15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34 - Yakinkan aku
"Kamu bingung kan, Kak? aku tau kamu pasti nyesel nikahin aku karena pada nyatanya aku bukan cewek masa lalu kak Steve. Aku bukan cinta pertama kak Steven yang dicari selama ini. Aku terima bila suatu saat nanti kak Steve pergi untuk nemuin dia, aku ter---"
Tiba-tiba telapak tangan kiri Steven menutup mulut Rimba yang sedari tadi tak henti bicara. "Aku nggak akan kemana-mana, aku nggak akan cari dia lagi," ucapnya lalu melepaskan tangannya kembali.
"Bener?" tanya Rimba tidak yakin.
"Ya, sekarang giliran saya tanya kamu. Kenapa tadi pas Marvin peluk kamu diam saja? apa kamu masih menyukainya? bukannya dia juga cinta pertama kamu?" tanya Steven malah mengalihkan topik pembicaraan.
"Hah?" Rimba terkejut. "Jadi tadi kamu cemburu?"
"Suami mana yang nggak cemburu ngeliat istrinya dipeluk-peluk," aku Steven jujur. "Sampe-sampe baunya dia nempel dibaju kamu."
"Masa sih? nggak lah," Rimba reflek mengendus-endus kemejanya sendiri untuk memastikannya. "Aku udah nggak ada perasaan apa-apa ke dia. Sejak dia selingkuh sama orang yang aku anggap sahabat sendiri itu aku udah illfeel liat dia," aku Rimba kali ini yang jujur.
"Seriously?" Steven kembali melirik Rimba sesaat.
Rimba mengangguk sebagai jawaban. Tiba-tiba saja perempuan itu teringat kembali sesuatu, "Anak difoto itu kecilnya sangat mirip denganku, apa ada kemungkinan besarnya juga kaya aku gini? apa jangan-jangan dia berada di dimensi lain kaya di drama the king eternal monarch?"
"Drama apaan tuh? belum pernah denger," sahut Steven mengernyit.
"Drama Korea, disitu ada seorang raja bernama Lee Gon yang mencintai gadis dari dimensi lain, dimana warganya memiliki wajah yang serupa dengan orang-orang di kerajaannya," ujar Rimba yang ternyata memiliki hobi nonton drama Korea seperti Mitha, adiknya Steven.
"Konyol," gumam Steven.
"Kok konyol sih?"
"Jelas konyol, itu adanya di drama yang kamu tonton. Mahasiswi kedokteran kok bisa-bisanya percaya hal konyol seperti itu," ucap Steven.
"Siapa juga yang mempercayainya, aku hanya berandai-andai. Lagi pula kenapa ada orang yang begitu mirip dengan ku padahal aku nggak punya kembaran. Apa itu kebetulan? nggak ada yang kebetulan didunia ini. Tapi entah kenapa aku merasa terganggu dan terbebani. Bagaimana kalau tiba-tiba saja dia yang malah datang mencarimu? menuntun janji yang pernah kalian ucapkan dulu. Aku nggak tau apa yang harus ku lakukan jika hari itu memang ada," ujar Rimba dengan segala kecemasannya.
Steven tak angkat bicara untuk beberapa saat. Dibiarkannya Rimba larut dalam pikirannya sendiri. Rimba masih cukup muda. Ia cantik, ceria, dan tinggi harga dirinya. Steven paham bahwa ia tidak bisa memaksakan maunya pada perempuan yang notabene masih ingin mencari bahagia dengan kehidupan pribadinya, tidak direpotkan dengan permasalahan pasangan seperti saat ini.
"Tadinya kupikir kita akan baik-baik saja, jujur aku mulai mencintaimu, Steve. Tapi setelah muncul masalah ini, sungguh itu sangat menggangguku" ucap Rimba lirih.
Steven terkejut dengan pengakuan Rimba barusan, tapi lelaki itu tetap diam. Dia diam karena jengah dengan Rimba yang selalu mengulang ucapannya. Perempuan itu sepertinya takut kehilangan Steven, meski Steven sudah berjanji akan melupakan masa lalunya demi dirinya.
Sampai akhirnya mereka sampai dihalaman rumah besar miliknya tepat saat adzan isya berkumandang dimesjid dikomplek rumah. Tanpa berkata apa pun, Steven melepas seatbelt-nya dan turun dari mobil. Meski begitu, Steven masih menunjukkan manners-nya. Dibukakannya pintu mobil untuk Rimba lantas ia melengos begitu saja setelah melakukannya. Rimba menguntit tergesa di belakangnya. Ia merasa kacau saat Steven justru mendiamkannya. Akan lebih baik jika Rimba mendengar lelakinya itu menyindir, atau mengomentari kesalahannya.
"Ahh!" spontan Rimba mengerang saat tubuhnya menabrak punggung Steven yang berhenti tiba-tiba diruang tamu. Saking fokusnya memikirkan masalah mereka, Rimba berjalan sambil menatap langkahnya dan tak melihat ke arah Steven.
"Sakit?" tanya Steven kaget karena ia yakin pelipis Rimba mengenai tulang punggung Steven dengan cukup keras.
"Lumayan," keluh Rimba sambil mengusap pelipisnya yang cenat-cenut. Selain memiliki dada bidang yang menawan, tulang punggung Steven juga kokoh dan sangat menggoda iman.
"Coba saya lihat!" ujar Steven ikut mengusap pelipis Rimba, lalu dikecupnya kening istrinya lembut.
Rimba mendongak. Ditatapnya wajah lelah suaminya namun tetap terlihat tampan. Spontan Rimba memeluk Steven, seolah tak ingin kehilangannya.
"Maafin aku Kak, maaf kalo aku sering bikin kamu kesel," desis Rimba lirih, sudah tak tau lagi bagaimana caranya membujuk Steven agar kembali bersikap seperti biasanya lagi.
"Maafin aku juga udah bikin kamu kesel kemarin malam," balas Steven tak terduga.
Rimba mendongak lagi, menatap lekat pada Steven yang juga menunduk menatapnya. Lebur semua rasa kesal, marah, sakit dan cemburu yang tadi sempat terasa diantara keduanya. Kini hanya ada cinta di mata keduanya.
"I'll never let you go!" bisik Rimba lirih.
Kemudian mereka saling merangkum bibir. Kali ini lebih mesra, lebih dalam. Satu-satunya cara mereka melampiaskan segala emosi tang terjadi seharian, Rimba dan Steven saling berbalas pagutan. Tidak ada yang rela melepas ciuman bahkan sampai mereka tiba di ambang pintu kamar. Rimba justru merangkul leher Steven semakin erat, enggan membiarkan lelakinya ini sekedar mengambil napas. Pun Steven demikian, tangannya melingkar protektif di pinggang Rimba, menegaskan bahwa Rimba hanyalah miliknya.
Merasa tak cukup hanya sekadar berciuman, Rimba mencengkeram pundak Steven dan reflek meminta gendong layaknya monyet yang menyusu induknya. Steven pun tak keberatan, digendongnya Rimba ke dalam kamar, berdua mereka terhempas di atas ranjang. Sesaat ciuman mereka terlepas.
"Seharusnya aku yang wajib khawatir soal hubungan kita," lirih Rimba disamping Steven. Jemarinya sibuk menyusuri setiap garis tegas di wajah suaminya.
"Kenapa?" tanya Steven nampak memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan Rimba diwajahnya.
Mereka berbaring saling berhadapan. Rimba berbantal lengan Steven sedangkan Steven memeluk pinggang Istrinya mesra.
"Jika gadis di masa lalu itu datang padamu, dan ternyata dia jauh lebih sempurna dariku, apa yang akan kamu lakukan? aku jelek, bar-bar, dan suka ngebantah," kata Rimba rendah diri.
"Stop, ngomongin gadis difoto itu lagi!" ujar Steven jengah. "Aku kasih tau kamu sekali dan aku nggak mau ngulang-ngulang terus, oke?"
Rimba mengangguk ragu.
"Sekarang kamu istriku, Rim. aku akan berusaha sekuat tenaga untuk pertahanin itu. Kamu satu-satunya perempuan yang ku cintai," ucap Steven mantap.
Senyum Rimba terkembang. Wajahnya yang semula muram mulai bercahaya lagi. Semua sikap manis dan romantis Steven yang diberinya pada Rimba membuat perempuan dipelukannya ini mantap memasrahkan hati padanya.
.
.
.
Celahmu akan dianggap sempurna oleh hati yang memang ditakdirkan untukmu.