Mikayla, wanita pekerja keras yang telah mengorbankan segalanya demi keluarga, justru terbaring sendiri di rumah sakit karena sakit lambung kronis akibat kelelahan bertahun-tahun. Di saat ia membutuhkan dukungan, keluarganya justru sibuk menghadiri pernikahan Elsa, anak angkat yang mereka adopsi lima tahun lalu. Ironisnya, Elsa menikah dengan Kevin, tunangan Mikayla sendiri.
Saat Elsa datang menjenguk, bukan empati yang ia bawa, melainkan cemooh dan tawa kemenangan. Ia dengan bangga mengklaim semua yang pernah Mikayla miliki—keluarga, cinta, bahkan pengakuan atas prestasi. Sakit hati dan tubuh yang tak lagi kuat membuat Mikayla muntah darah di hadapan Elsa, sementara gadis itu tertawa puas. Tapi akankah ini akhir cerita Mikayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sendirian Di Rumah Sakit
Suara mesin infus berdetak pelan. Matahari pagi menerobos tipis melalui tirai putih yang setengah terbuka, menimbulkan bayangan lembut di dinding ruangan. Mikayla terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan tubuhnya terasa seperti baru saja melewati badai panjang.
Pintu kamar diketuk dua kali sebelum terbuka pelan. Seorang pria dengan jas dokter masuk sambil membawa tablet medis di tangan. Wajahnya bersih, matanya tajam tapi hangat.
“Mikayla?” suara berat itu menyapa.
Mikayla menoleh pelan. Meski lelah, ia mengenali suara itu. Ia berusaha tersenyum. “Dokter Gio.”
Gio tersenyum singkat, mendekat dan memeriksa monitor di samping tempat tidur.
“Masih bisa senyum, tandanya kamu belum parah banget,” ucapnya ringan. Tapi nada bicaranya mengandung kekhawatiran.
“Aku baik-baik aja... cuma lambung sedikit rewel,” jawab Mikayla pelan.
Gio menoleh cepat dengan tatapan tak percaya. “Rewel? Mik, kamu pendarahan lambung. Kamu tahu itu karena kelelahan dan stres berkepanjangan? Tubuh kamu udah ngasih alarm bahaya sejak lama, tapi kamu selalu mengabaikannya terus.”
Mikayla menghela napas. Ia memalingkan wajah, menatap langit-langit.
“Aku cuma... nggak sempat istirahat.”
“Kamu harus mulai belajar memprioritaskan diri sendiri, Mik. Pekerjaan bisa menunggu, tapi kesehatan kamu nggak bisa diganti,” tegas Gio sambil menurunkan tablet medisnya dan menatap Mikayla langsung.
“Kamu butuh istirahat total. Nggak boleh banyak pikiran, apalagi stres. Itu bisa bikin lukanya makin parah.”
Mikayla terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahan. Ia terlalu lelah untuk menangis.
“Aku akan coba, Gio,” bisiknya lirih. “Tapi rasanya, aku tak sanggup lagi.”
Gio menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur. Ia menatap Mikayla dengan serius.
“Mik, ini bukan cuma soal obat dan tidur. Kamu juga harus jaga pikiran. Apa pun yang lagi kamu pendam sekarang, kamu harus pelan-pelan lepasin. Tubuh kamu juga butuh istirahat.”
“Kalau damai itu nggak pernah ada dalam hidupku, gimana?” gumam Mikayla sambil tersenyum pahit.
Gio menatapnya dalam-dalam, lalu menjawab pelan. “Apakah kau memikirkan keluargamu itu?”
Mikayla tersenyum kecut.
“Lepaskanlah mereka, Mik. Kau pantas bahagia. Jangan mencari kebahagiaan yang semu. Bukankah kau sangat hebat? Keluarga mu itu sungguh tak layak untukmu.” ucap Gio yang tampak sedih melihat teman kuliah nya dulu yang sangat berprestasi itu kini sakit kronis dan tak ada satupun keluarganya yang peduli.
Mikayla hanya menunduk. Suaranya nyaris tak terdengar. “Terima kasih, Gio...”
Gio berdiri pelan, merapikan jas putihnya.
“Oke, sekarang kamu istirahat. Nggak boleh mikirin apapun yang bikin kamu pusing dan stres. Kamu berhak bahagia.”
Ia berjalan menuju pintu, lalu berhenti dan menoleh lagi. “Dan satu lagi, Mik... kamu nggak sendirian, oke? Setidaknya kamu masih punya aku.”
Mikayla menatap Gio, “Oke, Dokter Gio. Aku istirahat.”
Gio tersenyum, lalu keluar dan menutup pintu perlahan. Keheningan kembali mengisi ruangan, tapi kali ini tak terasa seberat tadi.
“Yah, setidak nya masih ada orang yang mengingatku.” lirihnya.
Mikayla baru saja memejamkan matanya, mencoba mengikuti saran Dokter Gio untuk beristirahat. Suasana kamar sunyi, hanya terdengar suara lembut mesin infus yang berdetak. Tapi tak lama, pintu kembali terbuka, kali ini tanpa ketukan.
Langkah sepatu hak tinggi terdengar menapak pelan namun penuh percaya diri. Aroma parfum mahal menyebar di udara.
“Wah... ternyata benar kamu di sini.”
Suara itu menghantam seperti palu. Mikayla membuka matanya perlahan, dan mendapati sosok yang paling tak ingin ia lihat hari ini, Elsa, adik angkatnya, berdiri di ambang pintu mengenakan gaun pengantin putih yang elegan, riasannya sempurna, senyumnya menusuk.
“Mau apa kamu?” tanya Mikayla pelan.
Elsa tersenyum sinis. Ia melangkah masuk tanpa ragu, “Yah, kupikir aku harus menyempatkan diri, melihat nasib orang yang dulu selalu lebih segalanya dari aku.”
Ia melirik Mikayla dari ujung kepala sampai kaki.
“Lucu ya, sekarang kamu tergeletak di rumah sakit, sendirian. Kau terlihat sangat menyedihkan. Sementara aku, aku akan menikah dengan Kevin. Tunangan kamu.”
Mikayla memejamkan mata rapat-rapat, mencoba mengusir suara itu. Tapi suara langkah sepatu Elsa terus mendekat, penuh irama seperti dentuman palu pada dinding hatinya yang sudah retak.
“Kau tahu, Kak,” suara Elsa lirih namun tajam, “dulu aku selalu iri padamu. Semua orang memuji kamu. Prestasi ini, nilai itu, kebaikan hati, kerja keras. Tapi aneh ya… semua itu nggak membuat mereka memilih kamu.”
Mikayla membuka mata pelan, menahan sakit yang perlahan merambat ke seluruh tubuhnya. Bibirnya bergetar.
“Aku… nggak pernah ingin bersaing denganmu, Elsa…”
Elsa mendengus pelan, lalu duduk di kursi samping tempat tidur Mikayla, menyilangkan kaki dengan anggun meski gaun pengantinnya begitu mencolok di ruangan putih itu.
“Oh, aku tahu. Karena kamu pikir kamu sudah menang dari awal, kan?” Ia tersenyum miring. “Tapi lihat sekarang. Keluarga mu, Ah tidak... keluargaku sekarang beberapa jam lagi akan melangsungkan pesta pernikahanku. Mereka tidak akan ke sini. Mereka memilihku.”
“Mereka... keluargaku...” suara Mikayla mulai pecah, lemah, seakan setiap kata adalah duri.
“Kau masih menganggap mereka keluargamu?” Elsa mendekat, berbisik di telinga Mikayla. “Kau lucu sekali, Mikayla. Kau bahkan sudah di benci dan dilupakan oleh mereka, bahkan untuk hari ini. Tak satu pun dari mereka datang. Mama Vivi bahkan membantu mencarikan gaun pernikahan yang mewah. Papa Julio nanti akan menggandeng tanganku di altar. Dan saudara mu itu, mereka sangat menyayangi ku hingga memberikan hadiah mewah untukku. Bukan kamu. Yah Bukan kamu, Mikayla.”
Air mata mulai mengalir di sudut mata Mikayla. Ia menoleh pelan, menatap Elsa dengan mata yang nyaris padam.
“Kenapa kamu melakukan ini padaku, Elsa? Bukankah aku selalu baik padamu? Tapi kenapa kamu selalu memutar balikkan fakta yang ada, dan membuat mereka membenci ku.”
Elsa tertawa kecil, dingin. “Itu dia masalahnya. Kau terlalu baik. Dan orang baik dan manja seperti kamu, Mikayla, sering kali berakhir sendiri. Karena dunia ini tidak peduli seberapa keras kamu berjuang.”
“Yah, sepertinya aku memang telah kehilangan segalanya,” bisik Mikayla. “Tapi kamu, masih tega datang ke sini dan menghancurkan sisa-sisa diriku.
Elsa berdiri, merapikan gaunnya, lalu menatap Mikayla seperti menatap musuh yang telah dikalahkan.
“Aku hanya ingin kau tahu, semua yang pernah menjadi milikmu, sekarang milikku. Kevin mencintaiku. Keluarga mu yang mengakui aku. Dan kamu?” Ia melirik infus yang menetes pelan. “Kamu hanya seseorang yang di buang dan terlupakan.”
Perut Mikayla tiba-tiba terasa seperti ditusuk pisau. Ia menegang, menekan perutnya sambil meringis. Napasnya memburu, dadanya naik turun tidak beraturan.
“Ah…” Mikayla memekik kecil. Tangan kanannya menggenggam selimut kuat-kuat.
“Apa itu? Sakit?” tanya Elsa dengan nada pura-pura prihatin. “Wah, sampai segitunya ya. Patah hati bisa membuat fisik hancur juga ternyata.”
Mikayla menggigit bibir bawahnya. Darah mulai merembes dari sudut mulutnya. Matanya melebar. Nafasnya mulai tercekat.
buktikan bahwa kamu bisa bahagia dan menjadi orang besar tanpa harus memakai embel embel nama keluarga tocix itu
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
Mikayla semangat 💪
bakal nyesel nanti keluarganya.