NovelToon NovelToon
Istri Bar-bar Ustad Tampan

Istri Bar-bar Ustad Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Aku ingin kebebasan.

Aku ingin hidup di atas keputusanku sendiri. Tapi semua itu lenyap, hancur… hanya karena satu malam yang tak pernah kusangka.

“Kamu akan menikah, Kia,” kata Kakek, dengan suara berat yang tak bisa dibantah. “Besok pagi. Dengan Ustadz Damar.”

Aku tertawa. Sebodoh itu kah lelucon keluarga ini? Tapi tak ada satu pun wajah yang ikut tertawa. Bahkan Mamiku, wanita modern yang biasanya jadi pembelaku, hanya menunduk pasrah.

“Dia putra Kiyai Hisyam,” lanjut Kakek.
“Lulusan Kairo. Anak muda yang bersih namanya. Cermin yang tepat untuk membasuh aib keluargamu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 17

Sudah seminggu berlalu sejak pertemuan bisnis dengan relasi dari Inggris, tapi beban di dada Kia belum juga reda. Hatinya sesak. Ada rasa bersalah yang makin hari makin mengganggu. Bukan cuma pada Damar, suaminya. Tapi juga ke Kakek, Mama, bahkan ke Abi Hasyim dan Ummi Kalsum yang selalu memperlakukannya penuh kasih meski sikapnya dulu jauh dari sopan.

Sore itu langit mendung, udara terasa berat. Kia yang sedang libur dari kantor memilih diam-diam berangkat ke pondok Al Firdaus. Tanpa mengabari siapa pun, termasuk suaminya.

Dia datang sendirian. Tak membawa gengsi, tak membawa marah. Hanya membawa hati yang penuh penyesalan. Kakinya menapaki halaman pondok yang dulu pernah jadi saksi kekacauan karena ulahnya sendiri.

Dulu, dia pernah adu sparing dengan Damar. Bukan latihan biasa. Tapi pertarungan emosi dan ego yang memuncak. Videonya viral, mencoreng nama baik pesantren. Semua itu dia lakukan hanya karena ingin Damar membatalkan perjodohan yang diatur keluarga. Kini, semuanya berubah. Bahkan sangat jauh berubah.

Rambutnya tak lagi merah mencolok. Sudah kembali hitam. Wajahnya tak banyak riasan. Pakaian yang dia kenakan sederhana dan tertutup. Memang belum berjilbab, tapi auratnya tak dia biarkan terbuka seperti dulu. Ada perubahan, pelan, tapi pasti.

Di tangannya ada kotak berisi kue. Beberapa jenis kesukaan Ummi Kalsum, Abi Hasyim, juga Zahrah dan Ustadz Darwis. Dia siapkan sendiri dengan niat baik. Bukan untuk pencitraan, tapi bentuk permintaan maaf yang tak sempat dia ucapkan waktu itu.

Langkahnya pelan menuju aula kecil pondok. Beberapa santri putri melihatnya, mereka sempat saling bisik. Tapi Kia tetap tersenyum kecil, menunduk sopan.

Namun, tak semua mata yang menatap Kia penuh hangat. Di sudut dekat taman kecil pondok, sekelompok ibu-ibu wali santri dan seorang ustadzah muda terlihat berbisik-bisik, lalu salah satunya bersuara cukup keras hingga terdengar jelas oleh Kia dan yang lain.

“Itu yang dulu viral, kan? Cewek liar yang nyerang calon suaminya di depan umum. Pondok kita sampe kena imbas. Astagfirullah…”

Kia menahan napas. Tubuhnya menegang. Tapi dia tidak bergerak. Bibirnya hanya tersenyum tipis, berusaha kuat. Ummi Kalsum langsung menoleh ke arah sumber suara.

“Ustadzah Hanifa… jaga lisan. Semua orang punya masa lalu,” ucap Ummi, tegas tapi lembut.

Tapi ustadzah itu malah mendengus, “Saya cuma nggak habis pikir, Ummi. Kenapa wanita seperti itu bisa masuk ke keluarga Abi Hasyim. Dulu rambutnya merah, bajunya nyeleneh, videonya di mana-mana. Sekarang sok suci, bawa kue segala.”

Zahrah mendekat, berdiri di samping Kia. Matanya tajam, membela sang kakak ipar.

“Kalau ustadzah cuma bisa nilai orang dari masa lalunya, mungkin kita semua nggak layak ngajar di sini. Kia memang berubah. Aku saksinya.”

Kia menghela napas. Dia tahu ini risiko yang harus dia hadapi. Masa lalunya terlalu bising untuk dilupakan orang begitu saja.

Dia melangkah pelan, mendekati ustadzah yang sejak tadi menatapnya sinis. Dengan suara lirih namun jelas, Kia berkata, “Saya memang banyak salah. Saya nggak minta Ibu percaya. Tapi saya datang bukan buat pamer. Saya ke sini mau minta maaf… mau memperbaiki yang dulu rusak. Kalau saya belum pantas… biar waktu yang buktikan.”

Hanifa diam. Wajahnya kaku, tak menjawab.

Abi Hasyim yang baru keluar dari ruang tamu utama, menyaksikan semua itu. Pria tua itu menghampiri Kia, menepuk bahunya dengan tenang.

“Perubahan itu memang nggak selalu langsung diterima. Tapi niat baik itu nggak akan sia-sia. Kia, kamu sudah di jalan yang benar. Jangan berhenti.”

Kia menunduk, air matanya jatuh diam-diam. Bukan karena malu, tapi karena hatinya lega.

Saat bertemu Ummi Kalsum yang sedang menyapu halaman depan, Kia langsung menghampiri.

"Assalamualaikum, Ummi..."

Ummi menoleh. Sejenak matanya menyipit, lalu tersenyum. "Waalaikumsalam, Kia Astagfirullah, ini beneran kamu?"

Kia mengangguk, cepat-cepat menghampiri dan mencium tangan wanita paruh baya itu.

"Aku... aku minta maaf, Mi. Dulu aku kasar. Bikin malu pesantren. Bahkan nyakitin Damar juga..."

Ummi memeluk Kia erat. Tak ada kata-kata. Hanya diam panjang yang penuh makna.

"Kamu udah berubah, Nak. Ummi lihat kamu beda."

"Belum sepenuhnya baik, Mi. Tapi aku berusaha... aku mau jadi lebih pantas buat suamiku," ujarnya lirih.

Beberapa santri mulai mendekat. Zahrah pun datang dari arah belakang aula, ikut menyambut.

"Hai, Mbak Kia... seriusan kamu ke sini sendiri?"

Kia mengangguk pelan. "Iya, Zahrah. Aku cuma pengen bilang... makasih. Dan maaf."

Zahrah tertawa kecil. "Waktu kamu sparing sama Kak Damar, aku nonton videonya sampe lima kali. Lucu sih... tapi kasian pondok kena imbas."

Kia menunduk makin dalam. "Aku malu banget waktu itu..."

Ustadz Darwis ikut muncul dari koridor sebelah. Tersenyum sambil mengangguk kecil. "Assalamualaikum, Mbak Kia. Kaget juga lihat kamu sekarang."

"Waalaikumsalam, Ustadz maaf ya dulu aku nggak sopan. Semoga sekarang bisa jadi keluarga yang lebih baik."

Darwis menepuk pundaknya lembut. "Damar laki-laki beruntung. Tapi aku rasa, kamu juga perempuan hebat."

Kia menatap mereka satu per satu. Ada kehangatan, ada penerimaan. Dua minggu usia pernikahannya dengan Damar, dan hari ini, baru kali ini dia merasa benar-benar memulai lembaran baru.

Langkah Kia pelan menuju gerbang pondok. Tapi saat melewati taman kecil itu, telinganya kembali menangkap suara sumbang yang tak asing.

"Eh, itu dia tuh. Masih aja bisa senyum. Padahal dulu kelakuannya kayak preman pasar, sekarang sok alim,” celetuk seorang ibu berbaju merah marun sambil meneguk teh.

“Kalau bukan karena suaminya ustadz terkenal, kayaknya nggak bakal diterima deh di keluarga pesantren begini,” sambung yang lain, tertawa kecil.

Kia menghentikan langkah. Nafasnya dia tarik panjang. Bukan karena marah, tapi karena dia tahu: ini waktunya bicara.

Dia berbalik. Mendekat. Membungkuk sedikit sopan, lalu berdiri tegak dengan sorot mata tajam namun tetap tenang.

“Assalamualaikum, Ibu-ibu... Maaf, saya ganggu obrolannya.”

Mereka yang tadinya santai langsung salah tingkah. Salah satu dari mereka mencoba menutupinya dengan senyum palsu. “Eh, nggak ganggu kok, Mbak Kia. Kami cuma ngobrol santai, hehe…”

Kia mengangguk pelan. Tapi matanya tetap menatap satu per satu wajah mereka.

“Saya cuma mau bilang… saya denger semuanya. Mulai dari saya disebut preman, sampai yang katanya saya numpang nama suami buat masuk ke keluarga pondok ini.”

Wajah ibu-ibu itu mulai pucat.

“Saya ngerti. Omongan Ibu-ibu mungkin terasa biasa buat Ibu sendiri. Tapi bagi orang yang sedang belajar berubah, kata-kata bisa lebih tajam dari golok.”

Dia tersenyum. Tapi nadanya tetap tajam, seperti menampar tanpa tangan.

“Dulu saya memang bar-bar. Nggak sopan. Tapi setidaknya saya nggak munafik. Kalau saya suka berantem, ya kelihatan. Kalau saya salah, saya dateng minta maaf. Beda sama yang sukanya nyinyir di belakang tapi mukanya sok manis kalau di depan.”

Salah satu dari ibu-ibu itu menunduk.

“Saya belum sempurna, Bu. Tapi saya sadar. Saya nggak mau terus jadi perempuan yang cuma bagus di luar tapi busuk di hati. Dan saya bersyukur… Allah masih kasih saya kesempatan buat berubah.”

Dia menunduk sedikit, lalu menatap mereka lagi dengan tatapan penuh ketegasan.

“Kalau Ibu-ibu masih mau ngomongin saya, silakan. Tapi setidaknya pastikan dulu hidup Ibu udah beres. Jangan sampai sibuk cari dosa dari orang lain, padahal dosanya sendiri belum lunas.”

Setelah itu Kia melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Sandalnya menggesek kerikil, namun langkahnya ringan. Di balik tubuh mungil itu, ada keberanian besar perempuan yang pernah jatuh, tapi bangkit dengan kepala tegak.

1
Purnama Pasedu
betul kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak masih setia baca kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
akan banyak cela kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: itulah hidup kak baik semakin dicela lebih-lebih kalau sudah jelek dari awal
total 1 replies
Purnama Pasedu
ustadz bisa ae
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pintar gombal yah 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
iya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
tapi kadang tempat kerja ngelarang pakai hijab ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: iya kakak tergantung dari peraturan perusahaan
total 1 replies
Purnama Pasedu
bisa ae pak ustadz
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pak ustadz gaul 😂
total 1 replies
Purnama Pasedu
masih galau ya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
aamiin
Purnama Pasedu
pasangan yg kocak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak masih setia baca 🙏🏻🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia terlalu keras ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar kak ujian sang ustadz tapi nanti dapat hidayah kok 🤣🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
si kakek
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ulah kakeknya akhirnya gol 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia jadi diri sendiri aj,perlahan aj
Eva Karmita
semangat otor 🔥💪🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak
total 1 replies
Eva Karmita
semangat ustadz... yakinlah Allah selalu ada untuk umatnya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: betul kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
nyimak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semoga suka
total 1 replies
Purnama Pasedu
koq sedih ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: jangan sedih kak 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Thor bisa ngk bahasa kia kalau ngomong sama yg lebih tua sopan sedikit jgn pakai bahasa Lo gue , maaf sebelumnya bukan mengkritik otor cuma gak ngk enak aja di baca bahasanya bisa diganti aku atau apalah ... sebelum mohon maaf ya ,, ceritanya bagus tetapi semangat Otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum saatnya kak kan gadis bar-bar tomboy liar dan pembangkang 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
keren pak ustadz 😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ustadz idaman yah kakak 🤭
total 1 replies
Eva Karmita
langsung kena mental si Kia 😩👻🙈
kia ni ustadz bukan kaleng" kia jdi ngk udah banyak drama 🤣🤣🤣🤣
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Eva Karmita
❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!