Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Dengerin penjelasan aku dulu."
"Gak mau!" Venda menyentak tangan Rangga yang memegang tangannya. Mereka sudah sampai rumah.
"Jangan gampang menyimpulkan sesuatu, Nda," peringat Rangga.
"Emang apa yang aku simpulkan?" Venda mendongak menatap wajah kekasihnya.
Rangga terdiam, namun matanya terus menatap mata Venda.
"Kamu udah janji mau berubah, Ngga. Tapi apa?"
"Itu chat beberapa bulan lalu."
"Oh." Venda tersenyum miris. Dia kasihan dengan dirinya sendiri.
"Aku minta maaf." Rangga hendak memeluk Venda, namun gadis itu langsung mundur.
"Mending kamu pulang. Aku capek." Setelah mengatakan hal itu, Venda langsung masuk ke dalam tak lupa mengunci pagar rumahnya.
Rangga menatap punggung mungil itu sambil menghela nafas. Harusnya dia menghapus game sialan itu.
****
"Kenapa lagi lo?"
Niat hati tidak ingin memberi tahu Melody, tapi temannya itu malah menelponnya. Al hasil wajah merah dan mata sembab nya terpampang jelas di depan Melody.
"Habis nonton drakor," jawab Venda.
"Kalau boong pantat lo bisulan mampus!" Di seberang sana Melody menatap Venda sambil ngemil.
"Coba cerita." Tiba-tiba Melody tersenyum sinis. "Pasti gara-gara Serangga."
Venda hanya diam sambil cemberut, tapi Melody sudah paham.
"Jangan lembek, Nda. Kalau dia salah, pukul aja kepalanya pake batako."
Raut wajah Venda semakin tertekuk. "Kasian lah!"
"Dia aja gak kasian sama elo." Melody berdecak. "Kalau gue jadi lo nih ya, gak bakal itu cowok gue maafin. Kecuali dia beliin gue kopi satu truk."
"Dih. Apaan banget!"
"Lo pinter di pelajaran doang. Urusan cinta tetep aja bego."
"Lo juga ya! Kita sama-sama bego, makanya temenan."
Terdengar suara tawa Melody mengudara. Dia meminum kopinya sebelum bicara lagi.
"Coba sesekali lo marah sama dia. Bilang ke si Serangga kalau lo gak bakal maafin dia kecuali kalau dia beliin lo sesuatu. Apa kek gitu, snack, susu, atau coklat 1 truk!"
"Itu namanya matre." Venda mencebikkan bibirnya.
"Bodo amat sih gue mah. Yang penting happy! Air mata gue lebih berharga!"
Venda berdecih. Melody ini sarannya sesat sekali.
"Cobain dah. Kalau dia cinta sama lo, dia bakal kabulin permintaan lo, Nda."
"Gak mau!"
"Cih. Kalau gue sih gak mau rugi ya. Apalagi elo yang nangisin dia mulu, rugi banyak tuh."
"Kasian Rangga nanti."
"Stress!" seru Melody. "Kalau lo gak tegas, si Serangga bakal semakin seenaknya nanti! Kasih pelajaran dikit kek!"
Dia heran dengan Venda yang kelewat baik pada Rangga. Harusnya Venda bisa lebih keras, jangan terlalu lemah. Gadis itu sering dibuat nangis oleh Rangga, tapi jarang marah. Nyatanya cinta benar-benar bisa membuat seseorang menjadi bodoh.
Benar kata Melody, Venda hanya pintar dalam pelajaran, jika sudah dikuasai cinta, ia akan menjadi orang yang bodoh dan lemah.
"Sekarang gini deh. Lo milih kasih si Serangga pelajaran atau gue yang kasih?"
Kalau sudah begini, Venda terpaksa melakukan saran Melody tadi. Lebih baik dia yang bergerak daripada Melody.
****
"Perkenalkan nama saya Nada, saya pindahan dari SMA Kencana. Semoga kita bisa berteman baik, ya..."
Venda mendengus. Dia tak tertarik dengan murid baru yang ada di depan sana. Lebih baik dia menulis saja. Sedangkan murid lain saling menyapa Nada dengan ramah. Apalagi paras Nada yang cantik dan terlihat lugu.
"Lo cantik banget!"
"Makasih, kamu juga cantik."
Cantikan juga gue. Batin Venda.
"Hai." Tiba-tiba Nada menyapa Venda.
Venda membalas dengan senyuman.
"Kamu ngerjain apa?" tanya Nada sambil duduk di sebelah Venda.
"Contoh soal."
"Jangan ditemenin, Nad, dia anak ambis. Bisa aja lo dijadiin musuh ntar," celetuk seorang siswa, Rendy namanya.
"Berisik, Reni!" ketus Venda.
"Heh, nama gue Rendy bukan Reni!"
"Bodo amat!"
Nada tertawa kecil melihat interaksi keduanya. "Gak apa-apa dong. Aku tetap mau temenan sama dia kok."
"Mending sama gue aja sini," balas Rendy dan langsung disoraki oleh teman-temannya.
"Liat yang bening langsung gas aja lo!"
Dih, siapa juga yang mau temenan sama dia? Orang temen gue cuma Melody! Batin Venda.
Dia tak suka dengan orang seperti Nada ini. Terlihat lugu. Dia lebih suka seperti Melody yang terlihat bar-bar dan bicara blak-blakkan.
****
Venda sedang berjalan menuju kelas Melody, karena jam istirahat sudah tiba.
Sekolah mereka terbilang luas dan elit. Ada kolam renang dan juga lapangan khusus memanah juga. Ekstrakulikuler nya juga selalu aktif. Keamanan nya jelas sangat ketat, guru tidak pandang bulu untuk menghukum murid, sekalipun mereka anak pejabat dan anak orang kaya. Yang namanya hukuman ya harus adil.
"Hey gurl!"
Venda menoleh ke belakang dan mendapati Rangga, Danu, Galuh, Ando, dan Yoga yang berjalan bersama.
"Mau ke mana, Neng?" tanya Danu yang tadi menyapa Venda.
"Ke kelas Melody," jawab Venda dengan acuh. Dia kembali fokus pada ponselnya, tak menghiraukan kelima cowok itu.
Danu menoleh ke arah Rangga yang sedang menatap Venda tanpa melakukan apapun. Dari situ Danu bisa menyimpulkan kalau Rangga dan Venda sedang tidak baik-baik saja.
Perasaan baru balikan dah. Batinnya terheran-heran.
"Ngga, gue, Galuh, Yoga sama Ando duluan ya!" ucap Danu, lalu ia menyeret ketiga temannya agar meninggalkan Venda dan Rangga berdua saja.
"Ngapain sih?" bisik Galuh pada Danu.
"Biarin mereka berduaan," jawab Danu sembari menyengir. Untung saja teman-temannya mau diajak kerja sama.
Venda tetap acuh ketika Rangga berjalan di sampingnya. Hingga tiba-tiba ponsel yang tadi dia mainkan dirampas oleh Rangga.
Tentu saja Venda terkejut.
"Balikin!" serunya. Dia hendak merebut, tapi Rangga memasukkan ponselnya ke kantong celananya.
"Kalau jalan jangan sambil main hp," ucap cowok itu.
Venda mencebikkan bibirnya. "Biarin! Emang kamu peduli?"
"Jelas."
Venda berdecih. Dia kembali acuh dan mempercepat langkahnya.
"Jangan menghindar." Rangga menggandeng tangan Venda dengan erat.
"Biarin!"
Rangga menghela nafas berat. "Kamu mau apa biar aku dimaafin? Hm?"
Ini saatnya menjalankan apa yang disarankan oleh Melody.
Venda berhenti berjalan, otomatis Rangga juga ikut berhenti. "Serius kamu nanya gitu?"
Rangga mengangguk cepat. "Serius. Kamu mau apa?"
Venda menahan senyumnya. "Yakin sanggup?"
"Apapun itu, demi kamu aku bakal usahakan."
Venda tersenyum penuh arti, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
****
Melody mencebikkan bibirnya melihat pemandangan konyol di depannya. Dia memakan baksonya dengan kesal.
"Kalian kalau mau mesra-mesraan di hotel aja sana!" kesal Melody.
Bagaimana tidak kesal? Di depannya ada Venda dan Rangga yang saling suap-suapan sambil bercanda. Padahal tadi malam Venda menangisi Rangga. Lalu bagaimana bisa mereka bisa akur secepat itu?
"Sengaja, biar lo tambah iri!" Venda menjulurkan lidahnya mengejek Melody.
"Idih! Ntar juga nangis lagi!" ketus gadis berkepang 2 itu.
"Kamu nangis?" Rangga menatap mata Venda. Benar saja, mata gadisnya sedikit bengkak. Tangannya terulur mengusap kantung mata Venda dengan lembut.
"Maaf ya?"
"Alay!" seru Melody. Dia cemberut, lalu berdiri dan memilih duduk di bangku lain. Malas sekali rasanya melihat tingkah mereka yang membuatnya muak.
"Keliatan banget irinya!" seru Venda.
"BODO AMAT!" balas Melody tak kalah nyaring.
"Hai."
"E-eh—" Melody tak sadar jika dia duduk di bangku yang di sana sudah ada Gian dan juga teman-temannya.
"Maaf Kak—"
"Mau ke mana?" Gian memotong ucapan Melody kala melihat si gadis hendak beranjak. "Gabung di sini aja, nggak papa."
Melody tersenyum canggung, dia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dengan malu-malu.
"Nggak papa beneran?"
"Sans aja kali, Mel! Kaya sama siapa aja lo," sahut Galen, teman Gian.
Di sana ada Galen, Sebasta, dan juga Ranjaya. Sebasta dan Galen satu kelas dengan Rangga. Sedangkan Ranjaya sekelas dengan Gian.
"Makasih, Kak," ucap Melody dengan sopan. Dia beralih menatap Venda sambil tersenyum puas.
bersambung...