*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Positif Hamil
Satu minggu berjalan cukup cepat, setelah kejadian perdebatan waktu itu Vira sudah mencoba untuk melupakannya dan bersikap biasa saja. Meskipun sikap Desy dan Yudha semakin dingin kepadanya, Vira masih sabar. Dia tidak ingin memendam rasa marah kepada sesoarng, karena itu tidak baik, agamanya juga melarang hal itu.
Pagi ini Vira sengaja bangun lebih awal karena ingin memasak sesuatu, teman-teman kantornya meminta Vira membawakan sesuatu karena dia baru saja mendapatkan kenaikan gaji dari Raka. Karena bingung harus membawa apa, Vira memutuskan untuk membawa masakan saja. Dengan begitu nanti dia bisa membawanya dan memakannya bersama-sama di kantor.
Saat sedang sibuk memotong bawang, tiba-tiba saja ada suara teriakan dari dalam kamar Weny. Vira sedikit terkejut dengan hal itu, dia juga berencana akan melihatnya, tapi urung karena melihat Desy lebih sigap mendatangi kamar menantu barunya itu.
"Weny, ada apa?" tanya Desy sambil mengetuk pintu kamar Weny.Tak lama setelah itu Weny membuka pintu kamarnya, wanita itu terlihat baik-baik saja.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Desy sekali lagi. Wajah wanita paruh baya itu masih sangat kebingungan, dia sama sekali tidak ingin terjadi sesuatu kepada Weny.
"Enggak, Bu. Nggak ada apa-apa," jawab Weny dengan senyum yang terlihat tertahan.
"Kamu yakin?"
"Iya. Hanya saja ...."
"Hanya saja apa?"
Saat itu Weny langsung menunjukkan sebuah alat tes kehamilan, wajahnya juga terlihat sangat bersemangat. Desy sendiri langsung merebut alat itu, dia melihat dengan teliti kalau di sana menunjukkan dua garis, yang artinya itu Weny sedang hamil.
"Ka-kamu hamil?" tanya Desy dengan penuh antusias.
Weny menjawab dengan anggukan. Detik itu juga Desy langsung menghamburkan pelukan kepada Weny, dia sangat senang mendengar kabar ini. Setelah penantian tiga minggu, akhirnya menantunya hamil juga.
"Selamat sayang, selamat. Terima kasih banyak," ucap Desy di sela pelukan itu.
Di tengah kebahagiaan itu, Vira hanya terdiam. Sejak tadi dia hanya memperhatikan semuanya di dapur, jujur, hatinya sedikit sakit mendengar berita kehamilan Weny. Dia jadi membayangkan bagaimana jika dirinya yang ada diposisi itu, mungkin akan sangat menyenangkan.
Tanpa sengaja Vira menyenggol sendok yang ada didekatnya, alhasil hal itu berhasil membuyarkan lamunannya. Bukan hanya lamunannya, tapi hal itu membuat Weny dan Desy langsung mengetahui keberadaannya, yang awalnya tidak menyadari kalau Vira ada di dapur.
"Oh, ternyata kamu di sana. Kamu dengarkan, Weny hamil. Dia sedang memgandung anak Yudha dan calon cucuku," ucap Desy dengan nada bicara yang sangat sombong. Dia sengaja melakukan hal itu agar Vira merasa sangat tersinggung karena belum hamil juga sampai saat ini.
Vira yang mendengar hal itu hanya bisa diam, wanita itu tidak ingin mengatakan apa pun bahkan hanya untuk memberikan selamat kepada Weny. Tidak mau berlama-lama di dapur, Vira mengambil sendok yang dia jatuhkan, kemudian dia membereskan semuanya. Antusiasnya untuk memasak sudah hilang, nanti dia akan membelikan teman kantornya makanan siap saji saja.
Setelah itu, Vira buru-buru meninggalkan dapur dan akan segera bersiap-siap berangkat ke kantor. Tapi saat dia akan masuk ke kamar, Desy kembali berucap dan hal itu membuat Vira menghentikan langkahnya.
"Sekarang udah terbukti 'kan kalau kamu itu memang mandul. Buktinya Weny sudah hamil secepat ini, kamu memang nggak ditakdirkan punya keturunan."
Hati wanita mana yang tidak sakit hati mendengar sindiran pedas seperti itu. Perkataan Desy sudah benar-benar kelewat batas.
Dengan hati yang sangat sakit, Vira berusaha untuk tidak menangis, wanita itu berbalik, menatap Desy lalu berkata, "Ibu boleh bahagia. Tapi jangan bawa-bawa aku dalam kebahagiaan yang sedang Ibu rasakan, tidak perlu membandingkan diriku dengan wanita itu. Selama ini aku sudah terlalu sabar menghadapi sikap Ibu kepadaku, sekarang cukup. Aku tidak ingin lagi mendengar kata 'mandul' karena itu sangat menyakitkan, Bu. Mungkin Ibu tidak pernah mengalami hal ini, itu sebabnya Ibu sangat enteng saat menyindiriku seperti itu. Jadi silahkan berbahagia tanpa harus menyudutkan pihak lain."
Setelah mengatakan hal itu, Vira kembali melanjutkan langkahnya. Dia tidak ingin melihat wajah-wajah itu, dia sudah terlalu muak dengan semuanya.
Bersamaan dengan itu, Yudha sudah kembali setelah melakukan olahraga. Pria itu memang memiliki rutinitas olahraga di pagi hari, Yudha sedikit bingung kenapa mamanya dan Weny terlihat sangat bahagia.
"Kalian kenapa?" tanya Yudha.
"Coba tebak," jawab Weny. Wanita itu sepertinya sangat tidak sabar memberitahu hal ini kepada suaminya.
"Aku tidak bisa menebaknya, katakan langsung saja." Yudha masih belum tertarik dengan semua ini. Dia hanya mengira kalau ini hanya masalah sepele saja, Weny terkadang sangat senang hanya karena barang yang dia inginkan berhasil dia dapatkan.
"Ayolah, coba tebak dulu."
"Eum, apa kamu mendapatkan tas yang kemarin kamu incar?"
"Bukan."
"Lalu apa? Cepat katakan, aku harus segera mandi dan bersiap untuk ke kantor."
Saat itu juga, Weny langsung menunjukkan hasil testpacknya. Yudha yang tidak paham, hanya bisa mengerutkan dahinya lalu bertanya, "Apa itu?"
"Kamu ini gimana, sih, Yud. Istri kamu itu sedang hamil," jawab Desy dengan penuh antusias.
"Hamil?"
"Iya."
Yudha langsung terlihat sangat bahagia, dia memeluk tubuh Weny dengan sangat erat. Pria itu tidak menyangka akhirnya bisa mendengar kabar seperti ini, sudah lama dia menantikan momen seperti ini dan akhirnya dia merasakannya juga.
"Terima kasih, ya, Sayang. Aku senang banget dengernya," ucap Yudha.
"Sama-sama."
Ketiga orang itu terlihat sangat bahagia. Senyuman mereka terlihat sangat mengembang, kabar seperti ini memang sudah sangat dinantikan dalam keluarga itu.
Dibalik kebahagiaan itu, ada satu orang yang merasa sangat sedih. Vira hanya bisa menahan tangis melihat kebahagiaan mereka bertiga dari balik pintu kamar. Dia tidak bisa ikut merasakan kebahagiaan itu. Lagi pula semua akan berakhir. Dia bukan lagi bagian dari mereka setelah gugatan cerainya diterima.
...****************...