Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah Baru
Saat mereka berdua sedang mandi, Bi Lila mengetuk pintu sebelum masuk karena tidak ada jawaban. Dia membawa seprai bersih dan, ketika dia menarik selimut, dia melihat noda darah. Perasaannya campur aduk, antara senang dan terkejut.
Dia lantas mengganti seprai dan membawa yang bernoda ke bawah untuk dicuci. Setelah memasukkannya ke mesin cuci, dia mulai menyiapkan meja makan, tapi kembali ke atas membawa baju ganti bersih untuk Intan karena baju-baju yang berserakan di lantai Sean sudah diambil untuk dicuci.
Begitu Sean dan Intan keluar dari kamar mandi, Intan mencari pakaiannya di lantai, tetapi kemudian Sean berbicara.
"Bi Lila sudah membawakan baju bersih untukmu. Ini dia." Ucap Sean.
Sean menyerahkan pakaian itu pada Intan, dan Intan tersipu seperti tomat, mengira Bi Lila sudah ada di ruangan itu dan mengetahui segalanya.
Setelah berganti pakaian, keduanya lantas turun ke lantai bawah.
"Selamat pagi, Bi Lila." Sapa Sean.
"Selamat pagi, Pak." Balas Bi Lila.
"Selamat pagi, Bi Lila. Apa Bi Lila tidur nyenyak semalam?" Tanya Intan sambil menundukkan kepalanya sedikit malu-malu dalam situasi itu.
"Ya, Nyonya Intan. Bagaimana dengan Anda?" Jawab Bi Lila balik bertanya.
"Sudah kubilang jangan panggil aku begitu, haha. Aku tidur nyenyak, terima kasih!" Balas Intan.
Bi Lila, bawa barang-barang Intan ke kamar kami, ya?" Ucap Sean.
"Tentu saja, Pak. Saya akan mengambilnya segera setelah saya selesai membersihkan meja makan." Balas Bi Lila.
"Terima kasih, Bi Lila, dan maaf karena merepotkan." Ucap Intan.
"Sama sekali tidak merepotkan Non." Balas Bi Lila.
"Ayo habiskan sarapanmu, Ratuku. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Ucap Sean.
"Kita mau keluar lagi? Seru sekali!" Seru Intan.
"Haha. Hari ini tidak akan ada yang istimewa. Aku ingin mengajakmu ke perusahaan. Aku ingin kau melihat semuanya." Ucap Sean.
"Kedengarannya menyenangkan." Balas Intan.
Intan tersenyum, dan Sean sekali lagi menjadi sangat senang dengan reaksinya, cara manisnya dalam menjalani hidup bahkan setelah semua yang telah dilaluinya.
Itulah yang membuat Sean menyadari bahwa setiap detik berlalu, dia benar-benar jatuh cinta pada Intan.
Setelah sarapan, mereka menuju mobil tempat sekretaris mereka, Julian, menunggu. Dari sana, Julian mengantar mereka ke kantor, sambil berhenti-henti di sepanjang jalan. Begitu mereka tiba, Sean keluar dan membukakan pintu untuk Intan. Mereka masuk sambil berpegangan tangan, dan Intan hanya mendengar sapaan para pegawai. Mereka lalu memasuki lift dan menuju lantai 13.
"Nah, kau kan ingin tahu apa pekerjaanku. Ini dia. Aku bekerja di bidang investasi. Orang-orang menyetorkan uang agar aku dapat berinvestasi di bisnis terbaik. Kami memiliki banyak orang berkualifikasi yang bekerja siang dan malam, mengawasi pasar saham sehingga keuntungannya jauh lebih besar daripada kerugiannya." Ujar Sean.
"Dan apa ada yang ilegal di sini?" Tanya Intan.
Sean mendekati Intan dan memeluknya dari belakang.
"Tidak ada yang ilegal di sini." Jawab Sean.
"Aku bukan orang bodoh, Sean." Ucap Intan.
"Haha, itu cara untuk membenarkan jumlah uang yang masuk." Balas Sean.
"Suatu cara untuk mencuci uang tanpa menimbulkan kecurigaan?" Tanya Intan.
"Ya." Jawab Sean singkat.
"Apakah ini terkait dengan dokumen yang aku tandatangani?" Tanya Intan.
"Dokumen yang kau tandatangani adalah untuk dua perusahaan bodong yang berinvestasi lebih dari 100 juta dolar dalam bisnis yang menguntungkan sehingga uang itu kembali kepadaku." Ujar Sean.
"Huk... Huk... 100 juta dollar!" Ucap Intan terbatuk-batuk.
"Ya, dan dokumen terakhir yang kau tandatangani adalah untuk rekening luar negeri. Setoran sebesar 50 juta dollar telah dilakukan, yang secara otomatis dibagi ke dalam lima rekening berbeda, dan dalam jumlah yang lebih kecil agar tidak menarik perhatian." Ujar Sean.
Intan pusing dengan uang sebanyak itu. Dengan nilai sebesar itu saja, dia bisa dipenjara sangat lama, apalagi jika jumlah yang sangat tinggi ini dikaitkan dengan perdagangan narkoba.
"Aku perlu duduk." Kata Intan.
"Aku akan menanganinya, aku janji." Ucap Sean.
Intan mengangguk. Sean lalu berlutut di depannya dan menyentuh wajahnya.
"Aku akan menjagamu. Kau istriku." Ucap Sean.
Sean mencondongkan tubuh dan mencium Intan dengan lembut. Tepat saat itu, sekretaris Julian memasuki ruangan, matanya terbelalak seolah ketakutan.
"Ada apa?" Tanya Sean.
"Kita punya masalah, Pak." Jawab Julian.
"Apa yang terjadi?" Tanya Intan.
"Entahlah. Tetaplah di sini, aku akan segera kembali." Ucap Sean pada Intan.
Sean lalu meninggalkan ruangan itu dan menemui Julian.
"Ada apa? Kenapa kau datang ke ruanganku seperti itu?" Tanya Sean.
"Baiklah, Pak, Vina mencoba melukai dirinya sendiri." Ucap Julian.
"Apa? Tapi bagaimana dengan..."
"Jangan khawatir. Semuanya baik-baik saja sekarang. Mereka berhasil menghentikannya dengan cepat, dan dokter pun menanganinya." Ucap Julian memotong ucapan Sean.
"Baiklah." Balas Sean.
"Pak? Dia bilang, selama dia dikurung di sana, dia tidak akan berhenti berusaha sampai dia berhasil." Ujar Julian.
"Apa yang dia harapkan dariku? Sialan! Dia akan tetap di sana sampai aku yakin bayinya memang milikku." Ucap Sean.
"Bukankah lebih baik memberitahu Non Intan?" Tanya Julian.
"Kalau Intan sampai tahu, dia tidak akan nyaman dengan semua ini, dia sudah cukup menderita dengan hidupnya dan aku tidak bisa mengatasinya. Kalau bayinya bukan anakku, maka Vina akan menghilang bersama semua cerita ini, mengerti?" Ucap Sean.
"Ya, Pak, tapi bagaimana jika itu memang bayi Anda?" Tanya Julian.
Sean menggaruk kepalanya, sedikit gugup, dan melihat ke arah ruangan tempat Intan berada sebelum kembali menatap sekretarisnya.
"Jika itu memang bayi ku, aku akan menjelaskan semuanya pada Intan, dan di dunia yang tidak sempurna ini. Dia akan membantuku membesarkan anak itu dan menjadi ibunya." Ucap Sean.
"Dan di dunia yang tidak sempurna?" Ucap Julian bingung.
"Dia akan memutuskan hubungan denganku dan dia tidak akan pernah menatapku lagi, dan aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi." Ucap Sean.
"Saya pikir agar hal itu tidak terjadi, Anda harus jujur pada Non Intan sekarang!" Balas Julian.
"Jaga saja Vina tetap aman sampai dia menyelesaikan minggu ke-16 kehamilannya." Ucap Sean.
"Baik, Pak." Kata Julian singkat.
Ketika Sean kembali ke ruangannya, dia melihat Intan di depan jendela besar itu. Dia mendekat dan mengamati Intan, hendak menyentuhnya tapi ragu-ragu.
"Apakah serius?" Tanya Intan.
"Apa?" Balas Sean bingung.
"Masalahnya, maksudku." Ucap Intan.
"Sedikit, tapi aku akan selesaikan semuanya.," balas Sean.
"Apakah kau harus selalu mencoba menyelesaikan segalanya?" Tanya Intan.
"Ya, Intan." Jawab Sean singkat.
"Apa sebenarnya masalahnya?" Tanya Intan.
"Berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan pernah menjauhiku, bahwa kau tidak akan pernah meninggalkanku, bahkan jika semuanya tampak terlalu rumit." Ucap Sean.
"Apa yang terjadi?" Tanya Intan semakin bingung.
"Aku hanya butuh kau berjanji." Jawab Sean.
"Aku tidak bisa memberimu janji seperti itu." Balas Intan.
Bersambung...