NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:683
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13

Pagi itu datang tanpa suara. Cahaya matahari menembus tirai tipis kamar bayi, jatuh tepat di wajah kecil Xiao Fan yang masih memerah karena tangisan semalaman. Matanya tertutup rapat, napasnya naik turun tidak beraturan, seolah bahkan dalam tidur pun tubuhnya belum benar-benar tenang.

Ji Chen duduk di sisi ranjang bayi sejak subuh. Kemejanya belum diganti. Rambutnya berantakan. Ada lingkar hitam di bawah matanya bekas malam yang terlalu panjang dan pagi yang datang terlalu cepat.

Botol susu kosong tergeletak di meja kecil. Ia sudah mencoba memberi Xiao Fan susu formula, tapi bayi itu hanya minum sedikit sebelum kembali menangis, mencari sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh plastik dan cairan buatan. Mencari ibunya.

Ji Chen menghela napas pelan. Tangannya mengusap wajahnya sendiri, lalu berhenti di udara saat mendengar langkah kaki mendekat dari lorong. Langkah itu tenang. Terukur. Tidak tergesa.

Pintu kamar bayi terbuka perlahan. Madam Fu berdiri di sana. Ia mengenakan cheongsam rumah berwarna abu gelap, rambutnya disanggul rapi seperti biasa. Wajahnya dingin seperti selalu tapi matanya tidak setenang ekspresinya.

Tatapannya langsung jatuh pada bayi di ranjang. Tangis kecil yang tersisa. Bibir kering. Wajah pucat. Dan Ji Chen… yang duduk terlalu dekat, seolah takut jika ia menjauh satu langkah saja, segalanya akan runtuh. “Kenapa tidak tidur?” tanya Madam Fu akhirnya.

Suaranya datar. Tidak keras. Tidak lembut. Ji Chen menoleh, lalu bangkit berdiri. "Xiao Fan tidak mau minum banyak,” jawabnya singkat.

Madam Fu melangkah masuk. Sepatunya berhenti tepat di sisi ranjang bayi. Ia menunduk, mengamati cucunya tanpa menyentuh. Beberapa detik berlalu. “Apa Feng Niu sudah menyusui?” tanyanya lagi.

Ji Chen terdiam. Detik itu juga, Madam Fu tahu jawabannya. Karena jika jawabannya “ya”, Ji Chen tidak akan seperti ini. “Dia…” Ji Chen menghela napas, memilih kata yang paling aman. “Dia bilang tidak siap.”

Madam Fu menegakkan punggungnya. Rahangnya mengeras tipis, hampir tak terlihat. “Tidak siap?” ulangnya pelan. Ji Chen tidak menjawab. Ia hanya menunduk, menatap tangan sendiri. Tangannya gemetar sedikit sesuatu yang jarang sekali terjadi.

Madam Fu melihatnya. Ia melihat segalanya. Ia melihat menantunya yang bahkan sejak melahirkan tidak pernah benar-benar menatap anaknya sendiri. Ia melihat putranya yang diam-diam mengambil alih peran yang seharusnya dibagi dua. Ia melihat bayi yang bahkan belum sempat merasakan kehangatan dada ibunya. Tapi yang paling jelas ia lihat…

adalah jarak yang tumbuh perlahan di rumah ini. “Di mana Feng Niu sekarang?” tanya Madam Fu. “Di kamar,” jawab Ji Chen. “Masih tidur.”

Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. Madam Fu mengangguk satu kali. Tidak ada komentar. Tidak ada amarah yang diluapkan. Ia mengulurkan tangan, akhirnya menyentuh pipi Xiao Fan dengan ujung jarinya. Kulitnya hangat. “Terlalu kurus,” katanya. Ji Chen mengatupkan bibir. “Aku sudah memanggil konsultan laktasi,” katanya cepat, seolah membela seseorang yang bahkan tidak ada di ruangan. “Dan dokter anak. Aku juga—”

“Ji Chen.” Madam Fu memotongnya. Putranya langsung diam. “Ini bukan tentang apa yang kamu lakukan.” Nada suaranya tetap datar. Tapi di balik itu ada tekanan halus. “Ini tentang apa yang tidak dilakukan oleh seorang ibu.” Ji Chen menutup mata sesaat. Ia ingin membantah. Ingin berkata bahwa Feng Niu hanya butuh waktu. Bahwa semua orang berbeda. Bahwa memaksa hanya akan memperburuk keadaan.

Tapi kata-kata itu terasa kosong bahkan di kepalanya sendiri. Madam Fu menarik kembali tangannya, lalu melangkah ke arah jendela. Ia membuka tirai sedikit lebih lebar, membiarkan cahaya masuk. “Apakah ayahmu tahu?” tanyanya tanpa menoleh. Ji Chen menggeleng. “Belum.”

“Bagus,” jawab Madam Fu singkat. Ji Chen menoleh, terkejut. “Ibu…?”

“Jika ayahmu tahu,” lanjut Madam Fu, “dia tidak akan diam.” Nada suaranya tidak mengandung ancaman. Itu fakta.

Tuan Fu adalah tipe pria yang melihat keluarga sebagai reputasi. Dan seorang ibu yang menolak anaknya sendiri… bukanlah sesuatu yang bisa ditoleransi dalam kamusnya. Madam Fu berbalik, menatap putranya lurus-lurus. “Dan aku,” katanya, pelan tapi tegas, “belum memutuskan apakah aku harus berbicara.”

Jantung Ji Chen berdegup keras. “Ibu tidak marah?” tanyanya tanpa sadar. Madam Fu menatapnya lama. Terlalu lama. “Aku marah,” jawabnya akhirnya. “Tapi kemarahan tidak selalu harus berteriak.” Ia berjalan ke pintu, lalu berhenti sejenak. “Ji Chen.”

“Ya, Bu?”

“Anak itu,” katanya sambil melirik Xiao Fan, “tidak memilih dilahirkan.”

Kalimat itu jatuh seperti batu ke dada Ji Chen. “Dan Feng Niu,” lanjutnya, “memilih menjadi istri. Memilih menjadi ibu entah dia siap atau tidak.”

Madam Fu membuka pintu. “Aku akan diam untuk sekarang,” katanya. “Bukan karena aku setuju. Tapi karena terkadang… orang perlu melihat kehancuran kecil dulu sebelum sadar.”

Pintu tertutup perlahan. Ruangan kembali sunyi. Ji Chen berdiri kaku beberapa detik, lalu duduk kembali di sisi ranjang bayi. Tangannya mengusap rambut halus Xiao Fan, gerakan yang sama seperti yang ia lakukan berulang kali, seolah itu satu-satunya hal yang masih bisa ia kontrol. “Maaf,” bisiknya.

Entah pada siapa. Di kamar lain, Feng Niu terbangun oleh suara ponselnya yang bergetar. Ia melirik layar, lalu memalingkan wajah, mematikan panggilan tanpa membaca siapa pengirimnya. Ia menatap langit-langit kamar dengan mata kosong. Di rumah yang sama, dua orang dewasa terjaga dengan pikiran yang saling bertolak belakang. Dan seorang bayi… belajar sejak hari-hari pertamanya bahwa keheningan bisa terasa lebih menyakitkan daripada tangisan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!