Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Mas," sapa Arini sembari menghampiri Dodi yang baru saja tiba di kamar mereka. Ia meraih tas laptop yang ditenteng oleh lelaki itu kemudian meletakkannya di atas nakas.
"Azkia masih tidur?" tanya Dodi sembari melepaskan satu persatu kancing yang ada di lengan kemejanya.
"Ya, Mas. Ehm, Mas Dodi, bisakah kita bicara sebentar?" Arini duduk di tepian tempat tidur sembari menatap Dodi yang masih sibuk dengan kemejanya.
Dodi tersenyum tipis. Setelah kancing di kedua lengan kemejanya terlepas, ia pun duduk di samping Arini sembari merangkul pundak istrinya itu. "Ya, tentu saja, Sayang. Bicaralah," jawab Dodi.
Dodi yakin, apa yang akan dibicarakan oleh Arini kali ini ada hubungannya dengan apa yang dikatakan oleh Ibunya barusan. Ia menatap Arini lekat dan menunggu wanita itu menyampaikan isi hatinya.
"Mas, tadi sepulang dari rumah Bu Ria, aku memergoki Anissa sedang menari-nari di kamar ini sambil memeluk serta menciumi kemejamu. Jujur, aku kesal, Mas! Kok, bisa-bisanya ia berlaku seperti itu? Bukankah itu aneh dan lagi pula itu sangat tidak sopan, Mas!" kesal Arini dengan wajah serius menatap Dodi.
Dodi tampak terkejut kemudian terdiam untuk beberapa saat sambil berpikir keras. Karena Dodi hanya dia dan tak bereaksi apapun, akhirnya Arini kembali memanggilnya.
"Mas Dodi, Mas dengar aku, 'kan?" Arini menggoyangkan tangan Dodi dan membuat lelaki itu kembali tersadar.
"Ah, iya, Sayang. Aku mendengarnya," jawab Dodi sambil melemparkan senyum dan berusaha terlihat tenang di hadapan Arini saat itu.
Arini menarik napas panjang kemudian membuangnya dengan perlahan. Dadanya benar-benar terasa sesak. Apalagi jika ia ingat kejadian yang sangat tidak terduga itu.
"Jujur, aku takut, Mas! Entah kenapa firasatku mengatakan bahwa Anissa memang menyukaimu. Apa kamu ingat saat di meja makan? Dia ingin sekali melayanimu. Dan bukan hanya itu, aku sering sekali memergokinya menatapmu dengan tatapan yang tidak biasa. Tatapan seorang wanita yang menyukai seorang laki-laki," tutur Arini lagi.
"Ah, kamu ini bisa saja! Mana mungkin Anissa menyukaiku? Memangnya tidak ada laki-laki lain yang lebih tampan dan lebih muda dariku apa? Mending dia sama Hendra, anaknya Bu Ria. Sepertinya mereka cocok, dari pada sama aku yang sudah beristri ini, ya 'kan?" celetuk Dodi sambil tertawa pelan.
"Mas!" Arini memukul pelan lengan Dodi sambil menekuk wajahnya kesal. "Aku tidak sedang bercanda, Mas!"
"Oh, ok! Baiklah," sahut Dodi sembari menghentikan tawanya dan kembali fokus pada Arini yang masih sangat kesal.
"Aku ingin Mas bertindak kepada Anissa! Aku sudah merasakan firasat yang tidak enak, Mas," lanjut Arini dengan penuh penekanan.
"Oh, ayolah, Sayang! Aku rasa kamu hanya cemburu padanya. Aku yakin Anissa tidak seperti yang kamu pikirkan. Percayalah," jawab Dodi, mencoba meyakinkan Arini.
Arini menyingkirkan tangan Dodi dari pundaknya dengan kasar. Ia menatap Dodi dengan tatapan marah karena reaksi Dodi tidak berbeda jauh dari Bu Nining. Entah mengapa Arini merasa semua orang yang ada di rumah itu sedang mempermainkan dirinya dan hanya Bi Surti saja yang mengerti serta sependapat dengannya.
"Ternyata kamu pun tidak berbeda jauh sama Ibu, Mas! Kalian sama sekali tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan saat ini! Kalian menyudutkan aku dan memilih membela wanita itu," kesal Arini dengan mata berkaca-kaca. Ia bangkit dari posisi duduknya kemudian menjauh beberapa langkah dari suaminya itu.
Dodi ikut bangkit dan mencoba menghampiri Arini kembali. "Bukan seperti itu, Sayang. Mas tidak bermaksud membela Anissa--" Belum habis Dodi mengatakan penjelasannya, Arini sudah memotongnya dengan nada suara yang mulia meninggi.
"Kalau bukan membela, terus itu apa namanya? Mas bilang aku hanya cemburu, sedangkan Ibu bilang aku terlalu berlebih-lebihan, lebay! Coba saja kalian berada di posisiku, apa kalian masih bisa bilang itu berlebih-lebihan, lebay, atau itu hanya sekedar perasaan cemburu saja," sela Arini dengan bibir yang bergetar.
"Iya-iya, baiklah. Sekarang kamu ingin Mas melakukan apa?" tanya Dodi. Lelaki itu meraih tangan Arini kemudian mengajaknya kembali ke tempat semula, duduk di tepian tempat tidur.
"Aku ingin Mas pecat Anissa. Aku rasa kita sudah tidak butuh Babysitter lagi. Aku masih bisa merawat Azkia sendirian," tegas Arini.
Dodi menghembuskan napas berat. Lagi-lagi ia teringat akan ancaman Anissa dulu. Lelaki itu tidak ingin Anissa mengatakan hal yang sebenarnya kepada Arini. Ia tidak siap, tidak sanggup dan tidak ingin kehilangan Arini.
"Begini saja, Sayang. Kita beri kesempatan sekali lagi kepada Anissa. Jika ia masih bersikap aneh-aneh seperti itu lagi, kamu bisa memecatnya hari itu juga tanpa meminta izin dariku. Bagaimana?" tanya Dodi, masih mencoba menenangkan Arini.
Arini mendengus kesal. Ia benar-benar kecewa dengan keputusan Dodi saat itu. "Tapi, Mas!"
"Sayang, semua orang bisa khilaf, termasuk Anissa. Tapi, tidak ada salahnya jika kita kasih kesempatan untuk terakhir kalinya kepada wanita itu. Dan jika dia masih bersikap aneh, segera pecat dia!" lanjut Dodi sambil memegang kedua pundak Arini.
"Baiklah, ini kesempatan terakhir, Mas! Jika aku melihat sesuatu yang aneh dari Anissa maka aku tidak akan segan-segan memecatnya," kesal Arini.
"Iya, Sayang. Kamu bisa memecatnya jika ia melakukan hal aneh itu lagi," sambung Dodi. Ia meraih tubuh Arini kemudian memeluknya dengan erat. "Kamu tenang saja, Arini. Cinta Mas hanya untuk kamu dan akan terus seperti itu selamanya."
...***...
penasaran nih kita /Grin//Grin/