NovelToon NovelToon
Istri Kontrak Sang Duda Kaya

Istri Kontrak Sang Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya
Popularitas:19k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Demi melunasi utang ayahnya yang menumpuk, Rumi rela menikah kontrak dengan Radit, duda kaya raya yang kehilangan istrinya tiga tahun silam karena perceraian.

Bagi mereka, pernikahan ini tak lebih dari sekadar kesepatakan. Rumi demi menyelamatkan keluarganya, Radit demi menenangkan ibunya yang terus mendesak soal pernikahan ulang. Tak ada cinta, hanya kewajiban.

Namun seiring waktu, Rumi mulai bisa melihat sisi lain dari Radit. Pria yang terluka, masih dibayang-bayangi masa lalu, tapi perlahan mulai membuka hati.

Saat benih cinta tumbuh di antara keterpaksaan, keduanya dihadapkan pada kenyataan pahit, semua ini hanyalah kontrak. Dan saat hati mulai memiliki rumah, mereka harus memilih. Tetap pada janji atau pergi sebelum rasa itu tumbuh semakin dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Janji Radit

"Rumiii!" seru Novi, hampir tak bisa menahan lengkingan suaranya saat membuka pintu dan melihat Rumi yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Tahan, Sayang," bisik Nauval sambil menyentuh lengannya lembut. "Ini rumah sakit. Rumi baru melahirkan. Jangan bikin dia kaget, ya?"

Novi mendengus, memutar bola matanya malas. Tapi senyum bahagianya tak bisa disembunyikan saat ia mendekat dan memeluk Rumi perlahan.

"Kamu hebat, Rum. Kuat banget. Selamat, ya. Sekarang kamu resmi jadi Ibu dan aku resmi jadi tante!"

Rumi terkekeh, wajahnya berseri meski tubuhnya masih lemah. "Makasih, Nov. Sekarang giliran aku yang nungguin kalian. Kapan nikah, hm?"

Nauval ikut mendekat sambil tertawa pelan. "Kapan Novi siap. Aku udah ngajak, dia malah lari terus."

"Bentar, kali. Nggak usah buru-buru," balas Novi cepat, melirik Nauval dengan malas.

Sementara dua sahabat itu berbincang, Nauval menarik Radit menjauh ke sisi ruangan yang lebih sepi.

"Aku dapat sesuatu, Dit. Tentang CCTV di rumah, sesuai permintaanmu kemarin," ujar Nauval dengan nada rendah.

Radit langsung serius. "Ada yang mencurigakan?"

Nauval mengangguk. "Waktu itu, Rumi dapat kiriman makanan. Bi Yani bilang itu dari Bu Widya."

Radit mengerutkan kening. "Mama?"

"Ya. Aku curiga, makanan itu yang bikin Rumi keracunan. Sengaja diracuni."

Radit mendesah, rahangnya mengeras. "Aku tahu mama nggak pernah benar-benar berhenti. Tapi sampai segitunya?"

"Itu belum semua," lanjut Nauval. "Ingat Pak Daryan?"

Radit menggeleng perlahan. "Yang mana?"

"Dia mantan kepala keuangan yayasan. Yang kamu pecat gara-gara manipulasi laporan."

"Oh. Terus?"

"Aku dapat informasi, dia sempat bertemu Bu Widya beberapa minggu lalu. Aku yakin mereka bekerja sama. Semua kebocoran sistem di yayasan, terlalu rapi, Dit. Terlalu terstruktur. Pasti karena campur tangan mereka."

Radit terdiam. Pandangannya beralih ke Rumi, yang masih tertawa kecil bersama Novi. Di matanya, tawa itu seperti cahaya. Dan ia tahu, cahaya itu sedang menjadi incaran.

"Kamu fokus jaga Rumi dan Leo," kata Nauval serius. "Biar aku yang turun ke lapangan. Kalau aku berhasil dapetin bukti, aku mohon satu hal."

"Apa?"

"Jangan larang aku untuk lakuin apa yang harusnya kulakuin dari dulu."

Radit mengernyit. "Maksudmu?"

"Menghabisinya. Orang kayak Bu Widya, nggak cukup cuma ditahan. Dia akan selalu balik. Selalu punya cara."

Keheningan menelan kata-kata itu. Hanya suara alat pemantau detak jantung yang terdengar pelan di latar.

Radit menatap Nauval dalam-dalam. Tidak menyetujui, tidak menolak. Tapi ia tahu, ini belum berakhir.

...****************...

Pintu utama rumah perlahan terbuka. Rumi melangkah masuk dengan pelan, menggandeng tangan Radit yang setia menopangnya. Di gendongan kain biru lembut yang didekap Rumi, Leo tampak terlelap, wajah mungilnya damai dalam tidur.

Bi Yani menyambut mereka di ambang pintu dengan mata berkaca-kaca. "Alhamdulillah ... akhirnya pulang juga, Bu Rumi. Selamat datang, Dek Leo."

Rumi tersenyum lemah. "Terima kasih, Bi. Semuanya sudah lewat. Rumah ini, terasa lebih hangat sekarang."

Radit mengangkat koper perlahan, meletakkannya di sisi sofa. Ia menatap sekeliling ruang tamu sejenak, seolah memastikan semuanya tetap utuh.

Rumi menoleh ke arah Radit. "Mas yakin rumah ini aman?"

Radit mengangguk singkat, lalu membantu Rumi duduk di sofa.

"Untuk sekarang, iya. Aku udah minta Nauval cek semuanya. CCTV udah dipasang ulang. Kunci-kunci diganti. Dan mulai hari ini, Bi Yani akan selalu di rumah. Aku juga akan menambah beberapa pekerja lagi. Ada penjaga di luar yang akan selalu standby. Aku nggak akan ambil risiko lagi."

Rumi mengelus kepala Leo yang masih tertidur dalam dekapannya. "Aku nggak pernah nyangka, seorang ibu bisa tega seperti itu."

Radit menunduk. Ada luka yang dalam, tapi ia tahu ini bukan saatnya mengupasnya. "Aku juga nggak. Tapi kamu dan Leo selamat, itu yang paling penting."

Sesaat rumah itu dipenuhi keheningan. Bukan sepi, tapi damai. Keheningan setelah perang.

Radit duduk di samping Rumi. Ia menyentuh tangan istrinya yang membungkus Leo.

"Aku janji. Apa pun yang terjadi ke depan, kamu dan Leo nggak akan pernah sendiri."

Rumi menatap mata Radit. "Aku percaya."

Perlahan, Leo menggeliat dalam tidurnya, mengeluarkan suara kecil seperti keluhan manja. Keduanya tersenyum bersamaan.

"Selamat datang di rumah, Leo," bisik Radit, mengecup kening anaknya lembut. "Mulai hari ini, Papa akan jaga kamu dengan seluruh hidup Papa."

Rumi baru saja berdiri, hendak mengajak Leo ke kamar, saat suara bel rumah tiba-tiba berbunyi.

Drrriiiing .…

Radit refleks berdiri, wajahnya langsung berubah tegang. Ia menoleh pada Bi Yani.

"Bi, tolong lihat siapa itu. Jangan buka dulu sebelum tahu."

Bi Yani mengangguk, buru-buru ke pintu. Ia mengintip dari lubang kecil. Seketika tubuhnya membeku.

"Pak Radit," gumamnya, nyaris berbisik. "Itu ... Ibu Widya."

Radit menghampiri. Ia berdiri di balik pintu beberapa detik, berpikir. Kemudian—klik. Ia membukanya perlahan.

Bu Widya berdiri di sana, rapi seperti biasa, senyum tipis menghiasi bibirnya.

"Mama dengar Rumi dan cucu Mama sudah pulang," ucapnya tenang. "Apa Mama boleh masuk?

Rumi yang mendengar suara itu dari ruang tengah langsung membeku. Tubuhnya menegang, tangannya spontan merapatkan pelukan ke tubuh Leo.

Radit tidak langsung menjawab. Pandangannya tajam, tenang, tapi penuh batas.

"Untuk apa Mama ke sini?" tanyanya dingin.

"Untuk melihat cucu Mama. Setidaknya, izinkan Mama menatap wajahnya sekali saja."

Rumi berdiri dengan hati-hati, menatap Radit penuh isyarat. Ia tak berkata apa-apa. Tapi sorot matanya jelas—jangan biarkan dia masuk.

Radit mengambil napas dalam.

"Maaf, Ma. Sekarang bukan waktunya. Leo baru pulang dari rumah sakit. Dia butuh ketenangan. Dan Rumi juga."

Bu Widya menatap putranya lama. Senyum itu tetap menggantung, tapi matanya menyimpan sesuatu yang lebih kelam.

"Begitu, ya?" katanya pelan. "Kalau begitu, sampaikan salam Mama untuk cucu Mama. Dan untuk Rumi ..."

Tatapannya bergerak, menembus ke arah Rumi di dalam rumah.

"Selamat menikmati peran barunya. Dunia ini jauh lebih keras dari yang kamu kira."

Radit langsung menutup pintu pelan. Tidak membanting. Tapi cukup kuat untuk memberi tanda bahwa semua batas kini telah dibuat.

Di balik pintu, Bu Widya diam. Ia tersenyum. Lalu melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang.

Sementara di dalam rumah, Rumi menunduk. Tubuhnya sedikit bergetar. Radit langsung menghampiri dan memeluknya dari samping.

"Tenang. Dia nggak akan bisa menyentuh kalian lagi. Aku pastikan itu."

1
Tanz>⁠.⁠<
gak mau tau, beresin dit /Sob/
kapal ku gak boleh karammmm!!/Sob/
Tanz>⁠.⁠<
jadi salah paham gini kan, jelasin dit buru /Sob/
Tanz>⁠.⁠<
plz takut banget kandungan Rumi kenapa-napa gara gara ini /Sob/
Tanz>⁠.⁠<
Jambak dit Jambak
Tanz>⁠.⁠<
ada emot kresek gak sih. butuh kresek plz, mau muntah 🤢
Tanz>⁠.⁠<
kalo cinta ngapain pergi mumun, pengganti Reva kau ya 😤
Tanz>⁠.⁠<
dasar perusak kapal ku
Tanz>⁠.⁠<
curiga, udah di apa apain tuh pasti minuman nya 🧐
Kara
balas juga boleh rum, biar dibantu nam-nam☺
Kara
buk, ingat umur. mau diperpendek?
Kara
akun gosipnya pasti lambe nyinyir ini
Kara
reva, sini yok aku ksh tau rencana bagus. disitu ada kandang harimau, km masuk aja gih. gak usah keluar ☺
Muliana
Keduanya sama-sama menyalahkan diri sendiri. Seharusnya Radit bangkit, genggam lagi tangan Rumi, cari tahu penyebab dan akibat kenapa mereka kecelakaan. Jika itu perbuatan Widya, balaskan dendam
NurAzizah504: harusnya begini, kan. semoga radit bisa berpikir jernih /Frown/
total 1 replies
R 💤
Aku juga bingung thor/Sob/
NurAzizah504: sama sama bingung /Sob/
total 1 replies
R 💤
Dengerin Nauval dit...
NurAzizah504: harusnya /Whimper/
total 1 replies
R 💤
Rumi salah, tapi seharusnya kamu juga nguatin dit, jangan nyalahin aja
NurAzizah504: iya kannnn. mana rumi ditinggal sendirian lagi /Sob/
total 1 replies
R 💤
Rumiiii/Sob//Sob//Sob/ hancur sudah dunia Radit Rum /Sob/
NurAzizah504: aaakhhh, benar2 hancur /Sob/
total 1 replies
R 💤
Ha, aku juga.
NurAzizah504: nah kan
total 1 replies
R 💤
Jangaaaaaan, Rum ! Dangerous /Sob/
NurAzizah504: rumi keras kepala /Sob/
total 1 replies
R 💤
Bagus Nauval,, aku bantu doa dari sini
NurAzizah504: sipppp
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!