Istri Kontrak Sang Duda Kaya

Istri Kontrak Sang Duda Kaya

1. Pernikahan Tanpa Cinta

Ruang kantor KUA terasa begitu sunyi meski ramai. Rumi duduk dengan tangan gemetar, sementara pria di sampingnya, Radit, hanya menatap lurus ke depan. Dingin. Tanpa ekspresi.

"Setelah ini, jangan harap lebih dari sekadar status," ucap Radit pelan namun tajam, tepat sebelum ijab kabul dilafalkan.

Rumi menelan ludah. Dadanya sesak, tapi ia mengangguk. Ini bukan pernikahan impian—ini sekadar kesepakatan. Demi ayahnya. Demi kehidupan yang tak lagi dihantui tagihan dan tekanan.

"Sah?"

Suara penghulu terdengar mantap di ruangan yang terlalu hening untuk sebuah pernikahan.

Radit mengangguk pelan. "Sah."

Rumi menunduk. Tangannya gemetar di balik gaun putih sederhana yang ia pinjam dari tetangganya. Tak ada pelaminan. Tak ada tawa. Hanya suara detak jantungnya sendiri yang terasa makin keras.

Pernikahan ini bukan tentang cinta. Ini tentang utang.

Dan, pria di sebelahnya … pria asing yang dingin, tak menatapnya sejak tadi, adalah suaminya sekarang.

Setelah akad, mereka hanya duduk berdua di kursi tamu, minum teh tawar, dan pura-pura nyaman.

"Kita langsung ke rumah."

Suara Radit akhirnya terdengar. Datar. Tanpa emosi.

Rumi mengangguk pelan. "Baik, Mas."

Radit berdiri duluan. Sejenak merapikan kemeja putih yang lipatannya tampak tak rapi.

"Tapi, aku mau izin ke Bapak dulu."

Radit mengangguk, menunggu Rumi yang bergegas menghampiri ayahnya.

Pria yang belum terlalu tua dengan kumis tebal melintang tampak asik menyesap rokok di tangan. Di antara semuanya, dialah yang paling diuntungkan dari pernikahan ini.

"Pak, Rumi dan Mas Radit harus segera pergi."

"Hm, pergilah," jawab Anwar acuh tak acuh. Mau Rumi pulang ke rumah atau tidak, itu bukan urusannya lagi.

Rumi menghela napas. Ia berkorban terlalu banyak untuk ayahnya. Namun, yang ia dapatkan sungguh tidak sepadan.

"Bapak jaga kesehatan. Jangan terus-terusan minum atau bermain judi."

Mendapat teguran dari putri satu-satunya itu, Anwar membalasnya dengan tatapan tajam. "Jangan pernah mengguruiku, Rumi. Aku tau yang terbaik untukku sendiri."

Sejak ibunya meninggal, Anwar bagai kehilangan arah. Hidupnya hancur. Setiap hari hanya dihabiskan di meja judi.

Dan pada akhirnya, Rumi ikut terkena imbasnya juga. Dia tak hanya kehilangan sosok ibu, tapi ayahnya juga. Rumi dipaksa mandiri oleh keadaan. Dan menikah dengan Radit, adalah salah satu bentuk kasih sayangnya kepada Anwar.

...

Rumah Radit seperti dirinya─besar, mewah, dan sepi. Langkah Rumi terdengar sendiri di lantai marmer.

Tak ada yang menyambut kedatangan mereka. Bahkan pihak keluarga dari mempelai pria itu tampak tak ada di sana.

Radit berhenti tiba-tiba, membuat Rumi yang selangkah di belakang menabrak punggungnya yang cukup keras.

Keduanya kini berada dalam sebuah kamar yang besar dan rapi.

"Aduh ..." ringis Rumi sembari mengelus dahinya pelan.

“Kita akan pisah kamar sesuai dengan perjanjian awal. Ini kamarmu dan kamarku ada di sebelahnya,” ucap Radit singkat sambil menatap sebuah cincin yang tersemat di jari manis Rumi. Seketika ia ikutan meringis, tak menyangka jika pernikahan ini benar-benar terlaksana.

Rumi mengangguk, lagi. Ia bahkan belum tahu warna kesukaan pria itu. Tapi sekarang, ia harus tinggal serumah dengannya. Hidup bersama. Tapi, tidak benar-benar bersama.

"Kalau ingin mandi, kamar mandinya ada di sebelah sana. Dan, untuk bajumu, asistenku sudah mempersiapkan beberapa di dalam lemari."

Sebelum masuk ke kamar mandi, Rumi menoleh pelan.

"Terima kasih karena sudah mau menikah denganku."

Radit tidak menjawab. Tapi saat punggung Rumi hilang di balik pintu, pria itu menghela napas panjang.

"Jika bukan karena desakan Mama, mustahil aku menikahinya."

Malam itu, Rumi duduk di atas kasurnya, memeluk bantal. Ia menatap langit-langit, lalu tersenyum kecil.

"Setidaknya … Bapak nggak masuk penjara."

Ia menatap langit-langit dengan mata sendu. Ada rasa gelisah yang perlahan menghampirinya.

Setelah mandi dan mengganti pakaian, Rumi memilih untuk tidak ke mana-mana. Ia hanya mengurung diri di kamar. Ia bahkan tidak merasa lapar sama sekali.

"Rumi ...."

Panggilan itu berasal dari arah pintu. Rumi bergegas berdiri saat menemukan sosok pria dewasa tinggi dengan kacamata yang membingkai wajahnya.

"Iya, Mas?"

Radit tidak menjawab. Ia mendekat lalu menyerahkan sebuah dokumen bersampul map cokelat.

Tanpa banyak bertanya, Rumi membacanya dengan saksama.

"Ingat poin-poin pentingnya, Rumi. Tidak mencampuri urusan pribadi, tidak jatuh cinta, dan kontrak akan berakhir dalam enam bulan. Jika salah satu dari kita menunjukkan rasa lebih dari sekedar status pernikahan, maka konsekuensinya adalah pembatalan kontrak sepihak."

Rumi terdiam sejenak, berusaha mencerna poin demi poin yang tertera.

"Boleh aku bertanya?"

"Tentu saja."

"Apa ibu Mas Radit tau tentang pernikahan ini?"

"Tidak, mama belum tau."

"Terus ... nanti bagaimana? Em, maksudku, jika mama Mas Radit tiba-tiba ke sini dan melihat aku, aku harus jawab apa?"

"Itu biar jadi urusanku. Dan, satu hal lagi, mamaku nggak perlu tau tentang kontrak kita."

Rumi menghela napas. Ia mengerti.

"Satu lagi, Mas."

Radit yang awalnya ingin beranjak, seketika menghentikan langkahnya.

"Apa aku masih boleh bekerja?"

Radit sendiri belum memikirkan tentang hal itu. Tapi untuk saat ini, lebih baik diiyakan saja. Meminta Rumi untuk selalu di rumah, rasanya juga tidak mungkin.

Senyum cerah terbit di wajah Rumi. Ia bersyukur karena Radit tidak melarangnya sampai ke bagian itu.

Walau hanya menjadi guru TK, Rumi sangat menikmati itu. Ia mencintai pekerjaannya sendiri. Semuanya ia lakukan dengan sepenuh hati.

"Aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Kalau butuh sesuatu, temui aku di ruang kerja."

Rumi mengangguk dan mengumbar senyum tipis. Sudut matanya menatap kepergian Radit yang menghilang entah ke mana.

Saat akan beranjak tidur, Rumi baru ingat bahwa dirinya belum makan sejak tadi pagi. Alhasil, ia pun keluar untuk mencari makanan.

Rumi sengaja melambat-lambatkan langkah kakinya. Kemewahan rumah Radit membuatnya terpana.

Ia tak habis pikir, mengapa lelaki sekaya Radit rela menduda hingga tiga tahun lamanya? Padahal Rumi yakin, pasti banyak sekali wanita di luar sana yang mengantri untuk menjadi istrinya.

Rumah ini terasa begitu sepi karena Radit tidak memperbolehkan asisten rumahnya untuk menginap. Mereka hanya akan bekerja dari pagi sampai sore. Sisanya, Radit akan sendirian. Karena pada pernikahan sebelumnya, pria itu tidak memiliki anak.

Rumi melangkah pelan melewati lorong yang dipenuhi lukisan mahal. Tangannya sesekali menyentuh dinding, seolah ingin memastikan semua ini nyata. Saat mencapai dapur, lampunya otomatis menyala, memperlihatkan ruangan bersih dan modern yang entah kenapa terasa dingin.

Ia membuka kulkas dan menemukan beberapa makanan siap saji. Ia memilih sup ayam yang tinggal dipanaskan di microwave. Saat menunggu, pikirannya kembali melayang pada Radit.

Pria itu baik, tenang, dan dingin. Tapi juga tampak menyimpan luka yang dalam.

Rumi bertanya-tanya, apakah Radit pernah benar-benar mencintai istrinya dulu? Dan apa alasan keduanya sampai berpisah? Apa Radit pernah dilukai, sampai-sampai dalam perjanjian kontrak keduanya dilarang untuk saling jatuh cinta?

Denting microwave membuyarkan lamunannya. Ia mengambil mangkuk sup dan duduk di meja makan yang terlalu besar untuk satu orang. Suapan demi suapan ia nikmati dalam diam, sampai suara langkah kaki terdengar dari arah tangga.

Rumi menoleh. Radit berdiri di sana, mengenakan kaus putih dan celana panjang santai. Rambutnya sedikit berantakan, matanya tampak lelah.

"Aku kira kamu sudah tidur," ucapnya pelan.

Rumi tersenyum canggung. "Aku lapar. Tadi lupa makan. Maaf, aku langsung ke dapur tanpa izin Mas Radit."

Radit mengangguk, lalu menarik kursi dan duduk di seberangnya. Hening sejenak.

"Aku juga sering lupa makan," katanya sambil menatap meja. "Terutama sejak sendirian."

Rumi menggenggam sendoknya erat. Ada luka dalam suara Radit yang tak ingin ia ganggu. Tapi ada juga sesuatu yang ingin ia pahami.

"Aku bisa dengarkan, kalau Mas Radit mau cerita," bisiknya.

Rumi berharap dengan obrolan seperti ini, keduanya bisa lebih dekat lagi.

Terpopuler

Comments

Obito Uchiha

Obito Uchiha

menikah karna hutang ayah dan peraturannya tak boleh saling cinta, gimana kalo seandainya rumi baper? soalnya saya liat2 rumi hampir baper karna sikap baik radit. tapi kalo radit yg baper, mungkinkah perjanjian itu dibatalkan? penulisannya boleh juga nih, saya kasih bunga mawar 2 kali

2025-05-25

2

Tanz>⁠.⁠<

Tanz>⁠.⁠<

gak kebayang sekencang apa detak jantung Rumi saat itu 🥲

2025-06-14

1

Tanz>⁠.⁠<

Tanz>⁠.⁠<

hemm...awas nanti jatuh cinta kamu loh 🤭

2025-06-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!