Dia hanya harus menjadi istri boneka.
Bagaimana jika Merilin, gadis yang sudah memendam cintanya pada seseorang selama bertahun-tahun mendapatkan tawaran pernikahan? Dari seseorang yang diam-diam ia cintai.
Hatinya yang awalnya berbunga menjadi porak-poranda saat tahu, siapa laki-laki yang akan menikahinya.
Dia adalah bos dari laki-laki yang ia sukai dalam kesunyian, yang menawarinya pernikahan itu.
Rionald, seorang CEO berhati dingin, yang telah dikhianati dan ditingal menikah oleh kekasihnya, mencari wanita untuk ia nikahi, namun bukan menjadi istri yang ia cintai, karena yang ia butuhkan hanya sebatas boneka yang bisa melakukan apa pun yang ia inginkan.
Akankah Merilin menerima tawaran itu, sebuah kontrak pernikahan yang bisa membantunya melunasi hutang warisan ayahnya, yang bisa membantu pengobatan jangka panjang ibunya, dan memastikan adik laki-lakinya mendapatkan pendidikan terbaik sampai ke universitas.
Bisakah gadis itu mengubur cintanya dan menjadi istri boneka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Pamer Bekas Kecupan
Terbangun di pagi hari.
Bagi Merilin ini situasi yang paling mengejutkan sepanjang hidupnya. Bangun dengan baju acak-acakan, mendapati seorang laki-laki setengah telanjang di sampingnya. Jantungnya rasanya mau copot. Kenapa orang tampan saat tidur mereka terlihat sangat tampan, gumam gadis itu sambil menunduk. Rion yang tertidur disampingnya adalah bukti nyata, semua hal yang terjadi dalam hidupnya kemarin bukanlah mimpi.
Dia benar-benar sudah menikah dan menjadi boneka CEO perusahaannya sendiri, Rionald Fernandez.
Bola mata Merilin yang sudah sepenuhnya menemukan kesadaran itu mengerjap kaget. Sepertinya setelah selesai melirik sosok di sampingnya, dia mulai menemukan kesadaran. Ada sesuatu yang rasanya mengganjal di hati.
Tidak, hpku. Dimana hpku.
Merilin merayap di atas selimut tempat tidur. Mencari-cari benda yang dia pegang semalam. Saat mendengar Rion menggeliat, tubuh Merilin langsung membeku. Dia bahkan menahan nafas karena takut membangunkan Rion. Saat tidak ada suara lanjutan dia mencari lagi di bawah selimut. Dengan menekan-nekan jari tangan dengan posisi merangkak.
Mata gadis itu menangkap, benda kecil yang ada di lantai. Sepertinya layar depannya menghadap ke lantai. Menjerit tanpa suara karena menduga hpnya bisa jadi pecah, lalu dia bergegas turun dari tempat tidur tanpa menimbulkan suara.
Dan benar saja, sesuai prediksi. Dia mendapati hpnya pecah dengan layar depan hanya berkedip-kedip. Saat jarinya mengusap layar, menggelap sudah layar itu.
Rasanya mau menangis. Merilin terduduk lemas di sofa setelah menyeret kakinya. Dia minum air putih yang ada di atas meja. Menatap hp yang layarnya pecah dan tidak mau menyala itu.
Padahal baru tiga bulan aku memakainya setelah melunasi cicilan. Aaaaaa! Itu pun dilakukan Merilin dengan penuh perjuangan. Hp yang dia pakai harganya cukup mahal untuk ukurannya, dia rela menyisihkan gajinya karena hp itu juga dia pakai bekerja.
Aaaa! Bagaimana ini! Apa aku tidak sengaja menendangnya semalam.
Saking sedihnya gadis itu sampai melupakan sebenarnya kesalahan terbesarnya apa. Seharusnya dia tidak boleh tidur kan tadi malam karena harus menunggu Rion. Pikirannya cuma dipenuhi dengan layar hp yang pecah, dan berapa uang yang harus dia keluarkan untuk membeli hp baru.
Dengan gurat sedih Merilin menatap jam yang ada di dinding. Langsung terbangun berdiri kaku. Sudah siang pekiknya dalam hati, dia terlambat bangun. Saat menatap jendela tentu jauh lebih shock. Matahari sudah tidak malu-malu lagi, mungkin embun pagi juga sudah menguap pergi.
Bagaimana aku bisa bangun kesiangan di hari pertama setelah menikah. Bagaimana pandangan Presdir dan ibu nanti.
Buru-buru Merilin masuk ke dalam kamar mandi, suaranya menutup pintu terdengar sangat kuat. Membuat laki-laki yang sedang tengkurap itu mengerjapkan mata.
Di atas bantal, sambil bergumam Rion tersenyum. Karena...
"Aaaaaaaa!" Jeritan dari kamar mandi lantai dua, di kamar pengantin, Merilin memekik dengan suara sangat keras. Memenuhi udara di rumah vila. Karena masih pagi, yang tadinya tenang langsung berisik seketika. Sementara Rion, menguap sambil tergelak. Masih tengkurap, hanya menggoyangkan badan menggeliat malas. Teriakan Merilin barusan sesuai dengan apa yang dia harapkan.
Tidak butuh waktu lama.
Ibu dengan wajah panik membuka pintu kamar Rion bahkan tanpa permisi. Melihat anak laki-lakinya yang menggeliat malas di tempat tidur. Wajah cemas ibu tidak menghilang.
"Nak, kenapa Mei, kenapa dia berteriak begitu, kamu apakan istrimu?" Ibu menarik selimut Rion karena berfikir tubuh kecil mungil Mei ada di bawah selimut. Nihil. Tidak ada apa-apa dalam dekapan anaknya. "Di mana istrimu?"
Rion tertawa, senyumnya dipagi hari membuat orang yang melihat rasanya bersyukur sudah terlahir ke dunia. Kalau menutup mata dari kelakuannya. Laki-laki itu menunjuk pintu kamar mandi sambil tertawa lagi.
Ibu segera berjalan menuju pintu kamar mandi, saat dia menarik handle pintu, terkunci. Tangannya menggedor pintu.
"Mei, ini ibu Nak. Buka pintunya, kamu kenapa? Apa ada kecoak? Buka pintunya Nak?"
Di dalam kamar mandi, Merilin berdiri kaku sambil melihat sekujur tubuhnya. Semalam seingatnya Rion hanya menciumi lehernya untuk meninggalkan bekas kecupan. Tapi kenapa ada tanda merah di sekujur tubuhnya. Bahkan dibagian dada banyak sekali.
Merilin mencoba mengingat-ingat kejadian semalam, tetap tidak ada bayangan bagaimana bisa tanda merah itu memenuhi tubuhnya.
Aaaaaaa!
Saat terengah-engah mengambil nafas supaya tetap waras, suara gedoran pintu dan teriakan ibu masuk ke dalam kamar mandi. Mei terlonjak kaget.
"Mei, buka pintunya Nak?"
Merilin merapat ke pintu. Mendorong pintu, supaya ibu tidak masuk. Padahal pintu juga sudah dia kunci. Saking takutnya ibu masuk dan melihat kondisi tubuhnya tanpa sadar dia mendorong pintu.
Handuk, benar handuk. Cari handuk dulu.
Merilin menyambar handuk, memakainya. Lalu berjalan ke dekat pintu lagi mau menjawab ibu.
"Maaf Bu, mengagetkan ibu, aku tidak apa-apa. Tadi hanya terpeleset."
Hah! Sialan kenapa dari sekian banyak alasan aku harus memilih kata terpeleset geram Merilin. Karena bukannya membuat ibu keluar kamar dengan tenang malah membuatnya semakin panik. Hingga gedoran pintu semakin keras menyuruhnya membuka pintu. Merilin bisa merasakan suara kecemasan dari nada bicara ibu.
Ibu juga memarahi anak laki-lakinya yang malah tertawa di tempat tidur.
Haisss, kau pasti tahu kan aku menjerit karena apa! kau jadi bisa tertawa sekeras itu. Dasar Rion.
"Mei, buka pintunya! ibu khawatir padamu." Suara Rion memenuhi udara.
Tangan Merilin terkepal menyentuh handle pintu, dia tahu kenapa Rion menyuruhnya membuka pintu. Laki-laki itu ingin Merilin menunjukkan seluruh tubuhnya yang dipenuhi bekas kecupan pada ibu. Karena perintah Rion, Mei tidak punya kuasa menolak. Padahal kalau hanya ibu dia masih berusaha memutar otak mencari alasan.
Akhirnya pintu berderik terbuka.
Ibu langsung bergegas masuk, setelah menyuruh anaknya berhenti tertawa.
"Ibu, dia hanya kaget melihat tubuhnya, jangan terlalu khawatir. Ah, aku lelah sekali." Rion tersenyum licik saat ibu sudah masuk ke dalam kamar mandi. "Sepertinya tidak sia-sia aku bekerja keras semalam kalau sampai kau sekaget itu."
Bonekaku lucu sekali, haha. Rion masih malas untuk bangun jadi dia bergulingan lagi di tempat tidur.
Sementara Rion tergelak di atas tempat tidur. Merilin menutup wajahnya yang memerah saat ibu masuk. Ibu memeriksa tubuh Merilin, terutama kaki dan menyentuh pinggang gadis itu.
"Mana yang sakit Mei, kamu terpeleset di mana?"
Aaaaaaa! Ibu!
Merilin tidak bisa menjawab, dia malah berusaha menutupi bagian leher tubuhnya dengan tangan. Eh, ibu terlihat mulai loading saat wajah Merilin yang memerah semakin merah, nyaris mirip dengan tanda kecupan di seluruh tubuh Merilin. Ibu malah tertawa setelah menyadari kenapa dari tadi tangan Mei sibuk.
"Ya ampun, nggak ayah nggak anak sama saja." Ibu tertawa kecil lalu mengusap kepala Merilin lembut.
Sepertinya ibu sudah menarik benang merahnya. Persis seperti yang dikatakan anaknya tadi sebelum dia masuk ke kamar mandi. Mendengar ibu bicara begitu Merilin semakin merah padam.
"Kau pasti lelah Nak meladeni Rion semalam, sekarang mandi air hangat saja dulu." Ibu membuka keran air untuk memenuhi bak mandi. Wanita itu sepertinya tahu pasti apa yang dilakukan anaknya. "Dia pasti menjahilimu saat kau tidur semalam ya? sampai kamu kaget begini."
"Ibu bukan begitu! saya hanya, semalam sepertinya tidak sebanyak ini."
"Sudah nggak papa, nggak usah malu sama ibu." Wajah ibu bersemu. "Rion itu mirip banget sama ayahnya." Ibu menggelengkan kepala sambil tertawa. "Untuk beberapa hal, mereka itu mirip sekali."
Merilin selalu merasa terkejut kalau fakta tentang Presdir keluar dari mulut ibu.
Setelah memastikan Merilin masuk ke dalam bak mandi, ibu keluar. Menghampiri anaknya yang masih menggeliat tanda dosa di tempat tidur. Rion tertawa menyambut ibunya yang mendekat, dia mengulurkan tangannya supaya ibu duduk di tempat tidur.
"Kamu ini, menjahili Mei sampai dia kaget begitu."
"Dia lucu kan Bu." Rion mencium tangan ibunya. "Aku senang menikah dengannya, jadi ibu berhentilah mengkhawatirkanku."
Ibu tersenyum lalu mengusap kedua pipi Rion sambil mengangguk. Ah, anakku sudah kembali gumam ibu.
"Kau juga bersiap-siap, paman dan bibiku ingin segera bertemu dengan Mei. Dan, berhenti mengganggu istrimu."
"Haha, kalau itu aku nggak bisa janji Bu."
Rion melambaikan tangan saat ibu keluar dari kamar. Seringai dibibirnya muncul saat melihat pintu kamar mandi. Pasti pintu itu tidak terkunci kan sekarang gumamnya nakal. Tapi baru saja menggeser kaki mau turun, pintu itu sudah terbuka. Merilin keluar dari kamar mandi dengan memakai piyama handuk. Cih tidak seru, ujar Rion mendengus.
Merilin yang takut Rion akan masuk ke kamar mandi melewatkan berendam di air hangat. Dia mandi dengan cepat sebelum suara ibu keluar kamar terdengar. Kalau sampai Rion masuk sebelum dia keluar tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Membayangkan saja wajah Merilin langsung mengepulkan asap.
Bersambung