Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU DEVA
Melihat Mira begitu terburu-buru berangkat kerja dengan menaiki ojol, Angga terlihat sangat geram dan kesal. Dia langsung mengambil handphonenya dan mengirimkan pesan kepada Deva.
"Loe kalau mempekerjakan manusia itu yang wajar dong! Masak accounting jam setengah tujuh udah otw ke kantor? Loe sengaja mau menyiksa bini gua?" ketiknya dengan wajah menekuk.
"Kalau loe kagak suka sama gua, main fair aja! Jangan bawa-bawa bini gua!" lanjutnya.
"Awas kalau loe berani macam-macam kepada Mira! Gua hajar loe!" Angga mulai ngelantur.
Deva tersenyum saat membaca chat dari Angga.
"Dasar pria bodoh! Dia bahkan tidak tahu kalau Mira sudah mengundurkan diri? Suami macam apa dia?" gumamnya tanpa membalas pesan itu.
"Loe buta atau gila? Balas, Nyet!" Angga mendengkus sebal saat melihat pesannya bercentang dua biru, tapi tak ada balasan.
Dia tidak tahu kalau sebenarnya Mira tidak berangkat kerja.
Wanita itu sedang ingin menenangkan diri, dia pergi ke apartemen Rika. Mereka bertiga akan healing seharian. Rika dan Nana mendadak harus membeli surat dokter ke rumah sakit untuk bolos kerja, demi Mira.
*****
"Loe gila? Itu Angga kayak bebek, main nyosor aja sampai badan loe kayak orang kena eksim! Merah-merah, Cuy!" Rika terkekeh.
"Heemmmbb, dia seperti orang kesetanan kalau di ranjang." Mira mendengkus.
"Bule yang gua pacari aja kagak sebegitunya, Mir! Itu leher, dada, dan perut lho merah semua, kayak digigit vampir tahu gak sih?" kelakar si Rika.
"Loe diperkosa apa melakukan itu semua atas dasar suka sama suka?" Sekretaris Angga itu mencebik.
"Gua suka dia, tapi dia kagak." Mira mengambil syal dan melilitkannya di leher, lalu memakai sweater agar warna merah di leher dan di dadanya tertutup.
"Loe gila ...?!" Nana memekik histeris.
"Jangan bilang kalau loe cinta sama boss dingin itu!" Wanita itu membelalak.
"Gua kira dia serius dengan ucapannya, tapi ..., ah memalukan sekali!" Mira menutupkan telapak tangan di wajahnya dengan kesal.
"Loe ini mirip remaja puber tau gak? Malu-malu kucing tapi mau aja diembat kucing garong." Rika terkekeh.
"Nih pakai baju gua! Jangan pakai sweater begitu! Loe lebih mirip orang cacingan, panas-panas kok pakai sweater?!" Dia tergelak.
"Pakai kacamata hitam biar mata loe yang bengkak ituh tidak kelihatan orang!" Rika pun melemparkan kacamata kepada Mira, lalu mendengkus.
"Jadi cewek itu harusnya gak boleh nangisin cowok! Apalagi mewek di depan mereka! Kalau gua sih ... pantang menangis di depan cowok! Huuft ...!" sungutnya.
"Orang jatuh cinta mah memang begok." Nana tergelak.
"Kalian hahat (jahat) ...!" Mira mencebik.
"Yaaa, kami memang hahat, ya udah ... sana loe main aja sama Boss Angga si pria dingin itu, wekeekek," kata si Nana.
Mira memonyongkan bibir.
"Dah ayo lekas berangkat, kita ke Ancol and let's having fun ...!" teriak Rika dengan girang.
*****
Hari itu Mira dan kedua sahabatnya jalan-jalan ke Ancol. Mereka memang ingin menghibur Mira sekligus menyenangkan diri sendiri, istilahnya healing.
"Eh, loe, loe kalau upadate status jangan lupa kecualikan kontrak Pak Angga," kata Nana sambil menyetir.
"Kita bisa digantung sama pria dingin itu di parkiran kalau ketahuan bolos, wakakak." Rika terbahak.
"Eh, pacar bule loe kemana, Rik?" Mira menimpali.
"Lagi banyak urusan! Dia udah seminggu ke Bali, mungkin lagi ngeuwe dengan bule cewek di sono," sahut sahabatnya sekaligus sekretaris Angga itu. Dia tertawa kuda tanpa beban kalau membahas urusan cowok.
"Loe gak pengen deket dengan si Reno lagi? Loe dulu sempet rebutan Reno dengan si Carla, kan?" Nana terkekeh.
"Reno? Cowok kere dan banyak mulut itu?" Rika mencebik.
"Dih sorry yee ... cowok ember kayak si Reno mah bukan tipe gua! Lagian ... gua cuma manas-manasin Carla saja waktu itu. Dia kan cewek resek sok cantik dan sok laris yang berharap dieuwe sama Pak Angga, eh tapi dia malah dieuwe sama si Reno berulang kali. Hahaha." Rika tergelak.
"Tapi gua kan baek, gua malas ikut campur urusan rumit mereka, kalau gak ... udah gua laporin ke Pak Angga kalau ceweknya sering check in sama si Reno," tandasnya.
"Kemarin dia juga bilang kalau gua ini bukan tipe dia, dan Carla lah cewek tipe idaman dia." Tiba-tiba Mira tersenyum getir.
"Tipe dia mungkin cewek salome, satu lobang rame-rame, kayak si Carla, hahahah." Rika masih tergelak.
"Cewek virgin semakin terbelakang, kalah laris sama cewek salome." Nana mencebik.
"Makanya ... gua suka kawin sama bule saja, wakakak, ituuhh tipe gua," bisik si Rika.
****
Di Ancol mereka bersenang-senang, mereka bermain apapun yang mereka sukai. Mira pun mulai bisa melupakan kekesalan terhadap suaminya. Dia berteriak, tertawa dan bergembira dengan kedua sahabatnya, naik dufan sepuas hati dan makan sesuka mereka. Pokoknya having fun.
Mira duduk di foodcourt, dia memesan mango thai dan kentang spiral dan beberapa jajanan kekinian. Dia benar-benar menikmati liburannya.
"Mira ?" Terdengar seseorang menyapa.
Mira menoleh.
"Pak Deva?" ucapnya dengan ramah, sedikit terkejut.
"Sama siapa? Sama Angga?" Deva mengerjap,
"Sama bestie, hehehe." Mira terkekeh.
"Boleh saya duduk?" tanya Deva.
Mira pun mengangguk, dan pria itu segera duduk di depannya.
"Bapak lagi liburan dengan keluarga, kah?" Mira berbasa-basi.
"Kebetulan ada keluarga saya dari luar kota yang ingin kemari, karena besok mereka harus pulang ... jadi, saya ajak aja hari ini, hehehe." Deva tersenyum simpul.
"Oh." Mira mengangguk pelan.
"Teman-temanmu mana?" Deva mencebik, sekedar mengisi obrolan.
"Itu lagi berenang," kata Mira seraya menggerakkan dagunya ke depan.
"Oh ... kamu tidak renang juga?" tanya Deva.
"Lagi dapet, Pak." Mira tersipu, ia berbohong. Karena tidak mungkin ia mengatakan jika dia tak berani berenang karena leher dan dadanya kemerahan habis digigit ikan cupang cap Angga.
Deva pun mengangguk, lalu tersenyum.
"Soal surat resign yang kamu emailkan ... saya belum membukanya, lho." Pria itu menatap Mira sesaat.
"Lalu, Pak?" Mira menoleh.
"Ya ... kamu belum resmi resign. Kamu boleh masuk bekerja lagi jika kamu masih berminat," sambung Deva.
"Sungguh?!" Mira terbelalak.
"Heemmmbbb." Deva mengangguk.
"Tapi saya kurang nyaman satu kantor dengan Pak Reno, Pak. Saya ... saya ... kurang nyaman saja." Mira terlihat ragu. Dia masih trauma dengan sikap Reno kapan hari saat Angga datang menjemputnya.
"Baiklah kalau begitu." Deva tersenyum.
"Sebenarnya saya mau buka anak cabang, tapi di Tangerang. Kalau kamu berminat ... saya bisa menerima kamu bekerja di sana," tandasnya.
"Nanti saya pikirkan, Pak," kata Mira.
Mereka berdua mengobrol ngalor ngidul hingga Mira kelupaan dan melepas kacamata hitamnya. Saat itulah Deva tidak tidak sengaja melihat mata Mira yang sedikit bengkak. Deva langsung paham kalau Mira telah usai menangis dalam waktu yang lama.
"Apakah dia tidak bahagia menikah dengan Angga?" bisiknya.
"Bodoh sekali si Angga kalau sampai menyia-nyiakan wanita secantik dan secerdas Mira. Dia juga baik dan humble," gumamnya.
"Mari makan, Pak." Mira pun terlihat asik makan mie gelas, corn dog, kentang mayo, dan mango thai di depannya.
"Hari ini saya tidak diet, hehehe," sambungnya.
"Cewek biasanya begitu ... saat stress dan badmood, pelampiasannya ya ... kalau gak ke shoping ya ke makanan, hehehe." Deva tertawa kuda.
"Ah, Bapak benar, hehehe." Mira pun terkekeh.
Deva tersenyum, dia lalu memfoto meja di hadapan Mira yang penuh dengan makanan dan barang-barang Mira, juga barang kedua sahabatnya.
"Terlihat mencolok," gumamnya, lalu ia hapus foto itu.
Deva lalu memfoto tangan Mira yang sedang memegang gelas mango thai, hanya sebatas telapak tangan dan gelas yang berada di atas meja.
"Ah, jangan begini, terlihat berlebihan," gumamnya lagi, tetapi tidak ia hapus.
Pria itu pun memotret asal-asalan ke tempat alam terbuka, ke kaki langit.
JEPRET
"Cukup aesthetic," bisiknya.
Dia jadikan status dengan caption ...
"Hujan masih air, dan dia masih milik orang lain, hehehe."
SENT.
Lima menit kemudian, Angga langsung membaca status Deva. Pria dingin itu langsung melotot lebar.
"SHARELOC!" tulisnya dengan huruf besar, seakan cukup menggambarakan rasa marah di dadanya.
Deva pun tersenyum puas.