Arden membenci wanita gendut yang merupakan teman masa kecilnya. Permusuhan itu semakin menjadi ketika Kayla bertunangan dengan pria bernama Steve. Selain kebencian, ada yang aneh dari sikap Arden ketika bertatapan dengan Kayla. Hasrat untuk memiliki wanita itu timbul dalam benaknya.
Sekuel dari Istri Rasa Simpanan.
Follow IG : renitaria7796
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Paham
Arden berhenti bergerak, ia bahkan hanya memeluk perut Kayla yang rata. Konsentrasi buyar bersama keraguan yang Arden ciptakan sendiri.
Ia tidak ingin bertindak jauh, tetapi sesuatu terlarang di sana sangat menggugah selera. Arden pernah bermimpin bisa bermain di dalam sana. Ia memang pernah menyentuh bagian terdalam milik wanita dengan dua jarinya. Tapi, Arden belum pernah bermain di bawah sana dengan bibir serta indra tidak bertulang miliknya karena ia hanya ingin sentuhan itu untuk Kayla.
Arden sudah kalah. Ia telah memperlihatkan seluruh tubuhnya pada Kayla, tetapi sahabatnya itu masih setengah polos. Tubuh bagian bawah Kayla masih ditutupi kain segitiga berbahan katun.
Kayla mengeliat dari pelukan Arden, ia ingin mengundang pria itu kembali mengecup seluruh tubuhnya. Kayla membelai helaian rambut agar Arden melakukan kegiatan tadi, bahkan ingin teman kecilnya bertindak lebih. Ini pengalaman pertama bagi Kayla. Saat bersama Steve, mereka hanya bersentuhan bibir. Rupanya ini yang diinginkan pria dari wanita.
"Kenapa berhenti?" Kayla langsung menutup bibirnya. Wajahnya memerah. Bisa-bisanya aku bicara begitu. Kayla mengangkat wajah Arden, lalu memandangnya. "Ada apa? Es krim di tubuhku sudah meleleh ke mana-mana."
Arden melihatnya, lalu ia menyapu lelehan itu dengan ujung indra perasa. Kayla memejamkan mata, ia meraih Arden agar kembali mengecup keranuman yang masih mencuat. Namun, Arden kehilangan hasratnya untuk memulai. Pria itu tidak melakukannya, tetapi hanya memeluk Kayla dengan erat.
"Kamu kenapa?" kata Kayla, lalu mendorong Arden.
Kayla beranjak dari tempat tidur, Arden meraih tangannya, tetapi ditepis begitu saja. Kayla berjalan menuju kamar mandi. Membanting pintu yang membuat Arden mengusap wajahnya secara kasar.
"Arden sialan!" ucap Kayla kesal. "Apa aku enggak menarik baginya? Berhenti di tengah jalan saat aku menginginkan lebih. Padahal dia dulu yang mulai."
Kayla menghidupkan keran air, membasuh dirinya bersama air dingin yang dapat mendinginkan kepala dari amarah yang Arden buat.
"Kayla!" seru Arden. "Kita perlu bicara."
Tidak ada tanggapan dari panggilannya. Arden mengembuskan napas kasar. Ia mengecewakan Kayla karena keraguan dalam hatinya.
"Apa tadi aku lakukan saja, ya? Sialan! Aku harus bicara," gumam Arden.
Beberapa saat Arden mendengar suara air berhenti. Ia tetap menunggu di depan pintu kamar mandi agar bisa bicara.
Kunci diputar. Arden bergeser ke samping. Saat gagang pintu ditekan dan dibuka, Arden muncul yang membuat Kayla kaget.
"Kita perlu bicara," kata Arden.
"Bicara saja." Kayla mendorong tubuh Arden.
"Sebentar, Kay. Aku perlu bicara," ucap Arden sembari memeluk Kayla dari belakang.
"Apalagi? Aku enggak marah, kok."
Arden menyingkirkan rambut basah Kayla ke samping. Ia kecup pundak polos itu. "Sebenarnya aku ingin kamu melakukan hal yang sama padaku."
Kayla tersentak. Ia memutar diri menghadap Arden. "Aku?" tunjuknya pada diri sendiri.
Arden mengangguk. "Iya. Aku juga ingin kamu melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan padamu."
Kayla menelan ludah. Bayangan itu saja tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Kayla sudah dewasa dan ia mengerti apa maksud Arden. Melakukan hal sama seperti film yang ia tonton di laptop bersama Steve.
Kayla menutup wajahnya. Ia menggeleng. Sungguh ia tidak siap melakukannya terlebih baru pertama kali melihat tubuh polos Arden dan milik terlarang dari temannya itu.
"Tidak!" jerit Kayla.
Arden terlonjak kaget. "Kamu kenapa? Tiba-tiba saja teriak."
Kayla mendorong Arden, ia bergegas masuk lagi ke kamar mandi. Menutup pintu, lalu menguncinya. Membiarkan Arden berada dalam kebingungan akan sikapnya.
"Kayla! Kamu kenapa?" teriak Arden sembari mengedor pintu.
"Tinggalkan aku sendiri!" sahut Kayla dari dalam.
Arden mendengkus. "Aku akan menyewa kamar yang tidak ada kamar mandinya. Kayla selalu bersembunyi di sini." Arden menendang pintu karena kesal. "Jadilah siluman air di dalam sana."
Kayla menepuk-nepuk pipinya. Di depan cermin wastafel, ia memandang dirinya sendiri.
"Arden ingin aku melakukan sentuhan seperti yang ia lakukan?" Kayla berteriak. Wajahnya tiba-tiba memanas.
Kayla ingat rasanya saat bagian terlarang Arden menyentuh kulit. Lembut juga keras. Warnanya kecokelatan. Ditumbuhi rambut sedikit, dan sepertinya Arden telah bercukur.
"Astaga! Arden adalah seorang pria. Bagaimana ia merawat miliknya menjadi sebagus itu? Pasti banyak wanita yang melihat bagian itu dan melahapnya." Kayla mendengkus. "Aku tidak ingin dapat barang bekas. Ah, sebaiknya aku katakan itu."
Kayla mengepalkan kedua tangan. Ia menjadi kesal lantaran banyak wanita yang sudah tidur bersama Arden. Memang sahabatnya itu dari kecil sampai dewasa banyak mengundang perhatian.
Sejak satu sekolah, Arden memang populer. Selain anak orang kaya dan tampan. Akademik Arden juga bagus. Wajar banyak gadis yang mengejar. Namun, di antara itu semua, tidak ada satu pun gadis yang menjadi kekasihnya.
Kayla keluar dari kamar mandi. Arden tengah bersantai menikmati pemandangan laut di bawah sana. Ia melihat Kayla yang masih mengunakan handuk.
"Pakai bajumu. Kita keluar. Aku menyuruh pelayan untuk membersihkan kamar," kata Arden.
"Aku mau belanja. Besok kita sudah harus kembali ke kapal."
"Belanja apa lagi? Bukannya kamu sudah banyak beli barang?"
"Pokoknya aku mau belanja," kata Kayla.
"Iya, aku temani kamu."
Kayla meraih koper, ia mengambil dress kuning bermotif bunga, lalu memakainya. Kayla sengaja tidak mengenakan dalaman atas. Hanya bagian bawah saja sebab dress itu adalah baju khusus musim panas.
Arden terbelalak melihat Kayla mengenakan pakaian itu. Pasalnya kedua ujung kecil di tubuh Kayla begitu tampak. Meski tidak memakai penutup, keranuman milik Kayla tidak turun.
Bentuknya bulat dan kencang. Arden sangat suka ketika tangannya menangkup bagian itu. Begitu pas di telapak tangannya.
"Ganti pakaianmu," kata Arden.
"Ini bagus," ucap Kayla.
"Aku tidak suka. Setidaknya pakailah alas untuk menutupi milikmu itu."
"Kamu kenapa, sih. Ini, kan, dress pantai," kata Kayla.
Arden mendekat. Ia meraih kedua ujung milik Kayla, lalu memelintirnya. Kayla menjerit. Ia menepis tangan Arden dari sana.
"Nah, kalau kamu enggak mau ganti. Aku bakalan putar itu sampai putus," ancam Arden.
Kayla menyilangkan kedua tangan di depan tubuh. Ia mengangguk. "Iya. Aku ganti."
Selesai berganti baju, Arden mengajak Kayla berbelanja di dekat resort tempat mereka menginap sekaligus jalan-jalan bersama sembari mengambil beberapa foto kebersamaan.
Kayla lupa ingin memarahi Arden. Ia tidak ingat hal yang ingin disampaikan kepada sahabat kecilnya. Ia puas dan senang dimanja oleh Arden. Semua keinginannya dituruti.
"Ayo, kita santai di pantai," kata Kayla.
"Masih ingin melihat matahari terbenam?" tanya Arden.
Kayla mengangguk. "Aku tidak akan pernah bosan melihatnya."
"Aku juga. Aku tidak pernah bosan melihatmu." Arden meraih dagu Kayla, lalu mendaratkan kecupan di sana. "Rasa permen karet."
Kayla tertawa. "Aku baru saja mengunyah permen karet."
"Manis. Aku ingin lagi."
Bersambung