BERAWAL DARI SALAH KIRIM NOMOR, BERAKHIR DI PELAMINAN?!
Demi tes kesetiaan pacar sahabatnya, Dara (22) nekat kirim foto seksi sambil ngajak "kawin". Sayangnya, nomor yang dia goda itu BUKAN nomor pacar sahabatnya, tapi Antonio (32), Oom-nya Acha yang dingin, mapan, tapi... diam-diam sudah lama suka sama Dara!
Dara kabur ke pelosok desa, tapi Nio justru mengejar. Dara mencoba membatalkan, tapi Nio justru malah semakin serius.
Mampukah Dara menolak Om-om yang terlalu tampan, terlalu dewasa, dan terlalu bucin karena salah chat darinya ini?
Novel komedi tentang cinta yang beda usia 10 tahun. Yuk, gas dibaca. Biar tahu keseruan hidup Dara-Nio yang serba gedabak-gedebuk ini 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ame_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Hamil?!
"Kayaknya kamu enggak akan bisa nikahin aku dalam waktu dekat, deh." ujar Acha, cemberut.
Antony hanya bisa tersenyum canggung.
Yah... mau bagaimana lagi? Dia masih kuliah. Masih ada banyak tahapan yang harus dia lewati untuk menjadi seorang dokter, sebelum akhirnya bisa menikahi sang kekasih. Jadi, Acha harus banyak bersabar.
"Tunggu waktu yang tepat ya, Sayang." hanya itu yang Antony bisa katakan.
Acha pun hanya bisa mendesah kasar.
***
Sebulan lebih telah berlalu sejak hari itu.
Setelah selesai sidang hasil skripsi, revisi, lalu mendaftar wisuda, sekarang mereka hanya perlu shopping kebutuhan wisuda. Kebetulan kedua pria itu—Nio dan Antony—sedang sama-sama sibuk dengan urusan mereka, jadi Acha dan Dara pergi berbelanja berdua.
"Dar,"
"Hm,"
"Gimana rasanya nikah? enak?"
Pertanyaan mendadak Acha membuat gerakan Dara yang sedang memilih-milih kebaya wisuda langsung terhenti.
"Maksudnya?"
"Ya... lo kan waktu itu nolak nikah banget, tuh. Tapi gimana sekarang? Udah sebulan lebih kalian nikah. Menurut lo nikah tuh enak apa enggak, sih?" tanya Acha.
Dara berpikir sejenak.
Acha benar. Awalnya dia menolak sekali pernikahan ini. Tapi seperti yang pernah dia pikirkan sebelumnya, ternyata setelah dijalani... pernikahan itu tidak seburuk yang dia pikirkan. Yah, tidak semua rumah tangga bisa disamakan, sih. Tergantung pasangannya juga.
Tapi menurut Dara, kehidupannya saat ini cukup baik.
Dara kembali memilih-milih kebaya.
"Lumayan, lah." jawabnya.
Acha tersenyum mendengar itu. Artinya Dara sudah menikmati kehidupannya sebagai Nyonya Muda Keluarga Wijaya.
"Tapi gue penasaran. Kalian beneran enggak pernah 'begitu'?" tanyanya.
Gerakan tangan Dara kembali terhenti. Tentu saja dia syok mendengar itu. Tapi, dia berusaha untuk tetap cool.
"Itu privasi." katanya.
Acha yang mendengar itu langsung melebarkan mata. Mulutnya terbuka.
Dia tahu sekali sahabatnya ini. Jika hal itu benar-benar tidak terjadi, maka jawaban Dara pasti :
"Enggak lah, anjir!"
"Amit-amit!"
"Ogah lah, enggak mau pokoknya!"
Tapi jawaban Dara tadi... tidak seperti sebuah penolakan.
"Anjir, Dar! Lo udah diperawanin Oom gue, ya?!" tanya Acha dengan suara keras.
Beberapa pengunjung seketika menoleh pada Mereka. Dara yang syok dengan pertanyaan itu bahkan sampai menjatuhkan kebaya yang berada di tangannya. Wajahnya memerah hingga ke telinga.
"Achaaa?!" teriaknya, agak ditahan.
Mereka akhirnya buru-buru keluar dari toko itu, kadung malu karena diperhatikan banyak orang.
Mereka segera pergi ke parkiran, lalu naik ke mobil Acha yang berada di sana.
Bibir Dara cemberut lima senti. Acha tahu sahabatnya itu ngambek karena kekecerobohannya tadi. Tapi, dia benar-benar penasaran. Jadi, meskipun dia tahu Dara kesal padanya, Acha tetap bertanya.
"Tapi serius, gue penasaran." kata Acha, "Jadi lo sama Oom gue benar-benar udah..."
Acha menatapnya, berharap Dara mau berbagi cerita. Dara pun menghembuskan napas kasar—tahu betul bagaimana sifat pemaksa sahabatnya ini.
"Ya." jawabnya ogah-ogahan.
Acha tampak semakin tertarik untuk mengetahui lebih lanjut.
"Berapa kali?" tanyanya.
Dara menatapnya sinis.
"Perlu banget lo tahu bagian itu?"
Acha terkekeh pelan.
"Gue penasaran, Dar. Lagian antara kita berdua ini. Jawab, dong~" pintanya.
Dara memutar mata. Kalau ditanya berapa kali, Dara pun tidak tahu. Karena Nio bisa mengajaknya melakukan itu beberapa kali dalam sehari.
Dara sebenarnya tidak ingin memberitahu, tapi Acha pasti akan terus memaksanya bercerita bagaimanapun caranya.
Dara akhirnya hanya bisa menghela napas pelan.
"Enggak tahu. Enggak kehitung." katanya.
"Berarti sering, dong?"
"Tiap hari, libur cuma kalau datang bulan."
Acha menutup mulutnya dengan tak percaya.
'Katanya enggak mau, ogah nikah sama Oom-Oom. Lah itu, buktinya tiap hari ngewe.' batinnya.
Acha semakin mendekat.
"Enak enggak, Dar?"
Pipi Dara kembali memerah mendengar pertanyaan itu. Dia langsung membuang wajah.
"Enggak tahu, gue enggak mau jawab yang itu." katanya.
Acha mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Enak, berarti." simpulnya.
Mendengar ucapan Acha, Dara pun kembali menoleh kepadanya.
"Dapat teori dari mana lo, tiba-tiba nyimpulin begitu?" paniknya.
Padahal dia sudah berusaha untuk tidak over sharing, tapi kenapa sahabatnya ini selalu tahu jawaban apapun yang dia sembunyikan, sih?
Acha terkekeh pelan.
"Jawabannya tuh keliatan banget dari reaksi lo, Dar." katanya.
Dara memegangi pipinya. Sebegitu kelihatannya, kah? Ugh, malu sekali rasanyaaa!
Acha membawa mobilnya berjalan perlahan, menuju sebuah restoran langganan mereka yang letaknya tak jauh dari mall tadi. Mereka segera masuk ke dalam, lalu memesan makanan dan minuman.
"Karena sekarang lo udah nikah, udah 'begituan' juga, perasaan lo ke Oom gimana? Udah cinta?" tanya Acha lagi.
Dara tidak tahu kenapa Acha terus-terusan mempertanyakan hubungannya dengan Nio. Tapi pertanyaan Acha membuatnya ikut berpikir.
Apa dia sudah mencintai Nio?
"Entah, lah." jawab Dara, "Gue juga enggak tahu,"
Sebelah alis Acha naik saat mendengar itu.
"Kenapa?"
"Ya gue enggak tahu apakah gue udah cinta atau belum sama dia, tapi... Oom lo tuh baik. Dia lembut, pengertian, dan dia tahu banget yang gue suka. Dia juga selalu berusaha ngelakuin apapun untuk bikin gue bahagia. Karena itu, kayaknya gue udah terbiasa sama dia—mungkin bisa dibilang begitu." kata Dara.
"Cinta dong, berarti?"
Dara mengedikkan bahu.
"Gue enggak tahu. Tapi kalau enggak salah, ada yang bilang kalau 'berhubungan badan membuat orang jadi merasa terikat', pernah denger ini enggak? Nah, gue rasa gitu." jelas Dara.
Acha manggut-manggut dengan penjelasan sahabatnya.
"Kalau misalkan Oom gue ninggalin lo sekarang, gimana perasaan lo?" tanya Acha tiba-tiba.
Pertanyaan Acha membuat Dara seketika menoleh ke arahnya. Nio... meninggalkannya? Memangnya bisa? Bukankah dia sudah cinta mati padanya—seperti yang selalu dia bisikkan saat mereka bersama? Dia bahkan sepertinya tidak bisa jauh terlalu lama darinya.
Tapi, kalau misalkan Nio benar-benar melakukan itu...
Seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka—menginterupsi pembicaraan itu. Dia meletakkan semua makanan itu diatas meja. Diantara makanan itu, ada seafood.
Namun saat aroma seafood itu tercium di indra penciuman Dara, mendadak dia merasa mual.
"Hoek,"
Dara menutup mulutnya, agak menunduk.
Acha yang melihat itu seketika melebarkan mata. Pikirannya pun langsung tertuju pada satu hal.
"Dar, lo hamil?!" tanyanya.
***
Jangan lupa like, komen, dan subscribe nya bolo-bolo 🤭
Sampai jumpa di bab selanjutnya~
btw, Dar kuatin punggung lu aja ya, pria umur segitu masih ke itung muda. 🤣
ga semua sih cuma seuprit laki laki