NovelToon NovelToon
Tergoda Tunangan Sahabat

Tergoda Tunangan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nunna Zhy

"Gue tahu gue salah," lanjut Ares, suaranya dipenuhi penyesalan. "Gue nggak seharusnya mengkhianati Zahra... Tapi, Han, gue juga nggak bisa bohong."

Hana menggigit bibirnya, enggan menatap Ares. "Lo sadar ini salah, kan? Kita nggak bisa kayak gini."

Ares menghela napas panjang, keningnya bertumpu di bahu Hana. "Gue tahu. Tapi jujur, gue nggak bisa... Gue nggak bisa sedetik pun nggak khawatir sama lo."

****

Hana Priscilia yang mendedikasikan hidupnya untuk mencari pembunuh kekasihnya, malah terjebak oleh pesona dari polisi tampan—Ares yang kebetulan adalah tunangan sahabatnya sendiri.

Apakah Hana akan melanjutkan balas dendamnya, atau malah menjadi perusak hubungan pertunangan Zahra dan Ares?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

"Lo makin cantik aja," ujar salah satu pemuda Red Dragon dengan nada santai, seringai nakalnya melekat di wajah tengilnya. Tangannya yang terangkat perlahan, nyaris menyentuh pipi Hana yang memucat, terhenti mendadak oleh cengkeraman tangan besar yang kokoh.

"Urusan lo sama gue," potong seorang pria berperawakan tegap yang tiba-tiba muncul di samping mereka. Suaranya datar tapi dingin, membawa aura otoritas yang tak terbantahkan. Ia menghempaskan tangan si pemuda tengil itu dengan kasar, membuat langkahnya sedikit terhuyung.

Pemuda itu mendengus kesal, tapi tidak berniat melawan. "Lo ganggu kesenangan gue aja, Sam," sindirnya, namun tidak berusaha mendekat lagi. Sebelum pergi, ia sempat melirik Hana dengan seringai dan mengedipkan sebelah matanya. "Kita ketemu lagi nanti, cantik."

Hana tetap diam, matanya menatap punggung pemuda itu yang akhirnya pergi menjauh. Ia menghela napas panjang, seolah baru saja lolos dari bahaya besar.

"Lo nggak apa-apa, Han?" tanya pria yang ternyata Sammy, sahabat lama Rico dan salah satu anggota inti Speed Demon.

Hana mengangguk kecil, mencoba menenangkan diri. "Thanks, Sam," ujarnya pelan, sebelum kembali duduk di bangkunya.

"Selama ada gue, gue pastiin mereka nggak akan ganggu lo lagi. Gue samperin mereka dulu ya, nanti kita ngobrol lagi." Sammy melempar tatapan sekilas kepada Yuna dan Dafa, seolah meminta mereka menjaga Hana, sebelum ia melangkah cepat, menyusul anak-anak Red Dragon yang kini duduk di sudut kafe.

Hening sesaat. Yuna dan Dafa masih memproses apa yang baru saja terjadi. Mereka menatap Hana penuh curiga, mencoba mencari penjelasan dari wajah sahabat mereka itu.

"Lo kenal mereka?" tanya Yuna akhirnya, memecah kebisuan.

"Ceritanya panjang," jawab Hana, nyaris berbisik. Wajahnya menunduk, enggan bertemu tatapan teman-temannya.

Dafa, yang biasanya penuh canda, kini ikut serius. "Ini ada hubungannya sama pacar lo?" Ia menatap Hana dengan mata menyipit, mencoba membaca pikiran sahabatnya.

Hana mengangguk lemah. "Red Dragon yang udah bunuh Rico," ujarnya lirih, suaranya bergetar saat menyebut nama itu.

Yuna dan Dafa terdiam. Udara di sekitar mereka terasa semakin berat. Bayangan masa lalu yang Hana coba kubur kini kembali menyeruak, membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

"Udah Han, jangan di terusin lagi. Kita balik aja yuk, kayaknya disini nggak aman."

***

Pertemuan dengan anggota Red Dragon membuat hati Hana gelisah tak menentu. Kini, gadis cantik itu tengah melamun di balkon kamarnya. Ia duduk di kursi kayu yang sudah mulai pudar warnanya. Angin malam yang sejuk membelai lembut wajahnya, tapi tak cukup untuk menenangkan hatinya yang penuh gejolak. Pandangannya kosong, menatap lurus ke jalanan yang lenggang di bawah sana.

"Ya, gue harus lebih fokus menemukan pria misterius itu!" Gumam Hana sambil menggenggam erat liontin petunjuk itu.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan muncul di layar.

-Ares.

"Jangan lupa minum obat, cil. Jangan keras kepala."

Hana mendesah, bibirnya mengerucut kesal. "Cih, urusin aja tunangan lo itu, kenapa lo sibuk banget ngurusin gue." Jemarinya mengetuk layar ponsel, hampir membalas pesan itu dengan kata-kata tajam, tapi ia berhenti di tengah jalan.

Matanya tertuju pada pesan itu untuk beberapa detik lagi sebelum akhirnya ia mengunci layar ponselnya dan meletakkannya di meja. Kepalanya bersandar di kursi, memandang langit malam yang dihiasi bintang-bintang yang bersinar samar. Perasaan yang tak bisa ia deskripsikan mengaduk-aduk pikirannya.

Di satu sisi, perhatian Ares menghangatkan hatinya, seperti seseorang yang peduli lebih dari sekadar teman. Tapi di sisi lain, ia tahu itu salah. Ares bukan miliknya. Ada Zahra—sahabatnya sendiri. Dan di balik semua itu, ada luka masa lalunya dengan Rico yang belum sepenuhnya sembuh.

Hana memejamkan mata sejenak, mencoba mengusir pikiran yang mengganggunya. Namun, bayangan Ares terus menghantui, seolah menolak untuk pergi.

"Hana, fokus-fokus!" Gumamnya sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. "Prioritas utama lo sekarang nyari pria misterius itu. Bukan mikirin cowok nggak jelas macam Ares!"

Ponselnya kembali bergetar, lagi pesan dari Ares muncul.

-Ares

"Jangan keras kepala, kesehatan itu penting dari apapun."

Hana membaca sekilas pesan dari jendela notifikasi tanpa membukanya, tanpa membalas pesan tersebut, gadis itu mengantongi ponselnya dan bangkit dari duduknya dan kembali ke dalam kamarnya. Matanya melirik jaket yang tergantung di sisi ranjang—jaket kebesaran milik almarhum pacarnya. Dengan ragu, tangannya menyentuh kain itu, merasakan teksturnya yang masih terasa sama seperti terakhir kali ia mengenakannya. Tanpa pikir panjang lagi, ia menyambar jaket itu dan memakainya.

***

"Kenapa nggak bilang mau kesini?" Suara Sammy menyambut dengan hangat.

Sedangkan disebelahnya, beberapa anggota Speed Demon yang sedang berkumpul di sana langsung berdiri. Mereka memberi hormat dengan gaya khas—dua jari menyentuh dahi sebelum menggenggam tangan di dada, sebuah penghormatan yang selalu mereka lakukan untuk mengenang Rico.

Hana hanya mengangguk kecil. Ada rasa haru yang menyeruak di dadanya, melihat bagaimana ingatan tentang Rico masih begitu hidup di tempat ini.

"Gue cuma... pengen kesini aja," jawab Hana singkat, matanya menyapu ruangan yang hampir tak berubah. Aroma bensin, minyak, dan suara dentingan alat masih memenuhi udara. Tempat ini membawa Hana kembali ke masa lalu—ke kenangan bersama Rico, cinta pertamanya, sekaligus alasan ia menjauh dari tempat ini selama lebih dari setahun.

“Udah lama banget, ya. Lo nggak pernah lagi nongol di sini sejak…” Sammy berhenti, sadar bahwa melanjutkan kalimat itu hanya akan membuka luka lama. "Yah, pokoknya, lama banget."

Hana hanya tersenyum tipis, berjalan melewati Sammy tanpa menjawab. Pandangannya mengitari setiap sudut ruangan, seperti mencari bayangan Rico di sana. Motor yang pernah menjadi kebanggaan Rico masih terparkir di pojokan, berdebu tapi tetap kokoh. Jemarinya refleks meraba permukaan motor itu, dan tiba-tiba kenangan-kenangan lama bermunculan di benaknya—tawa Rico, candaannya, cara dia memacu motor dengan percaya diri.

Sammy menghampiri Hana, berdiri di sisinya. “Gue tau lo ke sini bukan cuma buat nostalgia, lo mau tahu ada urusan apa gue sama Red Dragon?"

Hana menatapnya, mencoba menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk.

“Duduk, gue bikinin kopi dulu.” titah Sammy.

Hana mengangguk kecil, membiarkan Sammy berlalu ke dapur kecil di pojok ruangan. Ia kembali duduk di bangku tua dekat motor Rico, menyandarkan tubuhnya sambil memeluk jaket besar yang membungkus tubuhnya. Meskipun tempat ini penuh dengan kenangan menyakitkan, entah kenapa, ia merasa lebih nyaman di sini daripada di mana pun.

Tak lama, Sammy kembali membawa dua cangkir kopi panas dan menyerahkannya pada Hana. "Lo masih jadi bagian dari keluarga ini, Han. Kita nggak pernah lupa siapa lo."

"Thanks, Sam," gumamnya, menyesap kopi yang diberikan.

"Lo pasti penasaran lihat gue ketemu sama anak-anak Red Dragon, kan? Ya, semenjak nggak ada Rico dan El, lo bisa bayangin gimana carut marutnya anak-anak Speed Demon? Gue disini hanya sebagai mekanik, El dan Rico yang punya andil penuh memimpin Speed Demon dulu. Tanpa mereka, kita benar-benar nggak bisa apa-apa. Jadi dengan berat hati kita sepakat untuk menyerah pada Red Dragon dan menjadi anak buahnya. Sorry Han... Bukannya kita nggak setia sama El dan Rico, tapi lo tahu kan gimana anak-anak Red Dragon?"

Hana hanya mengangguk kecil, pandangannya tertuju pada uap yang mengepul dari cangkir kopi di tangannya. Rasa hangat dari kopi itu terasa kontras dengan dinginnya perasaan yang menyelimuti hatinya.

“Sam…” Hana akhirnya membuka suara, “gue mau balas dendam, apapun yang terjadi. Lo masih mau bantu gue kan?"

Sammy terdiam. Sorot matanya yang biasanya berubah menjadi serius. Ia memandang Hana lekat-lekat, seolah mencoba mencari keyakinan di balik kalimat yang baru saja keluar dari bibir gadis itu.

“Han…” Sammy menarik napas panjang, “Balas dendam itu nggak pernah semudah yang lo bayangin. Gue tahu apa yang lo rasain, tapi lo harus tahu risikonya. Mereka bukan cuma anak-anak liar. Red Dragon itu berbahaya.”

“Apa lo pikir gue nggak tahu itu?” balas Hana cepat, nada suaranya mulai meninggi. “Mereka yang ngerenggut Rico dari gue, Sam! Mereka bikin hidup gue berantakan. Lo mau gue diem aja? Mau gue pura-pura lupa?”

Sammy menundukkan kepala, menyesap kopinya untuk memberi dirinya waktu berpikir. “Bukan soal diem atau nggak, Han. Gue cuma nggak mau lo jadi korban berikutnya. Gue udah kehilangan Rico. Gue nggak mau kehilangan lo juga.”

“Tapi lo sendiri bilang tadi,” potong Hana, matanya menatap Sammy tajam. “Speed Demon sekarang udah nggak ada artinya. Lo semua cuma bayangan dari yang dulu. Rico dan El nggak ada, dan lo semua menyerah. Gue nggak bisa terima itu, Sam. Kalau lo nggak mau bantu gue, gue bakal lakuin ini sendiri.”

“Gue nggak bilang gue nggak bakal bantu lo, Han. Gue cuma nggak mau lo ngelakuin ini dengan kepala panas. Lo butuh rencana, strategi, dan yang paling penting, lo butuh tim.”

Sammy memandang Hana dengan alis terangkat, menanti jawaban yang menurutnya akan menjelaskan kegilaan yang ada di kepala gadis itu.

“Gue tahu!” Hana menjawab penuh keyakinan, “Gue udah punya rencana.”

"Apa rencana lo?"

“Gue bakal masuk ke lingkaran mereka, nyari tahu kelemahan mereka satu per satu. Kalau gue bisa pecahin mereka dari dalam, mereka bakal hancur dengan sendirinya.”

Sammy menatap gadis cantik di depannya lama, mencerna ucapan Hana. Akhirnya, ia terkekeh kecil, “Masuk ke lingkaran Red Dragon? Lo sadar nggak, Han, itu sama aja lo ngebuka pintu buat masuk neraka? Mereka bakal tahu siapa lo, apa tujuan lo. Dan lo yakin bisa keluar hidup-hidup dari situ?”

“Makanya gue butuh lo, Sam. Gue nggak bisa lakuin ini sendirian.”

Sammy terdiam, menatap gadis itu dengan khawatir. "Lo tahu apa yang lo minta dari gue, kan? Kalau gue bantu lo, artinya gue juga taruhan nyawa. Dan kalau Red Dragon tahu gue ikut campur, lo nggak cuma ngancurin diri lo, tapi juga ngancurin sisa Speed Demon yang masih ada.”

“Apa artinya Speed Demon kalau kita hidup dalam bayang-bayang mereka, Sam? Rico dan El nggak akan maafin kita kalau kita cuma diam!” suara Hana meninggi, penuh dengan emosi yang sejak lama tertahan.

Sammy menunduk, memainkan ujung cangkir kopinya. Ia tak pernah menyangka Hana, gadis yang dulu begitu tenang dan ceria, kini berubah menjadi seseorang dengan tekad membara seperti ini.

“Oke.”

Hana menatap pria dia depannya lekat, tak yakin apakah ia mendengar dengan benar. “Oke?”

Sammy mengangkat pandangannya, menatap lurus ke mata Hana. “Gue bakal bantu lo. Tapi gue juga bakal pastiin lo nggak mati konyol. Kita bakal lakuin ini dengan cara gue, bukan cuma modal emosi.”

Hana mengangguk cepat, sorot matanya kini dipenuhi rasa lega. “Thanks, Sam. Gue janji, gue nggak bakal nyia-nyiain bantuan lo.”

“Gue harap lo ngerti apa yang lo lakuin, Han. Ini bukan sekadar balas dendam. Lo bakal masuk ke permainan mereka, dan nggak ada jaminan kita bisa keluar dengan selamat.”

“Gue tahu risikonya,” Hana menjawab tanpa ragu. “Dan gue siap.”

Sammy menghela napas panjang, lalu meneguk sisa kopinya. "Baiklah, kalau gitu gue bakal hubungin beberapa orang yang bisa kita percaya. Tapi ingat, dari sekarang nggak ada ruang buat salah langkah.”

Hana mengangguk lagi, ia tahu bahwa apa pun yang terjadi, ia akan tetap melanjutkan ini. Karena bagi Hana, ini bukan hanya soal balas dendam. Ini soal keadilan, soal membuktikan bahwa Rico tidak mati sia-sia.

Dan malam itu, di markas kecil Speed Demon, sebuah rencana mulai terbentuk—sebuah rencana yang akan mengubah segalanya.

Bersambung....

1
Chalimah Kuchiki
semangat hana.. jangan jatuh cinta ke siapa2 dulu, fokus cari tau penyebab meninggalnya pacar kamu siapa
Mas Sigit
di tunggu up nya thor, klu bisa yg bnyk🤭💪💪💪
Chalimah Kuchiki
hana ingat jangan kegabah baper ke tunangan temen atau ke arion. kenali mereka baik2 dulu
Chalimah Kuchiki
sukaaaaa
Mas Sigit
wah ceritany bikin jantung jedag jedug serasa adrenalin
Chalimah Kuchiki
ah lanjutttt... jadi aku team pak intel atau bad boy nih 🤗
Mas Sigit
wkwkwkkkkk
Mas Sigit
ceritany sungguh bikin jantung q dug"ser krn penasaran sekaligus tegang krn takut hana kenapa"
November
lanjutewe
Devi Nur Fitri
Q mampir kak ....suka banget sama yg badhusband
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!