Aku yang menyimpan setiap cerita dalam diamku. menuangkan setiap rasa pada pena didalam kertas putihku. Aku yang takut kamu tahu, meski aku ingin kamu melihat aku yang menyimpan rasa kepadamu. Sampai kapan aku harus menunggu atau menyimpannya dalam diamku dan merelakanmu bahagia atas rasa dihatimu.
setiap hari dipinggir danau ini aku menunggunya.. ditemani gitar tua peninggalan ayah, yang selalu mengiringi suaraku dan dia saat bernyanyi..
ibarat kaca hatiku telah pecah berkeping-keping .. seperti petir yang menyambar disiang hari .. saat mendengar ceritanya .. dia yang mencintai sseorang dan itu bukan aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Uswatun Khasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Senyaman dirimu
"ada yang sakit ngga ?" Tanya Reska.
"hah ?"
"tadi kepeleset pas mau naik, ada yang sakit ngga ?" Tanyanya lagi.
"oh, ngga sih." Jawabku.
"lain kali hati- hati. Gue ngga selalu bisa nolongin lo." Ucapnya.
"ya.. ya.." Balasku.
"masalah maura tadi, itu ngga ada sangkut pautnya sama kiky. Itu ulahnya dia sendiri." Jelasnya lagi.
"ya ulah dia juga berawal dari siapa ? Dia bisa benci gue gara- gara cewe lo juga kan ?" Balasku.
"mungkin. Tapi, ada kemungkinan dia suka juga sama arfan." Ucap Reska.
"waw."
Sampai di tempat tujuan. Lahan yang cukup luas untuk kami semua mendirikan tenda kelompok. Turun dari mobil aku membantu adik- adik kelas untuk turun.
"gue ke mobil 3 ya , mau nurunin barang." Ucapnya sambil menyentuh bahuku dan berlalu.
"okey."
Aku melihat Arfan yang menghampiriku dengan wajahnya yang bahagia, senyumnya yang manis yang masih membuat hatiku berdebar.
"sayang.." sapanya.
"eh.." aku terkejut mendengarnya.
"bercanda.. Haha" Ucapnya.
"serius juga boleh, ekhem." Lanjutnya.
"sabar ya." Balasku.
"udah selesai ?" Tanyaku.
"udah. Nih tasnya gue bawain." Jawabnya.
"sini, gue mau bantu yang lain pasang tenda dulu. Thanks ya." Ucapku dengan senyuman sambil meminta tasku yang dibawakan oleh Arfan.
Aku meninggalkan Arfan, entah perasaan ku campur aduk setelah bersama Reska sepanjang perjalanan tadi. Aku kembali bimbang, rasa yang ku bangun untuk Arfan seolah runtuh. Tak ada yang bisa menandingi rasaku kepada Reska. Aku hanya ingin meyakinkan hatiku, bahwa mungkin Reska bukanlah takdirku, dia hanya kisah pelengkap dalam kehidupanku.
Aku ingin mencoba takdirku dengan Arfan, karena Tuhan telah mengirimnya kepadaku. Aku percaya Tuhan mengirimnya untukku. Tapi aku belum bisa seutuhnya memberikan hatiku pada Arfan jika masih ada Reska dalam pandangan mataku.
Aku memasang tenda bersama teman kelompokku. Aku mendapati Reska yang sesekali melihat kearahku.
"hey, sini gue bantu." Ucap Arfan yang tiba- tiba mengambil tali yang kupegang.
"emang tenda lo udah selesai ?" Tanyaku.
"udah tuh tinggal ngerapihin dikit." Jawab Arfan.
Pembukaan dimulai, seluruh peserta berkumpul di sisi halaman lain untuk mendengar pembacaan susunan acara dari ketua osis.
"acara malam nanti, pentas dari masing- masing kelompok. Tidur pada pukul 10 malam, bangun pukul 1 malam untuk melaksanakan sholat tahajud, lalu persiapan untuk acara jurit malam pada pukul 2 hingga menjelang subuh. Titik kumpul terakhir, di musholah bagian atas." Jelas Arfan.
"jadi tujuan kita jurit malam adalah untuk melatih keberanian diri kalian semua sekaligus menemukan mushola yang akan kita jadikan tempat untuk sholat subuh berjamaah. Selanjutnya kita akan mendaki bersama- sama untuk melihat matahari terbit" Lanjutnya.
"wuuuuuu.." sorak seluruh siswa dan osis sambil bertepuk tangan.
Aku rasa mereka semua menyukai acara yang kami buat bersama- sama. Aku berharap LDKS tahun ini akan menjadi kegiatan yang sangat berkesan untuk siswa/i tahun ini dan juga untuk teman- teman osis dan para guru.
"sekarang, kalian boleh istirahat, santai- santai dan bersiap untuk nanti malam pukul delapan." Ucap Arfan sekaligus membubarkan.
"fan.." Aku menghampiri Arfan yang masih berdiri didepan sambil melihat yang lain berpencar.
"hai.. Ada apa ?" Tanyanya.
"udah dimakan rotinya ?" Tanyaku.
"jadi itu roti ?" Arfan balik bertanya.
"belum ya ?"
"gue belum sempet buka sama sekali. Yuk kita makan bareng." Ucap Arfan sambil menarik tanganku menuju tendanya.
Aku menurutinya, mengikuti tangan yang menggenggamku dengan nyaman. Arfan yang selalu menunjukkan keceriaan diwajahnya, selalu berusaha membuatku tersenyum dan tertawa. Arfan yang dengan pelan menyapaku dan berusaha meluluhkan hatiku tanpa paksa.
"kita duduk disini ya." Ajak Arfan yang lebih dulu duduk di rerumputan dengan pemandangan indah, sawah dan rumah- rumah penduduk.
"ini lo yang buat ?" Tanya Arfan sambil membuka kotak makan.
"waw.. Ini pasti enak. Sama kan kaya yang waktu itu lo bawain buat gue ?"
"iya. Kan waktu itu lo minta dibawain setiap hari." Ucapku.
"serius diiyakan?" Tanya Arfan.
"emmh... Tapi ngga janji setiap hari juga si, semau dan sesempetnya gue ajah." Jawabku.
Arfan terdiam menatapku dengan senyuman, tatapan yang teduh dan penuh cinta. Tatapan yang seolah mengatakan aku semakin menyukaimu. Aku malu dan salah tingkah dibuatnya, hingga akhirnya kita tertawa bersama sambil menikmati keindahan kota dari atas tempat ku berpijak.
Malam yang ditunggu telah tiba, bersama dingin dan gelapnya yang pekat. Nyala api unggun menjadi keseruan yang membawa kehangatan dan cahaya. Ada banyak wajah yang dapat ku lihat dari cahaya nyalanya api. Wajah-wajah bahagia, cemas karena penampilan yang akan mereka tunjukkan.
Aku mencari sosok yang kuminati, laki-laki yang menggunakan beanie hat yang sama denganku. Aku mendapatinya yang sedang mencari seseorang. Pandangannya berhenti padaku, tersenyum dan melambaikan tangan dengan ceria. Dia mengisyaratkan padaku untuk menghampirinya.
Aku melangkah menurutinya. Tiba-tiba saja ada yang menyenggol bahuku dengan kasar. Dia berbalik menatapku.
"astaga, maura." Ucapku saat aku mengetahui bahwa perempuan itu adalah maura.
"mau kemana ? Kesana ?" Tanya Maura kepadaku sambil menunjuk ke arah api unggun.
Dia melipat kedua tangannya dan selangkah mendekat padaku.
"ngga usah ke-PD-an. Emang yang diri disitu cuma lo ? Lo fikir arfan itu manggil lo ? Jangan sok kecantikan deh." Ucap Maura.
"hey.." Sapa Arfan yang menghampiri.
"hey, arfan." Balas Maura dengan senyuman.
"ini ada apa yaa ?" Tanya Arfan.
"oh ngga, ini tadi lory si tukang iri ngehalangin jalan gue jadi ngga sengaja kesenggol." Jelas Maura.
"arfan ada apa yaa tadi nyuruh gue kesitu ?" Tanya Maura dengan percaya diri.
Aku mendapati wajah arfan yang bingung namun senatural mungkin menutupinya.
"oh , itu tadi gue nyuruh lo kesana supaya bantu-bantu yang lain. Ayo silahkan kesana, lagi pada nyiapin acara buat api unggun sama nanti jurit malam." Jelas Arfan dengan senyumannya.
"oh, yaudah ayuk kita kesana." Ajak Maura yang hendak menggandeng Arfan.
"eh, eh, lo duluan ajah. Gue ada perlu sebentar sama laury." Tolak Arfan.
"cepet kesana, nanti ditungguin loh." Ucap Arfan, memaksa agar Maura pergi.
"yaudah, cepet ya nyusul." Ucap Maura sambil cemberut.
Selepas Maura pergi Arfan menatapku dan menahan tawa. Aku menepuk lengan atasnya sambil tertawa.
"parah, jail." Ucapku.
"terus harus gimana ? Siapa juga yang manggil dia." Balasnya.
"makanya kalo manggil tuh pakai nama jangan cuma lambai-lambai. Udah tau banyak orang." Jelasku.
"iya sih, salah gue juga ya." Balasnya.
"gue lebih seneng disamperin sama cewe yang pakai beanie hat couple kaya gue dibanding disamperin dia." Ungkapnya sambil tertawa.
"bagus ngga ?" Tanya Arfan sambil memegangi beanie hat dikepalanya.
"bagus dong." Jawabku sambil merapihkan.
"sepatunya nyaman ?" Tanya Arfan.
"nyaman banget, kaya yang ngasih." Jawabku yang membuatnya perlahan menatapku dalam.
"ayo kita samperin maura, kan ngga boleh lama-lama katanya." Ucapku meninggalkannya.
.
.
.