Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Pak! Pak Radit, saya cuma mau kasih makanan saja!" teriak Ceu Siti di depan pintu rumah bergaya zaman kolonial Belanda.
Bu Maryam dan Sabrina yang lewat baru pulang dari toko dibuat terkejut. Kedua wanita berbeda generasi itu penasaran apa yang terjadi kepada tetangganya itu.
"Kenapa, Ceu Siti?" tanya Bu Maryam.
Ceu Siti yang berjalan di halaman sambil menggerutu terkejut dengan kehadiran Bu Maryam dan Sabrina di depan pintu pagar. Dia pura-pura tidak terjadi apa-apa.
"E, Ceu Maryam. Barusan habis kirim makanan ke Pak Radit. Tadi buat sayur lodeh petai, semur jengkol, dan sama asin cukup banyak," jawab Ceu Siti yang tersenyum basa-basi.
"Oh. Tapi, kenapa Ceu Siti berteriak sambil gedor-gedor pintu? Apa diusir sama Pak Radit?" tanya Sabrina dengan polos.
Mata Bu Maryam membulat. Ucapan sang menantu diluar prediksi dirinya.
Berbeda dengan Ceu Siti yang matanya memicing karena tidak suka dengan ucapan Sabrina, walau benar seperti itu kejadiannya. Malu, lah, kalau masakannya tidak sesuai dengan Pak Radit karena punya alergi sama ikan asin.
Bukannya menjawab Ceu Siti malah melongos pergi dengan langkah lebar. Sungguh hatinya dongkol, ingin memikat hati Pak Radit, malah membuat laki-laki itu kesal.
"Ceu! Ceu Siti! Kenapa malah pergi?" teriak Sabrina sambil melambaikan tangan berharap Ceu Siti berhenti.
"Sudah, biarkan saja." Bu Maryam menarik tangan Sabrina agar segera pulang ke rumah.
"Mamah cemburu, ya?" tanya Sabrina karena melihat ekspresi wajah sang mertua jadi kusut, seperti kertas yang direm'as.
"Kata siapa?" Bu Maryam mendelik.
"Kata Neng." Sabrina menyeringai.
"Huh, sok, tau!" Bu Maryam berjalan cepat meninggalkan sang menantu.
"Mamah! Mamah! Tunggu, kenapa jalannya cepat-cepat!" Sabrina berlari mengejar Bu Maryam yang jalannya seperti atlit sedang lomba jalan santai.
Hal yang paling ditunggu-tunggu oleh Sabrina adalah ketika berduaan bersama Zidan. Setelah pulang, lalu mandi biasanya mereka ada duduk santai di kamar atau di ruang keluarga, kadang-kadang di teras belakang rumah sambil melihat pemandangan matahari yang sudah condong ke barat. Kali ini kebetulan mereka memilih kamar tidur untuk menghabiskan waktu menunggu waktu Maghrib.
"Kang, kalau Neng tanya sama Pak Radit tentang tipe wanita yang disukai, sopan enggak, ya?" tanya Sabrina yang bersandar di dada Zidan.
"Hmmmm." Zidan terlihat berpikir. "Jika orang itu dekat secara personal dengan kita, tidak apa-apa. Namun sebaliknya, jika orang itu tidak begitu dekat dengan kita, maka tidak sopan. Karena kebanyakan orang tidak suka dikepoin kehidupannya sama orang lain," jawab Zidan sambil membelai rambut hitam bersinar milik sang istri.
Sabrina mengangguk pelan. Walau dalam hatinya merasa greget dan penasaran dengan wanita tipe kesukaan Pak Radit.
"Kalau mamah diam saja tidak melakukan pergerakan, bisa-bisa Pak Radit diembat sama orang lain," batin Sabrina.
Di kamar sebelah, Bu Maryam sedang bermunajat kepada Allah. Dia tahu apa yang sedang dirasakan oleh hatinya saat ini. Namun, dia bingung harus bagaimana. Sudah lama sekali dia tidak merasakan debaran ketika melihat seorang laki-laki.
"Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan? Jangan sampai hamba salah jalan," ucap Bu Maryam lirih.
Awalnya Bu Maryam tidak ada perasaan apa-apa sama Pak Radit. Sifat dan cara bicara laki-laki itu membuatnya senang ketika berinteraksi. Gara-gara Sabrina yang suka menggoda dan menjahilinya, lama kelamaan muncul perasaan lain, tertarik.
Dahulu ketika masih jadi janda kembang, berapa banyak laki-laki yang ditolak oleh Bu Maryam. Baik itu duda kaya, duda setengah kaya, duda miskin atau perjaka. Alasannya, karena dia berpikir laki-laki itu tidak bisa dipercaya dan suka selingkuh. Jadi, dia lebih baik fokus mengurus ladang dan mengurus Zidan. Pernikahan membuatnya trauma.
***
Zidan dan Sabrina pergi menjenguk Niken dan Pak Yadi di rumah sakit. Karena kurang istirahat dan kelelahan, laki-laki paruh baya itu akhirnya tepar.
Mereka membawa buah-buahan dan makanan ringan berupa biskuit. Tidak lupa bubur ayam Mang Ujang kesukaan Pak Yadi.
"Kenapa Bapak bisa sampai dirawat juga?" tanya Zidan.
"Kurang tidur, makan telat, dan masuk angin. Akhirnya bapak pingsan karena tubuh bapak sudah tidak kuat lagi," jawab Zidan.
"Bukannya kemarin anak-anaknya Niken dan saudaranya datang ke sini. Kenapa tidak luangkan waktu sehari saja gantian jaga di sini, biar bapak istirahat dulu?" tanya Sabrina kesal karena keluarga Niken seperti tidak punya rasa simpati ke saudaranya sendiri.
"Mereka punya kesibukan masing-masing. Sudah datang ke sini untuk donor darah saja bapak merasa bersyukur," jawab Pak Yadi dengan lirih.
Keadaan Niken belum pulih pasca operasi. Wanita itu hanya bisa berbaring. Untuk pergi buang air kecil saja belum bisa masih menggunakan kateter.
Zidan minta Pak Yadi di rawat satu kamar dengan Niken. Biar mudah untuk mengawasi.
Malam itu Zidan menginap di rumah sakit, sementara Sabrina akan pulang karena Bu Maryam di rumah sendiri.
"Aku pulang naik O*jek saja," kata Sabrina.
"GPS kamu harus selalu aktif, biar akang tahu posisi kamu di mana!" titah Zidan dengan berat hati.
"Siap, Kang!" Sabrina mengangkat tangan kanan memberi hormat kepada suaminya sambil tersenyum cantik.
Awalnya cuma mau jenguk saja, tetapi melihat keadaan Pak Yadi yang cukup parah sakitnya membuat Zidan menginap di sana. Dia mengantarkan Sabrina ke depan pintu masuk rumah sakit, di mana biasanya ada tukang ojol menunggu penumpang.
Zidan berjalan sambil merangkul pinggang Sabrina. Begitu juga sebaliknya. Mereka kelihatan pasangan suami-istri yang romantis dan harmonis.
"Malam ini tidur enggak dikekepin sama Akang," ucap Sabrina kecewa. Wajahnya memberengut seperti anak kecil yang tidak dikasih uang jajan.
"Yang sabar, ya? Semoga saja besok kondisi tubuh bapak sudah lebih baik lagi," balas Zidan dan Sabrina mengangguk.
Di lorong rumah sakit yang remang-remang dan sepi, Zidan dan Sabrina berpasangan dengan seorang yang menggunakan jaket hitam dan memakai topi yang warnanya senada.
Sabrina beradu pandang dengan orang itu. Tiba-tiba saja tubuhnya merinding. Dia pun semakin merapatkan tubuhnya kepada Zidan.
"Ada apa?" tanya Zidan karena sikap sang istri mendadak berubah.
"Merinding," jawab Sabrina.
"Hal itu biasa terjadi kalau kita sedang di rumah sakit," ucap Zidan mengusap kepala Sabrina dengan penuh rasa sayang.
"Jangan-jangan laki-laki barusan itu hantu?" batin Sabrina. "Ya, benar! Karena dia pakai baju hitam-hitam."
Begitu sampai di depan rumah sakit, ada seorang driver yang menunggu. Zidan mengambil foto wajah Driver, motor, dan plat nomor. Jika terjadi sesuatu kepada sang istri bisa diusut.
***
ya walaupun pak Yadi bapak kandung kamu
tapi setidaknya hargai perasaan ibu kamu
mau enaknya sendiri pingin ngulek mukanya 😡😡
becek2 ke mulut pak yadi & niken biar kapok