-kalimat itu yang terus diserukan Kinanti saat melihat mobil yang dikendarai ayahnya pergi meneruskan perjalanan.
Setelah menjauh, tangis Lukman pun pecah. Ia memandangi wajah sang putri dari spionnya. Kinanti yang melonjak-lonjak sambil berteriak melambaikan tangan padanya, membuat perasaan Lukman semakin hancur.
“Huhuhuhu....” laki-laki paruh baya itu tidak segan untuk menangis sejadinya. Rasa sesak yang sedari tadi ditahannya sekarang sudah tercurahkan. Air matanya yang bercucuran ia usap dengan kasar karena menghalangi padangannya dan membuat jalanan nyaris tidak terlihat oleh matanya yang menua.
Tapi ia tidak punya kekuatan untuk menghentikan tangis yang seolah enggan untuk terhenti.
Hari ini, tanpa sepengetahuan Kinanti, Lukman sedang berusaha untuk sembuh. Ia akan memulai rencana pengobatannya yang dimulai dengan chemoteraphy pertamanya. Berdo’a saja semoga ia kuat bertahan dan pulang dalam keadaan sehat agar bisa berkumpul kembali dengan Kinanti, putri kesayangannya.
Setelah mobil Lukman tidak lagi terlihat, Kinanti mematung beberapa saat. Jujur, ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya karena melihat perubahan sikap Lukman beberapa hari ini. Laki-laki itu lebih banyak diam, sering sekali menatap lekat wajah Kinanti dan sangat jarang mencandainya. Entah apa yang sedang dihadapi Lukman saat ini hingga Kinanti melihat kalau beban ayahnya mungkin semakin besar.
“Tunggu sebentar ayah, tunggu Kinan sebentar lagi. Setelah Kinan dewasa dan bekerja, ayah tidak perlu bekerja keras seperti ini lagi,” gumam Kinanti seraya mengeratkan genggaman tangannya pada tali tas melingkar di lengan kiri dan kanannya.
Tekadnya sudah begitu bulat kalau ia akan lebih bersemangat lagi dalam meraih cita-citanya.
“Pagi,” sapa seseorang yang berbisik di telinga Kinanti.
“Astaga!” Kinanti segera berbalik seraya mengendikkan bahunya menjauh. Suara seorang pria terlalu mengagetkannya yang sedang melamun memandangi arah berlalunya Lukman.
“Sorry, aku ngagetin ya?” laki-laki itu adalah Demian.
“Iyaa, untung aja gak tiba-tiba aku tendang,” timpal Kinanti sambil berdecik kesal.
“Hehehehe … maaf. Habisnya kamu seru banget. Dadah-dadah sama siapa sih?” Demian ikut memperhatikan arah berlalunya mobil yang mengantar Kinanti.
“Ayahku. Beliau mau pergi keluar kota selama kurang lebih seminggu. Jadi ya tadi dadah-dadah dulu.” Kinanti menjelaskan.
“Semoga cepet pulang yaa,”
“Makasih.” Kinanti tersenyum kecil pada teman sekelasnya.
“Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu buat kamu.”
“Oh ya? Apa?” Kinanti terlihat penasaran.
Demian memutar tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Nih.” Ia menyodorkan selembar kertas pada Kinanti.
Kinanti mengambil alihnya dan membacanya beberapa saat. “Formulir pendaftaran olimpiade?” mata Kinanti langsung membulat sempurna.
“Iyaa. Mr Jack sama guru yang lain udah liat esay kamu dan hasil praktikum kamu beberapa waktu lalu. Mereka bilang, mereka yakin kalau kamu bisa mengikuti olimpiade itu. Jadi, isilah dan serahkan ke Mr Jack siang ini. Okey?” urai Demian penuh semangat. Menyenangkan rasanya karena akhirnya memiliki partner seperti Kinanti.
“Ya ampunn… aku pikir aku harus ikut test dulu tapi ternyata Mr Jack dan sekolah percaya sama aku.” Kinanti menatap formulir itu dengan haru.
“Iyalah, kamu siswa berbakat dan cerdas. Mr Jack hebat loh dalam menilai kemampuan siswanya.”
“Oh ya?” Kinanti menatap Demian penuh tanya.
“Hem.” Remaja itu mengangguk yakin.
Mereka berjalan bersisian menuju ruangan kelas sambil membahas masalah olimpiade. Ternyata banyak hal yang harus Kinanti siapkan mulai dari sekarang.
Di kelasnya, Kinanti sedang mengisi formulir olimpiade. Ia membaca satu per satu daftar isian dan mengisinya dengan rapi. Ia begitu antusias hingga antusiasme Kinanti itu terasa mengganggu bagi seseorang. Siapa lagi kalau bukan Frea.
“Sret!” dengan satu gerakan, Frea merebut formular itu dari tangan Kinanti.
“Formulir pendaftaran olimpiade. Hahahahaha… emang lo bisa?” ledek Frea seraya mentoyor kepala Kinanti.
“Astaga Frea, tolong kembalikan. Aku gak punya waktu untuk main-main.”
Kinanti segera berdiri untuk mengimbangi tinggi Frea. Ia brusaha merebutnya tapi tangan Frea terlalu lincah untuk mengerjainya.
Sayangnya, Kinanti tidak menyerah. Kali ini ia bertekad untuk melawan gadis yang selalu semena-mena ini. Seperti yang Kala katakan kalau sesekali ia harus menunjukkan kalau ia tidak bisa direndahkan.
“Emang siapa yang main-main sama lo, males gue! Ini gue serius banget, emang bisa otak dungu lo ini ikutan olimpiade?” lagi Frea mentoyor kepala Kinanti dengan keras, hingga wajahnya berpaling dan rambutnya berantakan.
“Frea, jangan sembarangan. Kamu melakukan hal yang tidak pantas!” Demian ikut terpancing dan berusaha membela Kinanti.
“Gak pantas? Siapa yang gak pantas, gue apa lo?” Frea balas menatap Demian dan tersenyum sinis pada remaja itu.
“Bukannya anak pelakor lebih gak pantas ya, ada di sekolah ini? Lo gak malu gitu lahir dari perempuan yang ngerendahin dirinya buat ngerayu bokapnya Kala?” bibir tipis Frea begitu ringan berucap membuat perhatian teman-teman sekelasnya beralih memandangi Demian.
Wajah Demian berubah merah padam mendengar Frea menghina ibunya. Tangannya sudah mengepal tapi sayang ia tidak bisa melakukan apapun.
“BRAK!!” selain pukulan itu yang kemudian dihantamkan Demian di atas meja. Para siswa sampai terhenyak, begitupun dengan Kinanti. Ia memandangi tangan Demian yang masih berada di atas meja dan mengepal dengan kuat menunjukkan urat-urat tangannya yang menegang menahan geram. Ia bisa membayangkan seberapa besar kemarahan Demian pada gadis di hadapannya.
Andai Frea bukan seorang wanita, mungkin Demian sudah menghajarnya hingga babak belur.
“Frea, tolong berhenti. Kamu udah banyak bicara yang gak sopan.” Kinanti berusaha melerai. Ia juga berusaha mengambil kertas di tangan Frea tapi lagi dengan cepat Frea mengibaskannya.
“Wah kalian dua orang pecundang yang sangat cocok. Serasi sekali. Gadis miskin dan anak pelakor. Hahahaha… pasangan yang sama-sama hina.” Frea tertawa dengan renyah begitupun dengan teman-teman satu genknya.
Mendengar ucapan Frea yang semakin berani, langkah Demian pun maju selangkah mendekat pada gadis itu. Matanya semakin menyalak penuh kearahan. Tapi dengan cepat Kinanti menahan tangan Demian yang sudah hampir terangkat. Sepertinya ia sudah tidak peduli kalau lawannya adalah seorang wanita.
“Pergilah Demian, jangan menanggapinya,” ucap Kinanti. Ia tidak mau ada keributan lagi di kelas ini.
“Wah ada apa nih? Kok ngumpul-ngumpul?” Riko baru datang bersama Kala, membalas setiap tatapan siswa yang tertuju pada Kinanti dan Demian. Tapi tidak ada satupun yang berani menjawabnya.
"Kenapa lo liat gue?" tanya Frea saat tatapn Riko menatapnya penuh curiga.
"Karena lo biasanya yang jafi biang keladi." Riko tersenyum sinis.
“Dih, sembarangan. Gue gak ngelakuin apa-apa. Gue cuma mau ngasih tau cewek kampung ini kalau dia gak usah sok-sokan ikut olimpiade. Saingan dia berat semua, otak kampungan dia gak akan kuat nandingin otak-otak brilian di sini. Jadi biar dia gak kecewa, mending gue robek aja kan kertasnya. Kecewa itu sakit tsaayyy….” Ledek Frea seraya tersenyum meledek pada Kinanti.
Jemari lentik Frea sudah bersiap merobek formulir di tangannya tapi dengan cepat Kinanti menahannya.
“Jangan kamu robek sebelum kamu bisa buktiin kalau otak kamu lebih brilian dari aku,” tutur Kinanti memberi Frea tantangan.
“Oh, lo nantang gue?” Frea balas menyalak. Ia mengibaskan tangannya yang di genggam Kinanti.
“Ya, aku nantang kamu!"
"Kamu jangan cuma berani cuap-cuap dan ngerendahin orang lain. Kita coba buktikan. Kita adu kemampuan kita. Kalau kamu menang, kamu boleh merobek formulirku tapi kalau kamu kalah, kamu harus jadi pemandu sorak untuk menyemangati aku sama Demian. Gimana?”
Entah dari mana asal keberanian Kinanti untuk menantang Frea. Mungkin dari remaja yang tersenyum geli melihat tingkah Kinanti yang sok terlihat berani padahal tangannya gemetaran. Iya, dia Kala. Remaja yang mengatakan kalau Kinanti harus menunjukkan kalau ia tidak layak untuk di rendahkan.
“Gimana, kalian semua setuju? Kita semua yang akan jadi jurinya.” Gayung bersambut, Kala pun berbicara di hadapan teman-temannya.
“Setuju!” seru Riko dan teman-teman lainnya.
Kinanti tersenyum kecil melihat tawa kesal yang di tunjukkan Frea. Sepertinya gadis ini tidak bersiap untuk kemungkinan kalau Kinanti akan berani melawannya. Kinanti masih sangat yakin dengan pribahasa kalau tong kosong itu nyaring bunyinya.
“Lo pikir gue takut?! Lo siap-siap aja ngeliat kertas dormulir lo gue robek-robek di depan mata kalian semua.” Keberanian Frea memang patut di acungi jempol, rasa percaya dirinya sangat tinggi.
“Okey, gimana kalau kita mulai sekarang? Masih ada dua puluh menit lagi sebelum pelajaran di mulai.” Tantang Kinanti.
“Gak masalah. Dua puluh menit cukup kok buat gue mempermalukan lo.” Frea memang pantang menyerah.
“Okey, kalau udah deal, kalian duduk di tempat masing-masing. Nanti gue minta satu orang buat nulisin soal paling sulit menurut dia. Yang duluan jawab dan jawabannya betul, dia pemenangnya. Gimana, deal?” seru Riko.
“DEAL!” semua siswa kompak menyahuti.
“Okey, kalau gitu, siapa nih yang mau ngasih soal?” tantang Riko.
“AKU!” seru seorang gadis berkacamata tebal yang sering menjadi korban buly Frea dan teman-temannya. Sepertinya ia sudah sangat menunggu moment ini. Moment melihat Frea di permalukan seperti yang biasa Frea lakukan pada siswa lain termasuk dirinya.
“Dih si cupu ikutan. Dia aja bego.” Komentar salah satu teman Frea.
Frea tersenyum puas lalu berubah sinis pada gadis itu, harusnya ia membuat gadis itu keluar dari sekolah ini, tapi sepertinya ia terlambat untuk melakukannya. Ucapan Kinanti telah berhasil memantik semangat siswa lain untuk melawan Frea termasuk gadis cupu ini.
“Okey, gak masalah, silakan lo maju. Kasih soal sesulit mungkin dan lo tulis di tengah. Nanti Frea dan Kinanti akan menjawab di sebelah kiri dan kanan papan tulis.” Riko mempersilakan gadis itu maju ke depan.
Semangat gadis itu benar-benar membara. Ia menuliskan sebuah soal di papan tulis dengan tingkat kesulitan yang tinggi.
Teman-teman Frea sibuk membuka-buka buku untuk mencari contekan untuk Frea tapi sudah hampir habis halaman buku yang mereka buka, tetap tidak ada soal yang serupa dengan yang di papan tulis.
“Waw, okey good. Soalnya rumit banget anjir!” Riko sampai menggaruk kepalanya yang mendadak pusing.
“Lo yakin soal ini ada di buku pelajaran?” Frea mulai panik.
“Ada. Di buku fisika kelas sebelas semester dua,” ucap gadis itu seraya memberikan spidol pada Riko.
“Okey. Ada ya Frea yaa, jadi harusnya lo bisa jawab karena ini materi setahun lalu.” Riko ikut meledek Frea yang selalu membuatnya pusing.
Frea hanya mendelik kesal. Sepertinya keputusannya tepat untuk menolak pernyataan cinta Riko dua tahun lalu.
“Cinta ditolak, fisika bertindak,” gumam Riko yang tersenyum puas.
“Okey, silakan kalian kerjakan. Siapa yang selesai lebih dulu dan jawabannya benar, dia akan jadi pemenangnya. Buat yang lainnya, kalian bersiap menjadi juri,” imbuh Riko seraya duduk di tempatnya.
Tanpa rasa ragu, Kinanti dan Frea maju ke depan. Suasana kelas pun mendadak hening. Hanya suara spidol yang terdengar beradu ngilu dengan permukaan papan tulis. Gerakan tangan Kinanti sangat cepat, menghitung angka yang dibuat rumit oleh temannya. Ia mengerjakan soal dengan tenang.
Sementara Frea terlihat gelisah, beberapa kali ia menuliskan angka tapi kemudian menghapusnya lagi.
“FREA SEMANGAT!!!” seru sahabat Frea.
“SSSTTTT!!!!” anak sekelas IPA dua langsung berdesis menyuruh gadis itu untuk diam. Hah, mental gadis itu benar-benar jatuh dihadapan teman sekelasnya.
Dua menit berlalu dan Kinanti dan Frea hampir menyelesaikan hitungannya.
Kira-kira siapa yang akan menjawab soal dengan benar?
****