Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Davina bergegas turun begitu Dave memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Dia berdiri di samping mobil, menunggu Jasmine dan Dave keluar juga dari mobil itu.
"Terimakasih tante atas traktirannya. Next time aku akan ikut lagi kalau kalian pergi ke mall." Davina tersenyum bahagia. Selain bisa mengawasi mereka berdua, dia juga bisa mendapatkan beberapa tas dan sepatu baru.
"Jangan harap.! Ini yang pertama dan terakhir kalinya." Sahut Jasmine kesal. Dia pasti tak akan membiarkan Davina untuk pergi bersama lagi.
"Aku pastikan akan ikut lagi." Ledek Davina dan beranjak dari sana.
"Gampang sekali merampok wanita menyebalkan itu." Gumam Davina lirih. Dia melenggang pergi dengan membawa 4 paper bag di tangannya. Tentunya ke 4 paper bag itu berisi barang-barang branded yang di belikan oleh Jasmine.
"Pulanglah, sudah malam." Perintah Dave datar. Dia terlihat sudah malas berlama-lama di samping Jasmine.
"Kamu nggak mau antar aku pulang.?" Tawar Jasmine. Bibirnya mengulas senyum penuh arti. Perlahan tangannya menyentuh perut Dave dan bergerak naik meraba dada bidang Dave.
"Jangan gila." Ketus Dave. Dia langsung menghentikan gerakan tangan Jasmine dan menyingkirkan dari dadanya.
Penolakan itu membuat Jasmine kecewa dan memasang wajah kesal bercampur sedih.
"Kenapa harus meneruskan perjodohan ini kalau memang kamu nggak bisa menerima aku sampai sekarang.?!" Nada bicara Jasmine menggebu dan penuh amarah.
"Papa sudah meninggal, batalkan saja rencana pernikahan kita.!" Serunya.
"Aku lelah Dave.! Percuma berusaha mendapatkan cinta dan perhatian dari kamu. hanya sia-sia saja.!"
Mata Jasmine berkaca-kaca. Sudah lebih dari 2 tahun bertunangan dengan Dave, tapi pria itu selalu dingin padanya. Tak pernah sekalipun memperlakukannya layaknya pasangan pada umumnya. Tak ada perhatian, tak ada ungkapan cinta, bahkan selalu menolak setiap kali dia ingin mencium Dave.
Kalau bukan perintah sang Papa, dan perasaan cintanya pada Dave, mungkin dia tak akan bertahan sejauh ini.
"Ayolah Jasmine,, jangan berulah lagi." Keluh Dave.
"Sudah aku katakan, kita akan memulainya dari awal setelah menikah." Dengan pembawaan yang santai, Dave berusaha untuk meyakinkan dan memenangkan Jasmine.
"Aku antar kamu pulang sekarang,," Dave meraih tangan Jasmine, menggandeng tangan wanita itu menuju mobil milik Jasmine.
"Apa waktu 2 tahun belum cukup untuk membuka hati.?" Tanya Jasmine lirih. Suaranya terdengar bergetar, menahan sesak yang selama ini hanya dia pendam sendiri. Dia tak pernah memaksa Dave untuk secepatnya mencintainya, mencoba berusaha sendiri untuk bisa mendapatkan hati laki-laki yang sangat ia cintai. Tapi nyatanya sampai detik ini sikap dingin Dave tak pernah berubah sejak awal pertunangan.
"Sudah 8 tahun, kenapa belum bisa membuka hati untuk wanita lain.?" Jasmine menatap lekat wajah Dave. Dia tau betul kisah masa lalu Dave dengan mantan kekasihnya. Sejak saat itu, Dave tak pernah menjalin hubungan dengan siapapun lagi sampai akhirnya perjodohan itu di lakukan dan Jasmine tau kalau Dave hanya terpaksa menerima perjodohan mereka.
Jasmine pikir seiring berjalannya waktu, Dave akan membuka hati untuknya. Melupakan kisah masa lalu dan membuka lembaran baru bersamanya. Tapi 2 tahun tak cukup bagi Dave untuk bisa menerima dan mencintainya.
"Berhenti membahas hal itu.! Aku sudah katakan berulang kali tak ada hubungannya dengan masa lalu."
"Cepat masuk, sebelum aku berubah pikiran.!"
Dave menyuruh Jasmine untuk masuk ke dalam mobil. Sembari menahan kekesalan, Jasmine membuka mobil dan bergegas masuk.
Sepanjang perjalanan tak ada obrolan yang terjadi. Baik Dave maupun Jasmine, mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Jasmine selalu mengulur waktu dan menolak saat Dave meminta untuk segera melangsungkan pernikahan mereka, semua itu karna dia merasa jika Dave tidak memiliki perasaan apapun padanya sejak awal.
Jasmine tak mau mengambil resiko, menikah dengan laki-laki yang belum bisa membuka hati untuknya.
Sementara itu, Davina masih berdiri di balkon kamarnya sejak Dave dan Jasmine masih ada di bawah. Dia melihat saat Dave menggandeng tangan Jasmine dan mereka berdua pergi bersama.
"Bagaimana kalau Om Dave benar-benar mencintai Jasmine,,," Gumam Davina lirih.
Pandangan matanya menerawang jauh, membayangkan hal paling menyakitkan jika memang semua itu menjadi kenyataan.
Davina sudah terlanjur nyaman dan jatuh cinta pada Dave. Dia seperti melihat sosok sang Papa dalam diri pria dewasa itu. Tidak bisa dibayangkan jika suatu saat dia harus kehilangan Dave atau mengikhlaskan Dave untuk wanita lain.
"Aku nggak akan biarin Tante Jasmine mengambil Om Dave.! Dia hanya milikku.!" Seru Davina tegas. Sorot matanya berapi-api. Jika dulu dia bisa membuang Arga begitu saja, kali ini justru sebaiknya, Davina terlihat berusaha keras untuk mendapatkan dan mempertanyakan Dave agar tetap di sampingnya.
...****...
Davina bangun lebih awal dan langsung bersiap. Dimana semua orang masih berada di kamarnya masing-masing, Davina justru sudah rapi dan sarapan seorang diri. Dia sengaja buru-buru pergi dari rumah untuk menghindari Dave. Malas bertemu dengannya karna masih merasa kesal setelah tadi malam melihat Dave dengan sengaja menggandeng Jasmine dan mengantarkannya pulang.
"Bi,, tolong bilangin sama Mama dan Papa, aku berangkat pagi larna ada urusan." Pamit Davina pada salah satu asisten rumah tangga di rumah itu.
"Baik Non, nanti saya sampaikan."
"Terimakasih,,"
Davina kemudian beranjak dari ruang makan dan buru-buru pergi ke garasi, karna sebentar lagi mereka akan turun untuk sarapan.
"Kenapa buru-buru.?!" Suara tegas Dave menghentikan langkah Davina. Gadis itu menghela nafas kesal lantaran tetap ketahuan oleh Dave walaupun dia sudah bangun lebih pagi dan buru-buru.
"Mau jemput temen dulu,,," Davina menjawab tanpa menoleh pada Dave, kemudian kembali melangkahkan kaki.
"Sarapan dulu Davina.!" Pinta Dave.
"Aku sudah sarapan Om." Sahutnya setengah berteriak. Davina terus berjalan cepat, satu-satunya cara agar tak berlama-lama bicara dengan Dave.
"Kenapa lagi kamu.?!" Dave mencekal lengan Davina saat Davina akan membuka pintu mobil.
Gadis itu sedikit tersentak, dia pikir Dave tak mengikutinya.
"Om masih bisa bertanya aku kenapa.?!" Sembari menoleh dan menatap kesal, Davina menarik lengannya dari cengkraman Dave.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu.!"
"Kenapa Om Dave sangat menyebalkan.?" Bentak Davina dengan rasa kecewa.
"Minggir, aku harus berangkat.!" Davina menyingkirkan tangan Dave dari pintu mobil, kemudian bergegas masuk ke dalam dan menyalakan mesinnya.
Dave terlihat mengepalkan kedua tangannya, sorot matanya semakin tajam penuh amarah. Nafasnya bahkan terlihat berat. Beberapa saat terdiam dan berusaha mengontrol dirinya.
"Buka pintunya,," Pinta Dave lirih. Tangannya mengetuk pelan kaca jendela mobil.
Gadis itu hanya menurunkan sedikit kaca mobilnya tanpa membuka pintu.
"Mau apa lagi Om.? Aku buru-buru.!" Tegasnya.
"Buka pintunya, saya akan mengantar kamu,," Pinta Dave. Davina langsung menolak dengan menggelengkan kepala.
"Aku bisa berangkat sendiri." Jawabnya kemudian melajukan mobil tanpa memperdulikan ucapan Dave yang memintanya untuk berhenti.
"Sh--iittt..!!" Umpat Dave sembari menendang dinding garasi.
Wajah dan tatapan yang sempat teduh, kini kembali diselimuti dengan amarah.
Kisah pahit masa kecil membuat Dave menjadi pribadi yang mudah tersulut emosi dan sulit untuk mengendalikan amarahnya.
Sejak kecil Dave sudah emosional, dulu bahkan lebih parah karna bisa membanting apapun yang ada disekitarnya untuk meluapkan emosinya.