Jati memutuskan berhenti bekerja sebagai Mafia misterius bernama Blood Moon. Organisasi bayangan dan terkenal kejahatannya dalam hal hal kekayaan di kota A.
Namun Jati justru dikejar dan dianggap pengkhianat Blood Moon. Meski Jati hanya menginginkan hidup lebih tenang tanpa bekerja dengan kelompok itu lagi justru menjadikannya sebagai buronan Blood Moon didunia bawah tanah.
Sekarang Jati menjalani hidup seperti orang normal seperti pada umumnya agar tidak berada dibayang bayang kelompok tempatnya mengabdi dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal Terharu
Saat asyik melamun dijendela kamarnya.
"Permisi nona, ada pesanan nona yang diantarkan oleh kurir diluar Mansion."
Teriak seorang pelayan sambil menggedor gedorkan pintunya.
Cila terbangun dari mengkhayal bermesraan bersama kak Wira. Dengan malas Cila berjalan dan membukakan pintu kamarnya.
"Cila gak pesan apa apa"
Ucapnya singkat karena mengganggu saja pelayan itu.
"Tapi kata kurirnya pesanan itu diantar untuk nona dari tuan Jat--
"Ehh?"
Pelayan itu melihat tidak ada lagi nonanya itu. Dia sudah berlari kencang mendengar nama Jati disebut.
--
Cila tiba diruang tamu dengan wajah sumringah. Tampak beberapa pelayan kewalahan meletakkan pocket bunga berukuran raksasa.
Semakin berbinar matanya, ternyata pacarnya seperhatian itu sekali.
"Wah pacar Cila akhirnya beliin pocket bunga?"
Cila menyapu air matanya karena terharu.
"Maaf nona, katanya yang mengantar pocket bunga ini dari tuan Jati tapi tuan Jatinya tidak ada?"
Pelayan pelayan itu saling menyikut satu sama lain. Mereka ragu mengatakannya.
"Masa sih? Memangnya kemana ka Wira pergi?"
Cila penasaran kenapa pelakunya tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Salah satu pelayan memberanikan diri berkata.
"Anu nona, tuan Jatinya tidak ad--
"Uhuk, Uhuk"
Tiba tiba entah kapan seorang Jati berdiri disamping pintu sambil batuk batuk.
"Kak Wira?"
Cila sontak berlari kecil kearahnya, lalu memeluknya dengan terharu.
Jati menahan nafasnya, lalu membuangnya dengan kasar.
"Sialan, wanita itu akhirnya memberikan juga pocket bunganya tapi kenapa sangat besar sekali ukurannya?"
Jati fokus memandangi pocket bunga yang membuatnya kaget itu.
Pelayan pelayan itu segera berlarian menjauh dari mereka berdua, takut merusak suasana mereka sebagai nyamuk penganggu.
"Lepaskan, kamu membuatku malu saja."
Jati melepaskan pelukan Cila-- dia malu karena dipeluk. Sebagai pria yang hidup sendirian sebagai Mafia... Jati tak pernah dipeluk seorang wanita.
Wajahnya menahan malu karena baru kali ini dipeluk.
"Ih, kakak... apa yang dimaluin? Cila kan pacar kakak?"
Cila cemberut karena gagal terharu setelah asal lepas saja pelukannya.
"Terserah, tapi dimana David? Kenapa orang itu tidak ada?"
Jati mengamati ruang tamu... tidak ada David duduk.
Biasanya dia melotot kearahnya karena dekat dekat dengan Cila. Kali ini orang itu sama sekali tidak ada, Jati penasaran kemana dia pergi.
"Kok kakak panggil papa pakai nama sih?"
Gerutu Cila sebal dan tidak nyaman didengar dengan sebutan papanya yang asal ucap saja.
Jati menyipitkan matanya.
"Terus apa?"
"Panggil papa, kan biar kita lebih dekat lagi."
Cila tersenyum lucu melihat pacarnya itu kebingungan menjawab.
"Cuih, malas sekali mengakui orang itu."
Batin Jati ragu sebab dia dan David cuma sedikit saja selisih umur. Mungkin David seperti kakak kelas kalau disekolah... seharusnya mereka berteman bukan menjadi menantu dan mertua.
"Oke kalau kak Wira tidak mau memanggil papa David sebagai papa... Cila gak mau bicara sama kak Wira lagi."
Cila memalingkan wajahnya kearah lain dan berharap berhasil dengan cara itu.
"Ya, ya, ya, papa dimana? Sudah puas?"
Kesal Jati sangat terpaksa agar Cila tidak mendiamkan diri dengannnya.
Cila menoleh kearahnya dengan senyum kemenangan. Dia mencodongkan tubuhnya kedepan, lalu berucap lembut.
"Papa pergi kak-- kita aman bermesraan tidak diganggu papa lagi."
Tubuh Jati merinding mendengar ucapan Cila, lalu dia perlahan mundur.
"Ber- berduaan?"
"Yaiyalah kak, masa sama hantu sih?"
Cila terkekeh lucu melihatnya yang bertanya gelalapan seperti itu.
"Viona nelpon katanya ada berkas yang harus aku tanda tangani, sampai jumpa lagi, oke."
Jati mengelus kepala Cila yang kebingungan, lalu bergegas kabur dari Mansion.
"Kak, tunggu, Cila mau ikut."
Teriak Cila yang mencoba mengejar tetapi sayangnya Jati menghilang begitu saja.
"Ih, nyebelin banget sih kak Wira?"
Gerutu gadis itu marah marah sendiri.
"Mengganggu saja Viona itu, awas aja kalau sampai menggoda kak Wiraku."
Cila gelisah karena takut pacarnya tergoda asisten pribadinya itu. Viona juga tak kalah cantiknya dengannya-- Cila takut pacarnya direbut oleh Viona.
Karena gelisah Cila mencoba ingin mengejar Jati menggunakan angkutan apa saja menuju kantor. Namun itu tidaklah mudah.
"Kembali kedalam nona, tuan David akan sangat murka jika nona pergi dari Mansion."
Tarno mengunci gerbang pagar Mansion sambil memikul banyak barang, membantu para pelayan.
"Tapi Cila harus mengejar kak Wira karena takut dia tergoda sama Viona?"
Cila mencoba membuka paksa pintu gerbang Mansion tapi sia sia saja, pintunya sangat sulit dibuka.
"Hahaha"
Tarno tertawa melihat nonanya itu tampak aneh sekali menurutnya.
"Kenapa paman tertawa?"
Cila melotot tidak senang melihat kearah pria tua yang dipanggilnya paman.
Tarno berkata sambil menahan perutnya.
"Sudahlah nona biarin aja tuan Jati pergi, ngapain dipikirin segala?"
"Cila sudah bilang kalau kak Wira bisa bisa direbut sama Viona jika dia menggodanya."
Tarno mengelus dahinya dengan pusing.
"Tenang nona tidak usah khawatir... Viona itu milik paman jadi nona gak perlu dipikikin."
Cila menatap paman Tarno dengan serius.
"Apa paman serius?"
"Ya, iya... paman serius, Viona adalah pacar paman."
Tarno terpaksa berbohong mengakui Viona sebagai pacarnya agar nonanya itu tidak berbuat nekad kabur dari Mansion.
"Bilangan sama Viona jangan menggoda pacar Cila, awas aja sampai menggoda pacar Cila."
Peringat Cila dengan penuh ancaman dan tak rela pacarnya direbut orang lain.
"Baik, baik, nanti paman bilangan sama Viona."
Tarno pusing menghadapi nonanya itu.
Cila kembali ke Mansion setelah tenang dan memastikan paman Tarno menegur pacarnya. Cila berjalan melewati tumpukan pocket bunga raksasa di ruang tamu.
Cila kembali kekamar saja karena tidak bersemangat lagi setelah Jati pergi begitu saja.
--
Diluar Mansion, Tarno memukul mukul kepalanya sendiri.
"Untung saja aku punya alasan agar nona tidak berbuat nekad lagi?"
Tarno sangat ingat putri majikannya itu terbilang aneh. Jika Jati pergi tanpa permisi maka nonanya berusaha mencari cara keluar dari Mansion.
Beruntungnya dia bersama anak buahnya selalu siaga menjaga ketat agar nonanya tidak kabur hanya karena menemui tuan Jati.
Kalau tidak maka tuan David memarahinya dan memotong gaji mereka.
"Sepertinya aku perlu menambah tambahan pasukan lagi untuk memperketat penjagaan Mansion ini jika nona berulah lagi?"
Tarno yang sudah selesai membantu para pelayan, bergegas melalukan misi selanjutnya.
Yaitu pergi ke dunia jalanan tempat dimana preman dan geng motor berkuasa. Tarno harus mengalahkan mereka dan memaksa mereka menjadi anak buahnya guna menambah pasukannya sendiri.