Evan adalah seorang pemuda miskin yang membangkitkan kekuatan mata api di dalam dirinya. Mata api ini memiliki kemampuan yang luar biasa, mampu menembus pandang, kekuatan medis legendaris, ahli beladiri tidak tanding.
Kehidupan Evan juga seketika mulai berubah, dari yang sebelumnya begitu di remehkan, kini orang yang paling di idamkan.
Istri yang dia nikahi secara tiba-tiba, secara perlahan juga jatuh hati kepadanya dan bahkan banyak gadis-gadis cantik yang mendekatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus budianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 34 GIOK DARAH
"Haha... bocah, kamu ingin mengalahkan ku, jangan bermimpi," ujar Margono.
"Orang yang akan kalah adalah kamu," balas Evan.
Evan meletakkan telapak tangan kanannya pada batu yang sebesar bola kaki. Seketika cahaya api terang muncul di kedua mata Evan. Energi spiritual mulai mengalir ke telapak tangan Evan.
Energi spiritual itu langsung masuk ke dalam batu dan membuat tekanan. Batu itu mulai retak secara perlahan.
Cahaya menyilaukan juga mulai memancar dari setiap retakan batu tersebut. Seketika orang-orang mulai menggunakan tangannya untuk menutupi mata karena silau oleh cahaya tersebut.
Energi spiritual juga meledakkan batu tersebut dan terlihat sebuah giok berwarna merah yang berada di tangan Evan.
"Astaga, itu adalah giok alami merah yang sangat langka," ujar salah seorang di sana.
"Giok alami merah biasa di sebut dengan giok darah, setiap bagian dari giok tersebut sangatlah langka," ujar orang yang lain.
"Tidak perlu bertanding lagi, pemuda ini sudah pasti pemenangnya," ujar orang yang lain lagi.
Giok darah adalah salah satu giok yang sangat langka sekali. Bila di bandingkan dengan giok kristal milik Margono, jelas berada di level yang berbeda.
"Lelucon apa ini?" Margono tampak diam membatu.
"Bocah ini malah mendapatkan giok darah dari gudang batu tidak berguna ini," Margono terperangah seolah tidak percaya.
Sementara Lukman Satrio tampak begitu kesal sekali dengan hasil ini. Tidak di sangka Margono justru kalah dalam pertandingan ini. Lukman juga mulai pergi meninggalkan tempat itu.
"Evan, kamu luar biasa sekali, kita sudah menang," ujar Lisa sangat senang dan bersemangat.
Evan juga mulai berjalan menghampiri Margono yang tubuhnya mulai gemetaran.
"Menang dan kalah, kamu juga sudah tahu bukan, kamu harus menepati janjimu bukan?" ujar Evan kepada Margono.
"Aku tidak percaya, kamu pasti telah berbuat curang," balas Margono tidak bisa menerimanya.
"Tempat ini adalah tumpukan batu tidak berguna, bagaimana mungkin kamu bisa mendapatkan giok darah?" sambung Margono. Margono tidak bisa menerima bahwa dirinya telah kalah dari Evan.
"Curang, haha..." Evan tertawa.
"Aku lihat orang yang curang itu adalah kamu," ujar Evan.
"Kamu berbicara sembarangan, atas dasar apa aku berbuat curang," balas Margono.
Tiba-tiba saja Evan dengan sangat cepat merebut batu yang di pegang oleh Margono. Batu itu adalah batu yang telah di persiapkan oleh Margono sebelumnya. Sontak saja Margono kaget dengan tindakan Evan ini.
"Semuanya, lihat dengan baik," ujar Evan kepada semua orang.
Seketika Margono langsung merasakan adanya firasat buruk.
Evan langsung menjatuhkan batu itu ke lantai. Benturan dengan lantai membuat batu itu terbelah menjadi dua dan keluar dari dalamnya sebuah giok kristal.
Namun yang tampak begitu aneh adalah potongan kedua batu itu terlihat rapi dan presisi seperti sudah di potong menggunakan mesin sebelumnya. Terlihat juga ada bekas lem pada kedua potongan batu tersebut.
"Isi batu ini jelas di tempelkan kembali, di atasnya juga masih ada perekat," teriak Evan dengan suara keras.
"Giok yang ada di dalamnya juga di masukan setelah di buka," sambung Evan.
Semua orang juga dapat mengetahui bahwa Margono telah berbuat curang. Jelas sekali batu yang di pilihnya adalah batu yang telah di persiapkan sebelumnya.
"Sialan, bisa-bisanya sudah tua berbuat curang seperti ini," maki seseorang kepada Margono.
"Apa dia sedang mempermainkan semua orang, aku pikir dia seorang master sejati, tapi malah seperti pecundang," ujar orang yang lain.
"Bajingan, dia telah merusak reputasi dalam bertanding batu, lebih baik hajar saja," ujar orang yang lain lagi.
Orang-orang tampak geram sekali mengetahui kecurangan dari Margono. Berbuat curang dalam bertanding adalah tindakan tidak terpuji.
"Apa yang kalian inginkan?" ujar Margono kepada orang-orang yang mulai mendekatinya.
Orang-orang mulai mengepung Margono sambil mengepalkan tinjunya. Margono saat ini mulai tampak ketakutan.
"Menginginkan apa, tentu saja menghajar mu," ujar salah seorang di sana melinting lengan bajunya.
"Semuanya, ayo kita pukul bersama penipu tua ini," ujar orang yang lain.
"Biarkan saja seumur hidupnya berbaring di atas kasur," ujar orang yang lain lagi dengan batu di tangan.
"Tidak... jangan..." mohon Margono.
Namun orang-orang sudah begitu kesal dan emosi dengan kecurangan dari Margono. alhasil Margono di keroyok secara ramai-ramai.
Beberapa saat kemudian,
tampak Margono yang sudah babak belur dengan banyak benjolan di wajah dan kepalanya.
Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, di mana Margono telah kalah dan harus menepati janjinya kepada Evan.
Orang-orang memaksa Margono untuk menggonggong layaknya seekor anjing di depan semua orang. Margono juga tidak berani untuk menolak dan hanya bisa menuruti nya.
Alhasil Margono mulai merangkak dan menggonggong seperti anjing. Orang-orang juga menertawai Margono yang menjadi tontonan bagi semua orang.
Akhir yang sangat tragis di dapatkan oleh Margono. Awalnya berencana untuk membalas dendam, tapi kini tampaknya dia juga akan menyusul Junaidi adik seperguruannya.
Petugas pada festival itu juga tiba di sana dan mengambil giok darah yang Evan dapatkan. Material di dalam gudang ini adalah sepenuhnya milik dari pihak penyelenggara festival, yang berarti giok darah tersebut adalah milik mereka.
Namun pihak penyelenggara festival sama sekali tidak berniat untuk mencari keuntungan. Mereka mengatakan bahwa giok darah tersebut akan di jual dan uangnya di gunakan untuk amal.
Beberapa menit kemudian, Evan dan Lisa kini telah berada di aula utama tempat pertandingan akan di gelar. Hanya tinggal beberapa menit lagi pertandingan resmi di mulai.
Akibat kejadian sebelumnya, mereka terlambat untuk membeli batu yang akan di gunakan untuk pertandingan tersebut.
Tampak semua peserta lomba juga telah selesai membeli batu dan sedang duduk di hadapan panggung menunggu lomba di mulai.
Terlihat juga Lukman Satrio dengan seorang pria tua di sebelahnya yang sudah duduk santai dengan beberapa batu miliknya.
"Evan, tampaknya kita terlambat," ujar Lisa kepada Evan.
"Batu yang tersisa juga tidak terlalu banyak," sambung Lisa.
Para peserta lain yang sudah datang lebih dahulu juga telah membeli batu pilihan mereka. Alhasil kini batu yang tersisa adalah bekas dari mereka.
"Kamu carilah, siapa tahu masih ada batu yang cukup berharga," ujar Lisa.
Lisa juga mulai mencari batu yang kemungkinan berisi giok terbaik di dalamnya. Sejujurnya Lisa sangat berharap sekali bisa memenangkan pertandingan ini. Mengingat reputasi besar yang akan di dapatkan bagi perusahaan yang dapat memenangkan nya.
Namun kini hanya tinggal sisaan batu saja dari kontestan lain, entah masih bisa menemukan batu yang berharga atau tidak, pikir Lisa.
Evan juga mulai mencari batu yang berisikan giok di dalamnya dengan menggunakan kekuatan mata apinya. Pandangan Evan langsung menembus setiap batu yang berada di sana, namun tampak sedikit rasa kekecewaan pada wajah Evan.
Kemudian pandangan Evan mulai mengarah ke bagian sudut ruangan. Di sana ada ratusan bongkahan batu yang tampak kusam dan tersusun rapi. Hal tersebut karena tidak ada satupun orang yang berminat untuk membeli dan memeriksanya.
"Tidak menyangka, aku kembali menemukan barang bagus," pikir Evan.
Evan menuju ke sudut ruangan itu dan mulai melihat-lihat batu yang berada di sana.
"Tuan apa anda ingin membeli batu ini?" tanya petugas yang berjaga di sana.
"Harganya murah saja, 1 juta per batu," sambung petugas.
Di bandingkan dengan batu yang lain, batu di tempat itu harganya begitu sangat murah sekali. Batu yang lain harganya bisa mencapai ratusan juta, bahkan ada yang milyaran, selisih sangat jauh sekali dengan batu di tempat itu.
"Aku beli yang ini," ujar Evan.
Evan kemudian membawa batu tersebut untuk menemui Lisa. Lisa sendiri juga telah selesai membeli dua buah batu yang akan dia ikutkan lomba.
Kedua batu yang Lisa pilih ukurannya sebesar bola futsal. Lisa membawa kedua batu tersebut dengan menggunakan alat bantu. Sedangkan harga dari kedua batu itu jika di total mencapai 15 milyar.