GADIS CACAT SANG KAISAR

Pagi ini, Sabia bangun dengan tubuh segar bugar. Meskipun kejadian semalam saat Kaisar memergokinya di kamar mandi dalam keadaan telanjang telah membuatnya kesal, namun entah mengapa pagi ini moodnya sangat bagus bahkan tak pernah seriang hari ini.

Brak.

Sabia tersentak, ia menoleh cepat ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Apakah Kaisar belum berangkat kerja?

"Tumben bangun pagi?" tanya Kaisar heran saat melihat Sabia telah bangun dan duduk bersandar di ranjang.

Ia lantas melepas bathrobe-nya dengan cuek, toh Sabia tak bisa melihat tubuhnya yang telanjangg bulat.

"Oh iya, Bik Yati bilang katanya kamu sudah mulai ikut les huruf Braille. Apakah menyenangkan?" Kaisar baru ingat untuk menanyakan hal itu.

Sabia merengut, ia menurunkan kakinya dan bangkit dari ranjang. Setelah semalam Kaisar melihat bagian paling vital di tubuhnya, mengapa hari ini dia bertingkah seolah tak melihat apapun?

"Bia, aku lagi ngomong sama kamu," cetus Kaisar seraya menolehi Bia yang berjalan pelan menuju kamar mandi.

"Berhentilah menggangguku, Kai. Nggak perlu berpura-pura baik, aku nggak butuh!" umpat Sabia jengkel.

Mendengar hal itu, sontak darah Kaisar memanas. Usai mengenakan kemeja dan celanna dalammnya, ia mendekat ke Sabia dan menarik lengannya hingga gadis itu tersentak kaget.

"Mau apa kamu?! Lepasin!" pinta Sabia kesakitan, cekalan tangan Kaisar di lengannya sangat erat.

"Kamu suka sekali membuatku naik darah, Bia! Kenapa? Agar aku menaruh perhatian dan menyukaimu begitu??"

Sabia tersenyum kecut sebagai respon, ia menepis tangan Kaisar namun tak juga berhasil.

"Asal kamu tahu, aku tidak akan pernah menjamahmu sekalipun aku sudah melihatmu telanjang seperti semalam. Tidak ada yang menarik yang bisa membuatku menyukai gadis labil sepertimu! Jadi jangan sok kecantikan dan mencari perhatian!!" imbuh Kaisar dingin, setelah itu ia melepas tangan Bia dengan kasar dan berbalik untuk mengenakan celananya.

Mendapati tak ada Kaisar di dekatnya, Sabia kembali melangkah ke kamar mandi. Mood baiknya hancur sudah, perkataan Kaisar sangat  sadis menusuk hatinya. Apa salahnya ia bersikap dingin membalas perlakuan semena-mena Kaisar padanya? Mengapa Kaisar sangat ahli membuatnya patah hati berkali-kali? Tidak bisakah mulutnya mengucapkan kata-kata manis dengan tulus tanpa kepura-puraan?

Di kamar mandi, Sabia mengunci pintu dan berjalan pelan menuju wastafel. Ia memutar tuas kran dan membiarkan airnya tumpah. Suara gemericik air menyamarkan suara tangisnya yang merembes membasahi pipi. Sakit sekali dihina oleh orang yang kita sayangi. Sabia tak paham mengapa ia harus menikah dan terjebak dengan orang yang salah? Padahal tadinya ia pikir Kaisar adalah sosok yang manis dan baik hati.

"Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!"

"Asal kamu tahu, aku tidak akan pernah menjamahmu. Tidak ada yang menarik yang bisa membuatku menyukai gadis labil sepertimu!"

Air mata Sabia menetes semakin deras seiring dengan dengungan suara Kaisar yang terngiang kembali di telinganya. Ada sesuatu yang menusuk-nusuk di dalam dadanya, sangat sakit hingga Sabia tak kuasa lagi menahan air matanya untuk tak tumpah.

Dok dok dok.

"Aku berangkat! Bersenang-senanglah selama tak ada aku!" teriakan Kaisar di luar kamar mandi membuat tangis Sabia terhenti untuk sesaat.

Bersenang-senang?

Bagaimana caranya bersenang-senang dalam keadaan buta? Tolong beritahu caranya agar Sabia tak harus meratapi nasib buruknya yang terasa semakin mengenaskan dari hari ke hari.

"Aku benci sama kamu, Kai!"

..

..

"Akan ada petang setelah teriknya matahari, akan ada sejuk setelah derasnya hujan badai, kehidupan akan selalu berputar meski kita merasa tak mampu menghadapinya, tetap bertahan dan semangat adalah keharusan, bukan sebuah pilihan!" Kak Bima menyapa pagi Sabia dengan quote penyemangatnya.

Sabia tersenyum sumbang. Entah mengapa kata-kata Kak Bima selalu membuatnya terhibur dan bersemangat meskipun moodnya naik turun sejak membuka mata tadi.

"Selamat pagi, Kak Bia!!!" teriakan melengking Kak Bima yang khas membuat senyum Sabia semakin merekah lebar. "Minggu kemarin kan kita sudah belajar mengenal 10 huruf alfabet dengan kode Braille, jadi hari ini kita akan fokus menghafalkannya ya, Kak Bia!"

"Oke." Bia mengangguk pelan saat Kak Bima menyerahkan sebuah lembaran kertas padanya.

"Setiap sel Braille terdiri dari enam titik timbul, tiga baris dengan dua titik. Semua titik memiliki jarak yang sama. Titik di kiri atas diberi angka 1, titik di bawahnya 2, dan titik yang terletak di bawah pada kolom pertama adalah 3. Titik-titik pada kolom kedua diberi angka 4, 5, dan 6 berturut-turut dari atas ke bawah. Di ingat ya, Kak Bia!"

...Credit Pict : Google Wikihow...

Sabia kembali mengangguk.

"10 huruf pertama dalam alfabet adalah dasar yang akan membentuk semua huruf. 10 huruf pertama ini hanya menggunakan 1-4 titik di 2 baris sel . Diingat, Kak Bia, 1-4 titik di setiap 2 baris sel!" jelas Kak Bima lugas.

Ia lantas mengarahkan jemari Sabia pada contoh sel pada huruf braille. "Ini, coba sentuh dan rasakan baik-baik. Ini namanya titik 1, ke bawah ini 2, 3, dan geser ke atas sebelah kanan adalah titik 4, turun ke bawah adalah titik 5, dan 6."

Sabia meraba kertas timbul itu dengan penuh perasaan.

... Credit Pict : Google Wikihow...

"Huruf A, memiliki  timbul di titik 1, coba sentuh ini," perintah Kak Bima seraya mengarahkan jemari Sabia pada alfabet A. "Terasa, kan?"

Sabia mengangguk dengan antusias. "Iya."

"Terus, ini adalah huruf B dengan timbul di titik 1 dan 2, coba rasakan lagi!"

Sabia menuruti perintah Kak Bima dengan konsentrasi penuh. Setelah sebelumnya ia belajar menajamkan indra pendengar dan penciuman, sekarang ia fokus mempertajam indra peraba. Sabia sangat senang dengan pengalaman barunya ini. Ia tak sabar ingin segera menguasai dan menghafal semua huruf-huruf braille.

Usai mempelajari 10 huruf pertama dalam urutan alfabet, tiba waktunya istirahat sejenak sambil minum teh dan camilan yang sudah disiapkan oleh Bik Yati.

"Apa impianmu Kak Bia?" tanya Kak Bima tiba-tiba saat mereka berdua sedang menikmati roti sandwich jepang buatan Chef.

Sabia menerawang sejenak, ia lantas tersenyum lirih. "Dulu sebelum buta, impianku adalah menjadi seorang penulis terkenal, Kak Bim. Aku suka membaca, aku juga suka menulis. Tapi, sejak nggak bisa melihat lagi, aku jadi takut untuk bermimpi terlalu tinggi."

"Loh, jangan jadikan keterbatasan kita sebagai alasan untuk berhenti bermimpi, Kak. Kak Bia masih beruntung karena di kelilingi oleh orang-orang yang sayang dan peduli, di luar sana banyak tunanetra yang jauh lebih mengenaskan!" tutur Kak Bima lugas.

"Oh ya?"

"Iya! Sebagai tutor, aku banyak menemui orang-orang disabilitas, memiliki mimpi tinggi, tapi tak ada yang mendukung dan akhirnya mereka menyerah!"

"Kenapa begitu?" sela Sabia sedih.

"Karena mereka tak seberuntung kamu, Kak. Ada yang kekurangan biaya, ada yang orang tuanya terlalu over protektif, ada yang dikucilkan oleh lingkungan. Banyak lah kendala mereka." Kak Bima menjelaskan dengan semangat empat lima.

"Memangnya impian mereka apa? Kenapa sampai nggak didukung?"

"Ada yang ingin jadi penyanyi, ada yang suka olah raga, ada yang jadi seniman, tapi tak semua mimpinya tergapai. Kasihan, sih!"

Sabia menghembuskan napasnya berat. Kak Bima benar, harusnya ia lebih bersemangat untuk menggapai mimpinya sebagai penulis meski bagaimanapun keadaannya.

"Jadi penulis novel braille kayanya keren, Kak! Kan masih jarang tuh!" usul Kak Bima tiba-tiba.

"Haha ... aku masih belum pede, Kak Bim. Mending impian jadi penulisnya di cancel dulu sampai aku bisa melihat kembali."

"Terus, Kak Bia ingin berubah haluan atau bagaimana?"

"Entahlah." Sabia menghela napas panjang.

"Banyak kok hobi yang bisa ditekuni! Misalnya menyanyi, storytelling, pematung, banyak lah pokoknya!"

Sabia tercenung. Pematung?

*********************

Yuhuuuu, jempol, like, vote dan komennya dong, Bestie ❤️