Yurina, gadis 20 tahun terpaksa mengandung dari seorang CEO tempat ia berkerja, akibat insiden yang terjadi di malam ulang tahun perusahaan.
Selama beberapa bulan Yurina dan Moranno hidup bersama dalam ikatan pernikahan, tanpa di sadari cinta hadir diantara mereka.
Lika - liku perjalanan rumah tangga mereka diwarnai orang - orang yang ingin memisahkan hubungan mereka.
Baik Yurina maupun Moranno, sama - sama menjaga hati mereka untuk sang pasangan hidup.
Berdoa yang benar, berpikir yang benar, dan hidup yang benar, akan membawamu bertemu dengan kebahagiaanmu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 "Dimana wanita itu?"
Sepanjang hari Yurina menyibukan diri dengan membaca buku diperpustakaan yang ada dirumah itu. Sesekali bibi Nur dan pelayan yang lain membawakannya camilan secara bergantian.
"Bibi, bagaimana keadaan nyonya besar?" Tanya Yurina saat bibi Nur membawakannya camilan untuk kesekian kalinya.
"Nyonya sedang beristirahat, tapi keadaannya masih lemah karena nyonya hanya makan sedikit, dan setiap kali makan selalu dimuntahkan." Kata bibi Nur menjelaskan.
"Apa setiap asam lambungnya kumat nyonya besar selalu seperti itu bi?" Tanya Yurina sambil memperhatikan wajah bibi Nur didepannya.
"Iya nyonya."
"Apa didapur bibi masih punya persediaan daging ayam kampung?"
"Masih nyonya, tapi tinggal sedikit, karena dirumah ini hanya nyonya yang menyukai daging ayam kampung, sedangkan nyonya besar dan tuan tidak menyukainya."
"Aku akan kedapur membuatkan sup daging ayam kampung untuk nyonya besar bi."
"Tapi nyonya tidak suka daging ayam kampung nyonya." Kata bibi Nur memberitahu.
"Kita coba saja ya bi, karena sup daging ayam kampung sangat baik untuk menggugah selera orang yang sedang sakit. Semoga ini cocok dan nyonya besar cepat pulih." Kata Yurina mencoba meyakinkan bibi Nur.
"Baiklah nyonya. Bagaimana dengan camilan-camilan yang baru saya bawa ini?" Tanya bibi Nur yang masih memegang namlan berisi banyak camilan.
"Letakan saja disitu bi, nanti saya akan kembali lagi, karena masih banyak buku yang harus saya pelajari."
"Baiklah kalau begitu. Mari nyonya..." Bibi Nur lalu meletakan nampan ditangannya diatas meja.
Yurina dan bibi Nur bergegas menuju dapur yang masih berada dilantai dua itu. Yurina lalu mengeluarkan daging ayam kampung beku yang ada didalam preezer, dan bahan- bahan lainnya dari lemari pendingin.
"Boleh saya bantu nyonya?" Tanya bibi Nur menawarkan diri.
"Tentu saja. Bibi boleh memotong sayur-sayuran ini, juga dagingnya, saya akan buatkan bumbunya."
"Baik nyonya."
Yurina dan bibi Nur melakukannya dengan bersama. Keduannya asik dengan kegiatan masak - masak disiang itu. Yurina lalu memasukan sayuran yang dipotong-potong bibi Nur dalam air rebusan yang telah dibumbui diatas kompor, dan tidak lupa daging ayam kampung yang telah disuir oleh bibi Nur. Yurina dengan hati-hati mencoba cita rasa dari masakannya. Setwlah dirasa pas Yurina lalu memberikannya juga pada bibi Nur.
"Bagaimana bi, apa rasanya sudah pas?" Tanya Yurina sambil memandang wajah sang bibi.
"Pas nyonya." Kata bibi Nur sambil mengacungkan jempolnya pada nyonyanya itu.
Yurina lalu mematikan kompor, lalu mengambil mangkuk sup dan mengisinya dengan sup yang baru saja ia masak. Yurina juga mengambil bubur nasi dan menghidangkan di mangkuk yang satunya lagi lalu menaruh hidangan itu diatas nampan."
"Apakah nyonya yang akan mengantarkannya pada nyonya besar?"
"Tidak bibi, saya minta tolong bibi saja, karena bibi tau sendiri untuk saat ini nyonya besar belum menyukai saya, saya takut beliau malah hilang selera makannya bila melihat saya." Kata Yurina dengan wajah terlihat sedikit sedih.
"Yang sabar ya nyonya, sebenarnya nyonya besar orang yang baik." Kata bibi Nur yang merasa kasihan pada isteri majikannya itu dan berusaha menghiburnya.
"Iya, terima kasih bi." Kata Yurina menyunggingkan senyumnya.
"Saya bawa dulu ya nyonya?"
"Iya, silahkan bi."
Bibi Nur lalu membawa nampan berisi makan siang majikannya. Yurina memandang kepergian bibi Nur sampai menghilang dibalik tembok. Yurina pun ikut memakan sup yang masih tersisa dipanci, karena bertepatan dengan jam makan siang. Setelah makan siang dan membereskan dapur selesai, Yurina kembali ke perpustakaan melanjutkan kegiatan membacanya.
Sementara itu, bibi Nur yang baru masuk kamar majikannya nyonya Agatsa meletakan nampan yang dibawanya diatas nakas dekat tempat tidur sang majikan.
"Permisi nyonya besar, sudah waktunya anda makan siang dan minum obat." Kata bibi Nur dengan hati-hati supaya tidak mengagetkan sang majikan yang sedang beristirahat.
Nyonya Agatsa lalu mulai mengerakan tubuhnya, dan perlahan menyingkapkan selimutnya lalu duduk dipembaringannya. Bibi Nur menaruh meja kecil didepan nyonya Agatsa dengan hati-hati dan meletakkan mangkuk sup yang telah diisi bubur nasi diatas meja itu.
"Aroma sup ini sepertinya berbeda dari yang bibi beri tadi pagi?"
"Iya nyonya, ini baru saja dimasak siang ini, supaya nyonya tidak bosan."
"Ini daging apa bi? Tanya nyonya Agatsa sambil mengaduk-aduk isi mangkuk supnya.
"Itu daging ayam kampung nyonya." Kata bibi Yurina pelan dan agak khawatir bila nyonyanya itu marah padanya.
"Bibi kan tau, saya sangat tidak menyukai daging ayam kampung, sangat amis."
"Iya nyonya saya tahu, tapi ini baik untuk membangkitkan selera makan nyonya, dicoba dulu sedikit nyonya, bila tidak suka saya akan menggantikan dengan sup yang tadi pagi lagi." Kata bibi Nur berusaha membujuk sang majikan.
Nyonya Agatsa lalu mulai menyendok sedikit sup yang ada dihadapannya, memasukannya hati-hati sambil menutup hidungnya, lalu mulai mengunyahnya secara perlahan. Bibi Nur memperhatikan majikannya itu dengan seksama dan dengan perasaan dag-dig-duk.
Tak ada reaksi. Nyonya Agatsa kembali menyuap dan mengunyahnya perlahan masih dengan wajah datarnya. Bibi Yurina masih memperhatikan nyonyanya itu dengan hati berdebar, karena ia sangat mengetahui sang nyonya sangat tidak menyukai aroma maupun rasa dari daging ayam kampung.
"Bagaimana nyonya, apakah anda menyukainya?" Tanya bibi Nur dengan hati-hati.
Nyonya Agasa tak menjawab, namun ia tetap menyendok sup dimangkuknya dan menyuapkan kemulutnya berulang-ulang hingga isi mangkuknya kering.
"Tambah lagi bi." Kata nyonya Agatsa sambil menyerahkan mangkuk kosong pada bibi Nur.
"Baik nyonya." Bibi Nur langsung mengulurkan tangannya menerima mangkuk dari tangan majikannya, lalu segera mengisinya seperti porsi sebelumnya.
"Ini nyonya." Bibi Nur meletakan mangkuk sup di meja saji yang ada di hadapan majikannya.
Nyonya Agatsa lalu mulai menyendokkan makanan kemulutnya suapan demi suapan, dan kali ini ia tidak menutup hidungnya lagi. Bibi Nur berdiri disamping tempat tidur sambil mematung. Tak Lama sup dalam mangkuk sudah habis kembali.
"Apa nyonya ingin menambah lagi?"
"Sudah cukup. Berikan obatku."
"Ini obatnya nyonya... Dan ini air putihnya." Kata bibi Nur memberikan obat dan segelas air putih.
Kring...
Kring...
Kring...
Bibi Yurina segera mengangkat gagang telepon yang sedang berdering diatas nakas.
"Hallo, kediaman keluarga Agatsa disini."
"Bibi ini saya, bagaimana keadaan mommy." Suara diseberang sana.
"Nyonya besar baru saja makan siang dan minum obat, dan sekarang sedang beristirahat tuan."
"Syukurlah kalau begitu. Terima kasih ya bi. Beritahu mommy bila saya pulang agak larut, karena banyak pekerjaan."
"Iya tuan." Telepon pun ditutup.
"Dari siapa bi?"
"Dari tuan nyonya, menanyakan keadaan nyonya besar. Dan tuan pulangnya malam karena banyak pelerjaàn."
" Baiklah. Makan malam nanti berikan sup yang saya makan siang ini lagi, rasanya perut saya tidak mual memakannya, tidak seperti sup yang tadi pagi."
"Iya, baik nyonya. Apa masih ada yang nyonya butuhkan?"
"Tidsk ada. Oya, dimana wanita itu?"
Bibi Nur sempat berpikir sejenak lalu segera mengerti siapa orang yang majikannya tanyakan.
"Nyonya Yurina ada di perpustakaan nyonya besar." Kata bibi Nur hati-hati takut salah berbicara. Nyonya Agatsa hanya diam tak memberi respan pada apa yang dikatakan bibi Nur.
"Kalau begitu saya permisi dulu nyonya, mengantarkan semua peralatan makan ini kedapur." Kata bibi Nur sambil mengangkat nampan.
Hmmm" Nyonya Agatsa hanya mengangguk, kemudian berbaring dan beristirahat.
***