NovelToon NovelToon
Suami Masa Depan

Suami Masa Depan

Status: sedang berlangsung
Genre:Tunangan Sejak Bayi / Aliansi Pernikahan / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Tsantika

Aruna murid SMA yang sudah dijodohkan oleh ayahnya dengan Raden Bagaskara.

Di sekolah Aruna dan Bagas bertemu sebagai murid dan guru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsantika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Psikopat Matematika

Pipinya merah terkena sinar pagi. Seperti empun yang pecah disapa oleh fajar. Bagas melihat Aruna turun dari mobil pagi itu. Gadis itu mengenakan seragam sekolah lengkap, rambutnya diikat rapi, dan ekspresinya seperti biasa—sedikit jutek tapi tetap memesona. Dari dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari lobi sekolah, Bagas tersenyum tipis dan mengetik pesan

Ia menulis pesan cepat:

"Sore ini jangan lupa, ada pertemuan klub matematika. Wajib untuk yang belum setor PR."

Dikirim.

Beberapa detik kemudian, ia melihat Aruna berhenti di tengah jalan, merogoh saku rok seragamnya, lalu membaca pesan di ponselnya. Wajahnya langsung berubah—dahi berkerut, mata melotot kecil.

Bagas terkekeh pelan. “Pasti ngamuk,” gumamnya, puas.

Aruna mendengus, menekan ponselnya agak kasar dan menyimpannya ke dalam tas.

Di dalam mobil, Bagas tertawa kecil. Ia masih bisa membayangkan ekspresi Aruna tadi—kesal, tetapi tetap datang. Karena Aruna selalu menepati kata-katanya, meski dengan menggerutu.

Tapi senyum itu menghilang perlahan saat pikirannya melayang ke percakapan mereka di greenhouse.

Kesepakatan.

Aruna ingin mengejar mimpinya. Ia ingin lulus, kuliah, hidup bebas tanpa bayang-bayang orang lain. Dan satu hal yang paling ia takutkan...

"Kalau semua orang tahu calon suamiku adalah guruku sendiri, aku bakal jadi bahan gosip satu sekolah! Gimana aku bisa serius ngejar cita-cita?"

Bagas memejamkan mata sejenak, menyandarkan kepalanya ke jok.

Ia paham.

Hubungan ini rumit. Di luar logika. Tapi ada bagian kecil di dalam dirinya... yang justru menikmati tantangan ini. Aruna keras kepala, galak, tapi hidupnya—sedikit demi sedikit—membuat Bagas penasaran lebih dalam.

Ia membuka mata lagi, menatap Aruna yang kini berjalan ke kelas. Gadis itu tetap anggun meski wajahnya masih kesal.

Bagas melihat jam. “Sebentar lagi dia masuk kelas,” gumamnya.

“Baiklah, nona keras kepala... kita main sesuai aturanmu.”

Lalu mobilnya perlahan bergerak pergi dari parkiran.

Bagas merapikan kerah kemejanya sebelum meninggalkan ruangannya. Bagas melangkah santai menuju kelas. Ia mengayunkan map pelan di tangannya dan sesekali melirik daftar tugas siswa. Saat memasuki lorong kelas, ia berpapasan langsung dengan Aruna dan Windi.

"Selamat pagi," ucap Bagas datar, seperti menyapa murid biasa.

Aruna meliriknya sekilas, mengangguk singkat tanpa ekspresi. "Pagi, Pak."

Mereka saling lewat begitu saja. Jarak satu meter, tapi atmosfernya seperti dua matahari saling menantang diam-diam di angkasa.

Setelah Bagas berlalu, Windi langsung membisik, “Kok Pak Raden jadi aneh, ya? Kayak... robot. Padahal kemarin waktu manggil kamu ke ruangannya tuh... vibes-nya beda banget."

"Aku dan dia, break."

“Break?” Windi menaikkan alisnya, nyaris menjatuhkan binder yang dibawanya.

“Yup. Break sementara. Aku bisa fokus sekolah, tanpa takut diganggu Aletta yang hobi banget gosipin orang.”

Windi menyengir sambil bergumam, “Gadis donatur ketiga itu emang menyebalkan. Hobinya tebar aura kompetisi dan parfum mahal.”

“Bener. Dan dia suka banget ngorek gosip dari ayahnya yang duduk di yayasan. Tapi itu nggak akan cukup buat ngambil posisiku.” Aruna terkekeh kecil.

Windi berseru pelan, “Yas, Queen!”

Arunaa tertawa pelan, lalu membenarkan rambutnya. "Yang penting, sekarang aku bisa tenang. Pak Raden juga kayaknya ngerti batas."

Mereka berdua tertawa pelan, lalu melangkah masuk ke kelas.

Dari kejauhan, Bagas mengintip sedikit dari pintu kelas. Ia tersenyum melihat Aruna kembali ceria. Meski mereka ‘break’, Bagas tahu Aruna sedang melindungi sesuatu yang lebih penting: dirinya sendiri.

Dan untuk sekarang, itu cukup.

Bel sekolah terakhir sudah berbunyi. Aruna memutar bola matanya sambil berjalan bersama Windi di koridor belakang sekolah.

“Kenapa sih aku dihukum harus ikut klub matematika... Aku merasa kayak jebakan Batman,” gerutu Aruna sambil memeluk bukunya.

Windi menepuk bahu Aruna dramatis.

“Lo kuat, Na. Jangan lupa, Lo calon pewaris pendiri sekolah ini. Tunjukkan kelasmu!”

“Temani aku dong,” pinta Aruna dengan wajah memelas.

Windi langsung menggeleng cepat.

“Pertama, gue bukan anggota klub. Kedua, gue nggak rela jadi nyamuk dan ditinggal begitu saja ketika kalian mulai... bedua di sana.”

Aruna tertawa kecil. “Oke, fine. Ini terakhir kalinya aku terikat sama Pak Raden di luar jam matematika. Habis ini... bebas.”

Keduanya berpisah di belokan koridor. Aruna melangkah menuju ruang klub matematika. Dari arah berlawanan, Atta berjalan bersama dua temannya sambil tertawa-tawa soal video kucing yang viral. Saat melihat Aruna, langkahnya melambat, lalu berhenti tepat di depannya.

“Hai,” sapa Atta, suaranya sedikit lebih datar dari biasanya. “Kamu mau ke mana?”

Aruna tersenyum kaku. “Klub matematika.”

Atta menaikkan alis. “Matematika? Kamu?”

“Dipaksa. Pak Raden,” jawab Aruna singkat, lalu cepat-cepat menambahkan, “Guru matematika. Bukan... yang lain.”

Atta mengangguk, meskipun matanya menyiratkan banyak pertanyaan yang ditahan. “Oke. Aku mau ke ruang musik. Latihan band.”

“Oh,” Aruna mengangguk cepat. “Seru, ya.”

“Yah… lumayan. Nggak serumit integral,” kata Atta sambil menunjuk buku catatan Aruna.

Aruna tertawa kecil. “Setuju.”

“Aku harus pergi. Selamat latihan klub matematika.”

Aruna membalas dengan anggukan. Saat Atta melangkah pergi bersama temannya, Aruna menoleh sekali lagi ke arah punggungnya.

Aruna mengetuk pintu ruang klub matematika dengan malas. Ia menghembuskan napas pelan sebelum membuka dan masuk. Beberapa murid yang sudah duduk di dalam menoleh. Salah satunya—Nadia dari kelas sebelah—melambaikan tangan antusias padanya.

“Aruna, duduk di sini yuk!” seru Nadia.

Namun suara Bagas memotong suasana.

“Aruna, berdiri di sini. Di samping saya,” katanya dengan nada tenang tapi tegas seperti biasa.

Aruna menoleh tajam. “Kenapa saya harus—”

“Sini aja dulu,” potong Bagas, masih dengan senyuman diplomatis guru-guru yang menyebalkan.

Dengan langkah berat, Aruna maju ke depan, berdiri di sisi Bagas. Murid lain mulai berbisik-bisik, ada yang cekikikan geli, ada yang memasang wajah penasaran. Aruna merasa seperti peserta reality show dadakan.

“Sore ini,” ucap Bagas sambil menatap papan tulis, “kita akan bahas soal-soal olimpiade. Dan karena saya yakin kalian bosan lihat wajah saya terus... saya minta bantuan dari Aruna sebagai asisten hari ini.”

“Excuse me?” Aruna menoleh, tercengang.

Bagas tersenyum setengah. “Tenang, cuma bantu bagi kertas, catat jawaban terbaik, dan... kadang ikut menjelaskan kalau bisa.”

Seseorang dari kursi belakang berkomentar, “Wah, kayak pasangan guru-murid gitu ya...”

Aruna menatap tajam ke belakang. “Siapa yang bilang?!”

Murid itu langsung pura-pura menunduk ke bukunya.

Bagas menahan tawa. “Kamu bisa tolong mulai dari bagi soal ini?” katanya sambil menyerahkan setumpuk kertas ke Aruna.

Aruna mengambilnya, bergumam pelan, “Kalau aku tahu bakal kayak gini, tadi aku pura-pura pingsan di tangga.”

Bagas mendengar tapi hanya tertawa pelan. “Tapi kamu nggak pingsan, kamu datang. Dan sekarang jadi partner guru killer.”

“Ugh, aku benci kamu. Psikopat matematika,” bisik Aruna.

Bagas berbisik balik, “Itu kemajuan. Biasanya kamu nggak mau ngomong sama aku.”

Aruna melengos, tapi pipinya merona merah tipis saat membagikan soal ke murid lain.

1
sweet_ice_cream
love your story, thor! Keep it up ❤️
🔍conan
Baca ceritamu bikin nagih thor, update aja terus dong!
Beerus
Buku ini benar-benar menghibur, aku sangat menantikan bab selanjutnya, tetap semangat ya author! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!